Akbar, Muhammad Faiz (2024) Disharmonisasi Partai Gerindra dengan Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Provinsi Sumatera Barat. S1 thesis, Universitas Andalas.
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version Download (243kB) |
|
Text (BAB I Pendahuluan)
BAB I Pendahuluan.pdf - Published Version Download (426kB) |
|
Text (BAB VI Penutup)
BAB VI Penutup.pdf - Published Version Download (299kB) |
|
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf - Published Version Download (313kB) |
|
Text (Full Text Skripsi)
Full Text Skripsi.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
Pada pemilu 2019 hadir 2 koalisi besar yang dimana Partai Gerindra dan PKS berada di dalam 1 koalisi bersama PAN dan Demokrat yaitu Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Calon Presiden dan Wapres RI periode 2019-2024. Di Sumatera Barat sendiri, pasangan ini menjadi pemenang dengan 85,75% suara yang membuat suara partai yang mendukungnya melonjak. Partai Gerindra sendiri menjadi partai pemenang di periode 2019-2024 dengan 14 kursi di DPRD Provinsi Sumatera Barat sementara PKS mendapatkan 10 kursi di DPRD Provinsi Sumatera Barat. Partai Gerindra menguasai hampir seluruh posisi yang ada di AKD, sementara PKS hanya mendapatkan 2 posisi. Hal ini menyebabkan awal dari disharmonisasi yang terjadi diantara kedua partai tersebu dan menyebabkan konflik politik. Diawali dengan Hak Interplasi yang dilayangkan kepada Gubernur Sumatera Barat saat itu Irwan Prayitno. Hal ini menjadi awal disharmonisasi yang menyebabkan konflik politik bagi kedua partai tersebut. Pada Pilgub 2020, Gerindra memutuskan untuk menjadi partai pengusung calon tunggal dan PKS berkoalisi dengan PPP. Hasilnya, PKS memenangkan kontestasi tersebut. Konflik politik kembali terjadi ketika adanya hak angket kepada Gubernur Sumbar serta puncak konflik politik dan disharmonisasi terjadi ketika rotasi AKD 2022-2024 . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terjadi konflik kepentingan yang dilandasi Hak Interplasi F-Gerindra yang menjadi akar konflik kedua partai tersebut yang merupakan gabungan kelompok semu. Pasca konflik ini, Pilgub 2020 menjadi bukti nyata di publik bahwa Gerindra dan PKS sudah tidak sejalan lagi. Alhasil, berdampak hingga ke DPRD Provinsi Sumatera Barat. Konflik yang terjadi berlandaskan kelompok kepentingan di Hak Angket yang dimana F-Gerindra mendukung penuh Hak Angket kepada Mahyeldi Ansharullah. Hingga puncaknya, pada konflik politik dengan kelompok konflik pada rotasi AKD 2022-2024, F-Gerindra meminta seluruh perwakilannya dilimpahkan ke Komisi IV (Pembangunan). Namun, F-Gerindra memutuskan untuk mundur dan PKS menguasi AKD 2022-2024. Dari semua indikator konflik politik menurut dahrenrof tersebut, disimpulkan bahwa disharmonisasi Partai Gerindra dengan PKS di DPRD Provinsi Sumatera Barat memang nyata adanya hingga menyebabkan konflik politik yang mengakar.
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Supervisors: | Dr. Aidinil Zetra, M.A |
Uncontrolled Keywords: | Disharmonisasi; Konflik Politik; Partai Politik. |
Subjects: | J Political Science > J General legislative and executive papers J Political Science > JA Political science (General) |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > S1 Ilmu Politik |
Depositing User: | s1 Ilmu politik |
Date Deposited: | 20 Aug 2024 04:24 |
Last Modified: | 28 Oct 2024 01:10 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/475330 |
Actions (login required)
View Item |