Bagas, Al'kautsar (2024) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DENGAN MENGGUNAKAN BUKTI TIDAK LANGSUNG (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST). S2 thesis, Universitas Andalas.
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version Download (345kB) |
|
Text (Bab I Pendahuluan)
Bab I.pdf - Published Version Download (615kB) |
|
Text (Bab VI Penutup)
Bab VI.pdf - Published Version Download (297kB) |
|
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf - Published Version Download (296kB) |
|
Text (Tesis Full Text)
Tesis Full.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Bukti tidak langsung (circumstantial evidance) merupakan bukti yang tidak secara langsung menunjukkan bahwa terdakwa melakukan tindakan pidana, tetapi memungkinkan untuk menarik kesimpulan yang mendukung atau menentang fakta tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara langsung mengakui bukti tidak langsung, tetapi bukti ini diakui dalam doktrin hukum. Dalam Pasal 184 ayat (1) huruf d KUHAP disebutkan bahwa petunjuk merupakan alat bukti yang sah. Namun, Pasal 185 ayat (2) dan (3) KUHAP mengatur bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa tanpa didukung alat bukti lain yang sah. Bukti tidak langsung oleh para ahli dikategorikan dalam alat bukti petunjuk. Penelitian ini mengkaji penggunaan bukti tidak langsung dalam perkara pidana dengan fokus pada kasus Jessica Kumala Wongso dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi bagaimana pertimbangan hakim dalam menggunakan bukti tidak langsung, kedudukan pembuktian menggunakan bukti tidak langsung, dan pertanggungjawaban pidana dalam putusan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode studi kasus untuk mengeksplorasi bagaimana bukti tidak langsung dapat mempengaruhi keyakinan hakim dan proses penegakan hukum. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan bukti tidak langsung dapat mendukung pembuktian dalam kasus pidana, namun ketergantungan yang berlebihan pada bukti ini tanpa adanya bukti langsung yang kuat dapat menimbulkan risiko kesalahan yudisial. Dalam kasus Jessica Kumala Wongso, hakim menggunakan bukti tidak langsung untuk membuktikan elemen-elemen tindak pidana, namun tetap dibutuhkan standar pembuktian yang tinggi untuk memastikan keadilan.Kesalahan (mens rea) dan perbuatan (actus reus) harus dibuktikan dengan standar yang tinggi untuk memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar bersalah yang dihukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum, sistem peradilan pidana harus menetapkan standar pembuktian yang ketat dan mengadopsi pedoman yang jelas mengenai penggunaan bukti tidak langsung. Penggunaan teknologi, seperti rekaman CCTV, dan pelatihan intensif bagi hakim dalam menilai bukti tidak langsung juga direkomendasikan untuk memastikan proses peradilan yang adil dan transparan.
Item Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Supervisors: | Prof. Dr. Aria Zurnetti, S.H., M.Hun Prof. Dr. Ismansyah, S.H., M.H |
Uncontrolled Keywords: | Alat Bukti, Bukti tidak langsung, Pertanggungjawaban pidana, Pertimbangan Hakim. |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > S2 Hukum |
Depositing User: | s2 ilmu hukum |
Date Deposited: | 30 Oct 2024 04:27 |
Last Modified: | 30 Oct 2024 04:27 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/480843 |
Actions (login required)
View Item |