Yovan, Adhiyaksa (2020) POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA PASCA REFORMASI. Diploma thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version Download (112kB) | Preview |
|
|
Text (Bab I Pendahuluan)
Bab I.pdf - Published Version Download (275kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf - Published Version Download (169kB) | Preview |
|
|
Text (Bab IV Penutup)
Bab IV.pdf - Published Version Download (166kB) | Preview |
|
Text (Skripsi Full Text)
Skripsi Full.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
ABSTRAK Di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden memiliki relasi atau hubungan dalam pembentukan undang-undang (legislasi). Dengan memperhatikan ketentuan dalam UUD 1945 dan beberapa ketentuan hukum positif (yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan), maka dapat terlihat hubungan diantara lembaga-lembaga negara tersebut dalam proses pembentukan undang-undang, kendati kewenangan mengatur dan membuat aturan (regeling) pada dasarnya menjadi domain lembaga legislatif. Relasi dalam proses pembentukan undang-undang tersebut turut mempengaruhi politik hukum pembentukan undang-undang di Indonesia. Anehnya, relasi tersebut tidak mengarah kepada sistem pemerintahan presidensial yang secara konseptual linear dengan teori separation of powers yang bertumpu pada pemahaman separation of legislative (congressional) and executive (presidential) power. Baik UUD 1945 maupun ketentuan hukum positif lainnya menerjemahkan kekuasaan pembentukan undang-undang sebagai joint authority, sehingga tidak lagi merefleksikan garis kewenangan legislasi yang jelas diantara cabang kekuasaan eksekutif dan cabang kekuasaan legislatif. Secara historis-pun, juga terlihat bahwa kekuasaan legislasi selalu dipahami sebagai kekuasaan yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama oleh lembaga legislatif dan presiden. Disisi lain, reformasi ketatanegaraan malah melahirkan Dewan Perwakilan Daerah yang menjadi subordinat kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat. Dari desain konstitusional yang ada, tergambar bahwa Dewan Perwakilan Daerah hanya dijadikan auxiliary body yang memberikan suplai pikiran dan aspirasi kedaerahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembentukan undang-undang. Seluruh kondisi konstitusional tersebut menggambarkan bahwa Indonesia sudah jauh dari gagasan awal perubahan UUD 1945, yakni dalam rangka memurnikan sistem presidensial.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | S1 Ilmu Hukum |
Date Deposited: | 15 Jan 2021 08:15 |
Last Modified: | 15 Jan 2021 08:15 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/67818 |
Actions (login required)
View Item |