PENGARUH THERAPEUTIC PEER PLAY TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG RAWAT ANAK RSUD PARIAMAN

RIZKA, SAUMI PUTRI (2015) PENGARUH THERAPEUTIC PEER PLAY TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG RAWAT ANAK RSUD PARIAMAN. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201507301738th_babikurvs.compressed.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Latar Belakang Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak, terutama anak usia sekolah sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi (Wong et all, 2009). Angka kesakitan anak usia sekolah meningkat dari 9,1 % menjadi 14,91 % berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 (Kaluas, Ismianto, Kundre, 2015). Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Respon emosi anak terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak. Pada anak usia sekolah respon terhadap dirinya seperti perpisahan, sakit pada tubuh dan respon emosinya adalah tingkah laku protes, bosan, kesepian, frustasi, menarik diri dan lain-lain (Hidayat, 2012). Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, selain itu, karena sifat dan peran pasien, banyak rutinitas rumah sakit yang mengambil kekuatan dan identitas individu, bagi anak usia sekolah, aktifitas ketergantungan seperti tirah baring yang di paksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya privasi dan yang lainnya dapat menjadi ancaman langsung bagi rasa aman 13 mereka. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak yaitu, cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong et all, 2009). Berkembangnya gangguan emosional jangka panjang dapat merupakan dampak dari hospitalisasi. Gangguan emosional tersebut terkait dengan lama dan jumlah masuk rumah sakit, dan jenis prosedur yang dijalani di rumah sakit. Hospitalisasi berulang dan lama rawat lebih dari 4 minggu dapat berakibat gangguan dimasa yang akan datang, salah satunya adalah gangguan perkembangan motorik kasar (Utami, 2013). Salah satu bentuk dari gangguan emosional tersebut adalah kecemasan, cemas adalah suatu respon emosional terhadap penilaian sesuatu yang dianggap membahayakan, dimana cemas sangat berkaitan dangan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan (Stuart & Sundeen, 1998). Anak usia sekolah yang mengalami kecemasan akibat hospitalisasi ditunjukan dengan kehilangan kontrol, kehilangan privasi dan kontrol fungsi tubuh, ketakutan pada hal yang menyakitkan dan prosedur infasif, dan ketakutan pada kematian. Kecemasan pada anak ini akan menyebabkan terganggunya tidur dan nafsu makan, dapat meyebabkan gangguan perkembangan dan dapat menunda proses pemulihan penyakit sehingga membuat hari rawatan menjadi lama (Sari & Sulisno, 2012). Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah pada anak, tetapi juga bagi orang tua. Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua, yaitu takut, rasa bersalah, stress dan cemas (Hallstrom dan Elander, 1997). Sebagai salah satu anggota tim kesehatan, perawat memegang posisi kunci 14 untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada disamping pasien selama 24 jam dan fokus asuhan adalah peningkatan kesehatan anak melalui pemberdayaan keluarga. Untuk itu berkaitan dengan upaya mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupun pada orang tua selama anaknya mengalami perawatan di rumah sakit, fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan stresor dan memaksimalkan manfaat hospitalisasi, Salah satu intervensi tersebut adalah membuatkan jadwal terapi, latihan, bermain dan aktivitas lainnya untuk menghadapi perubahan kebiasaan (Supartini, 2004). Salah satu Intervensi keperawatan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi adalah bermain, bermain adalah suatu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling efektif untuk menatalaksana stress. Karena sakit dan hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut menimbulkan stress yang berlebihan, maka anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress dan kecemasan tersebut, dengan bermain pada anak yang mengalami hospitalisasi dapat mendatangkan manfaat seperti menjauhkan anak dari ketakutan perpisahan, kehilangan pengendalian, dan cedera tubuh, mereka dapat bekerja dengan perasaan mereka tanpa ancaman, suasana yang nyaman dan sikap mereka yang paling alami (Wong dkk,2009). Pada anak usia sekolah kemampuan sosial semakin meningkat, mereka lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya, manfaat bermain pada anak usia sekoalah adalah mengembangkan kemampuannya untuk 15 bersaing secara