HUBUNGAN ANTARATAUKE DAN PETANI GAMBIR (Studi Kasus : Hubungan Patron Klien di Nagari Siguntur, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat)

ASTARIA, PUTRI DJUNAS (2012) HUBUNGAN ANTARATAUKE DAN PETANI GAMBIR (Studi Kasus : Hubungan Patron Klien di Nagari Siguntur, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat). Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Fulltext)
1961.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (5MB)

Abstract

tauke dan petani gambir . Dalam pengelolahan gambir di lokasi penelitian ini terdapat dua subjek yang memiliki peranan dalam pengelolahan gambir yaitu tauke dan petani gambir. Tauke adalah pedagang yang membeli getah gambir dari petani gambir, tauke juga merupakan tempat dimana petani bisa mendapatkan pinjaman uang untuk biaya produksi gambir yaitu untuk proses menyiangi dan mengkempa daun gambir menjadi getah gambir yang siap dijual. Petani gambir yang meminjam uang dari tauke mempunyai kewajiban untuk menjual seluruh hasil produksi gambir nya kepada tauke. Hubungan kerja antara tauke dan petani gambir merupakan hubungan yang sifatnya patron klien yang didasarkan atas adanya peranan dan status dari seseorang. Hubungan ini membentuk suatu ketergantungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, dalam hal ini ketergantungan antara petani gambir dan tauke. Dimana hubungan kerja antara petani gambir dan tauke sebagai awal dari terbentuknya hubungan sosial di antara tauke dan petani gambir. Hubungan seperti ini yang akhirnya menimbulkan sebuah hubungan ketergantungan yang saling menguntungkan bagi masing-masing pihak. Hubungan seperti ini dikenal sebagai hubungan patron klien. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang memperoleh informan dengan cara purposive sampling. Data diambil melalui observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap14 informan, yang terdiri dari 10 informan kunci (5 orang tauke dan 5 orang petani gambir) dan 4 orang informan biasa yang terdiri dari wali nagari Siguntur, pejabat nagari, masyarakat biasa dan penjaga gudang gambir. Untuk menjadi seorang patron atau klien, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh tauke dan petani gambir. Adapun syarat sebagai patron adalah harus memiliki kekayaan yang banyak serta mampu memberikan jaminan sosial dan perlindungan kepada petani gambir sebagai kliennya. Sedangkan syarat petani gambir sebagai klien adalah memiliki kejujuran dan bersedia mengikuti semua aturan yang diberikan patron nya. Baik tauke maupun petani gambir, memiliki hak dan kewajiban yang sesuai dengan peran dan status nya masing-masing. Adapun hak tauke adalah menjual seluruh hasil produksi gambir nya kepada tauke dengan pemotongan harga sekitar Rp.500-Rp.1000/Kg. Selain itu, masing-masing pihak pun memperoleh keuntungan yang tidak hanya keuntungan ekonomi tetapi juga keuntungan sosial. Hubungan antara tauke dan petani gambir merupakan suatu hubungan yang menunjukkan suatu pihak berguna bagi pihak lain dan sebaliknya. Petani gambir butuh pinjaman uang utnuk menyiangi dan mengkempa dan juga butuh biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan tauke adalah pihak yang mempunyai kekayaan banyak yang dapat dipinjamkan kepada petani gambir. Selain itu, tauke juga membutuhkan tenaga petani gambir untuk menyiangi dan mengkempa lahan gambir miliknya agar lahan gambirnya bisa berproduksi dan menghasilkan keuntungan. Dalam proses berjalannya hubungan ini, tauke tidak hanya sekedar memberikan pinjaman uang untuk biaya produksi gambir kepada petani gambir, tapi juga memberikan perlindungan dan bantuan-bantuan lainnya diluar kebutuhan untuk produksi gambir. Hubungan antara tauke dan petani gambir dalam prakteknya, hubungan ini tidak sekedar hubungan dalam ruang lingkup pekerjaan saja tetapi hubungan patron klien antara tauke dan petani gambir meluas kedalam aktifitas sehari-hari di luar pekerjaan. Sampai saat ini, hubungan patron klien antara tauke dan petani gambir masih bertahan hingga sekarang. Adapun hal-hal yang menyebabkan, hubungan tersebut masih bertahan hingga sekarang adalah kondisi ekonomi (kondisi ekonomi yang miskin dan tidak mempunyai modal untuk biaya produksi lahan gambir miliknya), sika mental (sikap pasrah, kurang kreatif, cepat merasa puas, sulit mengatur keuangan dan penghasilan serta sikap yang selalu ketergantungan dengan tauke), dan kondisi sosial budaya ( budaya masyarakat yang saling membantu, butuh jaminan sosial dan perlindunga, keterbatasan lapangan pekerjaan, kurang memiliki skill dan pengetahuan di bidang lain selain gambir).

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Antropologi
Depositing User: ms Meiriza Paramita
Date Deposited: 18 May 2016 10:22
Last Modified: 18 May 2016 10:22
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/9030

Actions (login required)

View Item View Item