ROZA, YULITA (2011) TINGKAH LAKU REPRODUKSI RAJUNGAN Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) SECARA TERKONTROL. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text (Tesis Fulltext)
1679.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
Rajungan Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) merupakan salah satu sumberdaya perikanan bernilai ekonomi penting yang dijual dalam bentuk segar maupun beku. Akibat overfishing tanpa mempertimbangkan keberadaan populasi dalam kaitannya dengan mekanisme reproduksi sebagai rantai utama kelangsungan hidup rajungan membawa pengaruh tidak menguntungkan bagi kontinuitas produksi. Berdasarkan nilai ekonomi dan nilai biologi rajungan, maka perlu dilakukan penelitian tentang tingkah laku reproduksi rajungan ini agar usaha dalam menanggulangi berkurangnya populasi rajungan melalui budidaya dapat dilakukan secara berkesinambungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati dan menganalisis tingkah laku reproduksi rajungan dan tingkah laku harian lainnya selama proses reproduksi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2011 yang bertempat di Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Teluk Buo Bungus Teluk Kabung, Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi yaitu menggunakan teknik pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena tingkah laku yang diamati di wadah pemeliharaan pasangan induk rajungan. Dari hasil observasi kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel dan grafik lalu dideskripsikan. Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi empat bagian yaitu 1) koleksi dan seleksi induk rajungan. Rajungan uji yang digunakan adalah 2 ekor jantan dan betina dewasa kelamin, berat 126-270 gram, lebar karapas 110-150 cm. 2) pemeliharaan induk rajungan. Induk dipelihara di dalam bak beton persegi dengan volume 2x2x1 m3 yang dilengkapi dengan sistem aerasi, substrat berpasir dan shelter dari pipa PVC diameter 13 cm dan panjang 40 cm. Bak diisi air laut setinggi 40 cm dengan salinitas 30-32 ‰, pH 7-8, suhu 24-28 °C. Selama pemeliharaan, induk rajungan diberi makan berupa kerang segar dan ikan karang sebanyak 10 % dari bobot badan setiap pukul 17.00-18.00. 3) pengamatan tingkah laku induk rajungan. Pengamatan dilakukan berjarak ± 1 meter dari dasar bak tempat induk rajungan dipelihara. Data kuantitatif dicatat secara ―continues sampling‖ dengan waktu pengamatan selama 360 jam untuk mengetahui frekuensi dari masing-masing kegiatan. Pengamatan ini dilakukan selama 15 hari, masingmasing 24 jam setiap hari, dibagi menjadi enam waktu yaitu pagi, siang, sore, awal malam, tengah malam dan akhir malam. 4) pengukuran faktor fisika-kimia air yaitu suhu, pH dan salinitas. Selama penelitian diperoleh suhu air rata-rata yaitu 24,36 ±1,31 dengan kisaran 21-27 ºC. Salinitas rata-rata air laut selama pengamatan 32,15 ± 0,48 ‰ dengan kisaran 30-34 ‰. Keasaman air laut (pH) rata-rata 6,68 ± 0,35 (n=720) dengan kisaran 6-8. Hasil memperlihatkan bahwa perkawinan rajungan dapat berlangsung pada kisaran suhu 20-25°C, pH 6-8 dan salinitas 30-32 ‰ pada cuaca cerah atau musim panas. Total persentase tingkah laku rajungan paling tinggi adalah aktivitas istirahat (50,50 %), diikuti berturut-turut bergerak, agonistik, reproduksi dan makan, masing-masing 31,13 %; 10,07 %, 7,13 % dan 1,16 %. Aktivitas reproduksi berlangsung dari hari ke 1 sampai hari ke 10, berlangsung pada sore hingga akhir malam. Total persentase kategori aktivitas reproduksi paling besar yaitu merayu (33,22 %) dan disusul oleh berkejaran (18,60 %), kemudian berturut-turut menyentak (10,89); menggentas (8,61 %); menggigit gemas (7,87 %); mengibaskan kelimayang (6,87) dan kawin (0,60 %). Kopulasi berlangsung selama 2,5 jam pada tengah malam, mulai pukul 23.00- 01.00. Perkawinan didahului dengan percumbuan (merayu, berkejaran, menyentak, menggigit gemas, menggentas, mengibas-ngibaskan kelimayang) yang berlangsung 4-10 hari. Selama bercumbu jantan selalu berada di karapas betina dengan cara memagut sambil berjalan dan berenang. Setelah menghabiskan masa bercumbu, jantan melepaskan betina untuk beberapa lama (± 1 hari) untuk melepaskan cangkang lama yang disebut molting. Pada fase molting betina menghasilkan feromon untuk merangsang jantan agar mendekat dan kawin. Mekanisme kawin diawali dengan jantan membalikkan tubuh betina, sehingga abdomen betina menghadap ke atas. Kemudian jantan menusukkan gonopod yaitu sebagai alat bantu penis ke foramen pleopod betina yang disebut gonofor. Bersamaan dengan itu, jantan menyemprotkan spermatofor ke spermateka betina. Proses ini berlangsung 2,5 jam. Betina yang sudah kawin ditandai dengan garis hitam (blackened margin) di kedua sisi pelopod akibat tusukan dari gonopod jantan.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | Q Science > QH Natural history > QH301 Biology |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | ms Meiriza Paramita |
Date Deposited: | 12 May 2016 03:38 |
Last Modified: | 12 May 2016 03:38 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/8303 |
Actions (login required)
View Item |