sehat, bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditujukan (supartini, 2004). Bentuk permaianan yang lebih kompleks pada anak usia sekolah adalah berinteraksi dengan teman sebaya, karena dapat berperan terhadap pertumbuhan hubungan sosial, intelektual, dan keterampilan anak. Anak usia sekolah sangat tertarik dengan permainan papan atau kartu yang semakin rumit atau permainan monopoli dalam peningkatan keterampilan anak yang dimainkan dengan teman sebayanya (Wong et all, 2009). Permainan dengan teman sebaya pada anak usia sekolah hendaknya bersifat therapeutic. Bermain therapeutic adalah aktifitas khusus untuk mendukung perkembangan dan sebagai fasilitas pemulihan emosional pada anak yang mengalami hospitalisasi, perbedaan therapeutic play dengan play terapi adalah, pada therapeutic play permainan bersifat pemulihan dan membantu anak menghadapi situasi sulit seperti pangalaman di rumah sakit, sedangkan play terapi merupakan kebutuhan dasar dan psikologi anak untuk mengasosiasikan anak dengan dirinya dan dunianya (Koller, 2008). Permainan therapeutic dengan teman sebaya di sebut juga dengan therapeutic peer play. Therapeutic peer play merupakan bagian dari therapeutic play, namun lebih spesifik pada anak usia sekolah, sedangkan therapeutic play dapat dilakukan pada anak selain usia sekolah, therapeutic peer play merupakan salah satu bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk membantu anak usia sekolah menangani permasalahan kesehatan selama dirawat di rumah sakit (Sholikhah, 2011). Therapeutic peer play pada anak usia sekolah memberikan 16 sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang dihadapi dilingkungan rumah sakit (Wong dkk, 2009). Sholikah, 2011 dalam penelitiannya di Rumah Sakit Umum Bayumas, bahwa dalam penelitiannya menyatakan pemberian therapeutic peer play yang dilakukan dengan memberikan permainan pada anak dengan teman sebaya nya dengan permainan kartu, cerita bersambung, anatomi tubuh dan puzzle berpengaruh pada anak usia sekolah yang dirawat di ruang anak, di buktikan dampak terapi ini 66% efektif menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah yang dirawat di Rumah Sakit Bayumas. Rumah Sakit Umum Daerah pariaman adalah Rumah Sakit yang menpunyai motto memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi pasien, melalui upaya-upaya yang diusahakan menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman menjadi pilihan bagi masyarakat daerah Pariaman untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jumlah pasien anak di RSUD Pariaman periode Januari sampai dengan Maret 2015 sebanyak 149 anak, dan jumlah pasien anak usia sekolah adalah 43 anak. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada hari jum’at tanggal 10 April 2014 melalui wawancara dengan perawat ruangan mengatakan 3 dari 5 orang anak yang di rawat menolak dilakukan prosedur invasif seperti, tidak mau disuntik, infus, dan tindakan operasi karena anak mempersepsi tindakan tersebut sangat sakit dan tidak akan sembuh, sehingga ketika anak melihat perawat dan petugas kesehatan lainya anak merasa khawatir berkaitan dengan itu anak juga mengalami gangguan tidur, hal itu menyebabkan anak tidak ingin ditinggal oleh orang tua nya 17 sehingga anak tidak kooperatif terhadap perawatan rumah sakit, akibatnya menimbulkan kesulitan bagi dokter dan perawat dalam pemberian terapi, karena membutuhkan waktu untuk memberi pengertian pada anak agar dapat dilakukan tindakan, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan asuhan keperawatan secara psikososial yang dapat mengatasi masalah pada anak usia sekolah yang dirawat. Asuhan keperawatan psikososial pada anak usia sekolah yang dirawat di ruang rawat anak Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman belum optimal, pemberian terapi bermain untuk mengatasi kecemasan hanya di lakukan apabila hanya ada mahasiswa praktek saja, baik mahasiswa praktek kebidanan maupun keperawatan, terapi bermain cedenrung dilakukan pada anak usia 3-6 tahun saja, sehingga perlu upaya untuk mengoptimalkan agar kecemasan pada anak usia sekolah yang dirawat dapat diatasi. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh therapeutic peer play terhadap penurunan kecemasan pada anak usia sekolah yang dirawat di RSUD Pariaman.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: R Medicine > RT Nursing
Divisions: Fakultas Keperawatan
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 04 Feb 2016 07:32
Last Modified: 04 Feb 2016 07:32
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/396

Actions (login required)

View Item View Item