FADILLA, NELSA (2014) Pembuktian Tindak Pidana Terkait Perkara Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Dalam Masa Jabatannya Di Makamah Konstitusi. S2 thesis, Universitas Andalas.
![]() |
Text (Skripsi Full Teks)
HUKUM PASCASERJANA MAGISTER HUKUM 2014 NELSA FADILIA 1220112027 OK.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (39MB) |
Abstract
Hadirnya Mahkamah Konstitusi dengan segala kewenangan yang dimilikinya termasuk kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah sebagai bentuk konsekuensi logis dari adanya kesepakatan untuk mempertahankan sistem pemerintahan presidensil. Hal ini terlihat dengan disempurnakannya ciri-ciri sistem presidensil yaitu supremasi konstitusi yang mengutamakan prinsip demokrasi agar tidak lagi terjadi penyimpangan kekuasaan yang otoriter. Kewajiban MK dalam memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti yang diatur di dalam Pasal 24C ayat (2) tidak terlepas dari alasan pemberhentian itu sendiri yaitu seperti yang tertuang dalam Pasal 7A yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Adapun mekanisme utuh pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tertuang di dalam Pasal 7B. Di Indonesia berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Memutus Pendapat DPR mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Pasal 21 disebutkan bahwa: "Dalam hal hukum acara pemeriksaan memutus pendapat DPR belum diatur dalam peraturan ini, mutatis mutandis berlaku asas-asas hukum acara yang terkait, baik hukum acara pidana, perdata dan hukum acara tata usaha negara". Berdasarkan aturan ini maka dalam melakukan pembuktian tindak pidana terkait pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi menggunakan hukum acara pidana. Dalam perkara pidana, pembuktian selalu menjadi perkara yang penting dan krusial. Pembuktian memberikan landasan dan argumen yang kuat kepada penuntut umum untuk mengajukan tuntutan. Pembuktian dipandang sebagai sesuatu yang tidak memihak, objektif dan memberikan informasi kepada hakim untuk mengambil kesimpulan suatu kasus yang sedang disidangkan. Terlebih di dalam perkara pidana, pembuktian sangatlah esensial karena yang dicari dalam perkara pidana adalah kebenaran materil serta mengedepankan hak-hak yang melekat pada pelaku tindak pidana.
Item Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Supervisors: | Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.Н; Shinta Agustina, S.H., M.H |
Uncontrolled Keywords: | Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi, Pembuktian, Kesamaan Kedudukan di muka Hukum |
Subjects: | K Law > K Law (General) K Law > KZ Law of Nations |
Divisions: | Fakultas Hukum > S2 Hukum |
Depositing User: | Pustakawan Marne Dardanellen |
Date Deposited: | 22 Jul 2025 03:11 |
Last Modified: | 22 Jul 2025 03:11 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/500572 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |