HEPATITIS IMBAS OBAT PADA PENGGUNAAN ANTI T-B DI RSUD Dr ACHMADMOCHTAR BUKITTINGGI

ARDILLA, KEMALA DEWI (2013) HEPATITIS IMBAS OBAT PADA PENGGUNAAN ANTI T-B DI RSUD Dr ACHMADMOCHTAR BUKITTINGGI. Diploma thesis, UNIVERSITAS ANDALAS.

Text (SKRIPSI) 449.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (614kB)

Abstract

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama dalam kesehatan di dunia, dengan 8.5-9.2 juta kasus TB dan 1.3-1.6 juta kematian pada tahun 2010 (WHO, 2011). Diperkirakan jumlah kasus terbanyak terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%). Indonesia menempati urutan ke 4 dari 5 negara dengan jumlah kasus TB terbesar pada tahun 2010 yaitu India, China, Afrika Selatan, Indonesia, dan Pakistan (WHO, 2011). Di Indonesia, tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). World Health Organization menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) yang juga telah diterapkan di Indonesia. DOTS merupakan standar Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan regimen kemoterapi jangka pendek, dengan mengkombinasi Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (S) berselang hari selama 6-9 bulan secara berkelanjutan (WHO, 2002). Walaupun obat anti-TB secara efektif dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis, mereka diketahui dapat menginduksi efek yang tidak baik, seperti gangguan pada kulit, gastrointestinal, gangguan saraf, dan hepatotoksik (Burman dan Reves, 2001, Yee et al., 2003). Hepatotoksik merupakan efek utama yang tidak diinginkan dari induksi OAT yang penggunaannya dapat dibatasi (Bassey et al., 2005).

Actions (login required)

View Item