MEWUJUDKAN PASAL 33 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MELALUI GAGASAN REFORMULASI GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA

Wanda, Leksmana (2018) MEWUJUDKAN PASAL 33 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MELALUI GAGASAN REFORMULASI GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA. Diploma thesis, Universitas andalas.

[img]
Preview
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version

Download (218kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Bab I)
BAB I.pdf - Published Version

Download (403kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Bab IV)
BAB IV.pdf - Published Version

Download (293kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf - Published Version

Download (290kB) | Preview
[img] Text (Skripsi Full Text)
Skripsi Full.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

ABSTRAK Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) diawal 2016, merekomendasikan untuk perubahan (amendment) Kelima UUD 1945. Tujuannya untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ketika wacana tersebut digagas, beberapa kalangan akademisi hukum tata negara berpandangan, langkah tersebut akan mengembalikan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara dengan mengeluarkan Ketetapan MPR tentang GBHN. Berdasarkan hal itu, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul, MEWUJUDKAN PASAL 33 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MELALUI GAGASAN REFORMULASI GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan Undang-Undang, pendekatan historis, dan pendekatan perbandingan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dengan teknik pengumpulan data kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara filosofis, GBHN dan SPPN hanya berbeda dasar hukum penetapannya. GBHN ditetapkan dengan Ketetapan MPR, sementara SPPN ditetapkan dengan UU. GBHN yang ditetapkan pada masa orde baru karena menganut sistem pemerintahan parlementer, masa reformasi mengubah sistem pemerintahan parlementer menjadi sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan presidensial tidak membenarkan MPR menerbitkan Ketetapan MPR yang bersifat mengatur (regeling), melainkan hanya Ketetapan MPR yang bersifat keputusan (beschikking). Upaya itu tentu akan mengubah struktur ketatanegaraan Indonesia yang salah satunya terdapat dalam Pasal 24A dan 24C UUD 1945. Maka saran dari penulis yaitu apabila ingin mengembalikan kewenangan MPR menetapkan GBHN, maka ubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Namun jika tidak ingin mengubah sistem pemerintahan, maka upaya yang bisa dilakukan adalah menilai dan mempelajari kesinambungan (continuity) antara rencana pembangunan yang disusun oleh Bappenas, penyusunan RAPBN di Kementerian Keuangan, dan pembahasan RAPBN di DPR.

Item Type: Thesis (Diploma)
Primary Supervisor: Drs. Intizham Jamil, S.H., M.S.
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: S1 Ilmu Hukum
Date Deposited: 22 Oct 2018 11:29
Last Modified: 22 Oct 2018 11:29
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/39952

Actions (login required)

View Item View Item