PERATURAN DAERAH ANTI MAKSIAT DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK-HAK SIPIL DI SUMATERA BARAT

Firdaus, Firdaus (2013) PERATURAN DAERAH ANTI MAKSIAT DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK-HAK SIPIL DI SUMATERA BARAT. Masters thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Fulltext)
201410220958nd_tesis firdaus.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (673kB)

Abstract

Kata Kunci : Peraturan Daerah, Maksiat, Hak–Hak Sipil Hak Asasi Manusia ( HAM ) telah menjadi bagian dalam Sistim Hukum Nasional Indonesia. HAM bahkan telah dijamin pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhannya di dalam UUD 1945. Dengan demikian, HAM telah menjadi hak–hak konstitusional dan wajib untuk dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh semua pihak, terutama oleh Negara. Lebih lanjut, di dalam Sistim Hukum Nasional Indonesia, ketentuan–ketentuan mengenai pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, dijabarkan dalam sejumlah undang–undang, diantaranya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM serta UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak–Hak Sipil dan Politik. Dengan dijadikannya HAM sebagai salah satu materi hukum nasional dan dikuatkannya kedudukan HAM lewat jaminan konstitusional, maka seharusnya pelanggaran HAM tidak lagi terjadi, atau setidaknya berkurang. Namun dalam kenyataannya, pelanggaran HAM masih tetap terjadi. Seringkali, pelanggaran HAM timbul dari adanya kebijakan pemerintah, walaupun tentu saja hal tersebut tidak dimaksudkan demikian. Di antara kebijakan pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah, yang bermasalah adalah kebijakan pemerintah Provinsi Sumatera Barat beserta pemerintah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat, untuk memberantas kemaksiatan. Kebijakan ini dituangkan dalam bentuk penyusunan peraturan daerah ( perda ) sebagai dasar hukum pemberantasan kemaksiatan. Berdasarkan tujuan serta materi hukumnya, maka perda–perda ini selanjutnya disebut sebagai Perda–Perda Anti Maksiat. Dalam pelaksanaan ketentuan–ketentuan Perda–Perda Anti Maksiat, ternyata timbul sejumlah persoalan yang mengindikasikan adanya pelanggaran HAM, khususnya pelanggaran terhadap hak–hak sipil. Dilihat dari perspektif kewajiban Negara untuk melakukan perlindungan HAM, maka Perda–Perda Anti Maksiat, harus dipandang sebagai bagian dari upaya Negara untuk melakukan perlindungan terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, Negara cq, pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pembatasan HAM. Pembatasan HAM pada intinya ditujukan terhadap pelaksanaan HAM dan terhadap esensi HAM. Selain itu, pembatasan HAM, pada hakikatnya adalah bagian dari perlindungan terhadap HAM dan bukan ditujuan untuk penghapusan HAM. Guna mencegah terjadinya kesewenang–wenangan serta timbulnya pelanggaran HAM, maka pembatasan harus dilaksanakan sesuai persyaratan yang telah ditetapkan dalam hukum HAM. Perda–Perda Anti Maksiat telah menetapkan adanya sejumlah pembatasan terkait dengan pelaksanaan HAM. Secara umum di dalam materi Perda–Perda Anti Maksiat, tidak ditemukan adanya ketentuan hukum yang secara terang–terangan bertentangan dengan jaminan perlindungan HAM, sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang–undangan yang lebih tinggi. Namun ketidakjelasan sejumlah rumusan materi hukum serta tidak adanya pengaturan yang tegas dan jelas tentang perlindungan HAM, berpotensi membahayakan perlindungan HAM, khususnya terhadap perlindungan hak–hak sipil. Untuk itu dibutuhkan adanya perbaikan terhadap materi Perda–Perda Anti Maksiat.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana (Tesis)
Depositing User: ms Meiriza Paramita
Date Deposited: 24 May 2016 09:21
Last Modified: 24 May 2016 09:21
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/9454

Actions (login required)

View Item View Item