SRI, RAMADHANI SYARMA (2015) PERBEDAAN KADAR OXIDIZED LOW DENSITY LIPOPROTEIN SERUM PADA PENDERITA SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS DENGAN DAN TANPA ATEROSKLEROSIS. Masters thesis, Universitas Andalas.
Text (Tesis Full Text)
1179.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (960kB) |
Abstract
Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan produksi berbagai autoantibodi patogen dengan berbagai manifestasi klinis dan prognosis.1 Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan perbandingan wanita dan laki-laki antara 9-14:1. Prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk.2 Di Asia dengan prevalensi 30 per 100.000 penduduk.3 Penderita SLE di Indonesia diperkirakan sekitar 10.114 orang dengan rentang umur 15-45 tahun. 4 Meskipun telah banyak penelitian tentang patogenesis SLE, sampai saat ini belum jelas mekanisme pastinya. Terjadinya penyakit ini adalah akibat interaksi antara lingkungan, genetik dan hormonal sehingga menimbulkan kelainan imunologi. SLE ditandai oleh terjadinya penyimpangan sistem imun yang melibatkan sel T dan sel B, akibatnya terjadi aktivasi sel B, meningkatnya jumlah sel yang menghasilkan antibodi, hipergammaglobulinemia, dan terbentuknya kompleks imun. Aktivasi sel B poliklonal tersebut akan membentuk antibodi yang tidak spesifik yang dapat bereaksi terhadap berbagai jenis antigen termasuk antigen tubuh sendiri. Pada pasien SLE juga ditemukan defek pada produksi sitokin, meningkatnya apoptosis pada SLE, terbentuknya antigen intraseluler yang dapat merangsang respon autoimun dan berpartisipasi dalam pembentukan komplek imun.1 Morbiditas dan mortalitas pasien SLE masih tinggi. Angka kematian penderita SLE hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.5 Pada tahun 1950-an angka harapan hidup 5 tahun pasien SLE masih kurang dari 50%, penelitian oleh Funauchi et al tahun 2007 menemukan angka survival lebih 90%.6 Namun di Indonesia, angka harapan hidup pada penderita SLE masih cukup rendah yaitu 70%.7 Meningkatnya angka harapan hidup penderita, menyebabkan munculnya komplikasi jangka panjang seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Lesi vaskuler subklinis terbentuk lama sebelum gejala klinis menjadi jelas, dan perkembangan aterosklerosis lebih progresif dibandingkan populasi umum.8 Penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi pada SLE. Dua puncak kematian pada SLE digambarkan oleh Urowitz et al yaitu puncak awal kematian terjadi pada 3 tahun pertama setelah diagnosis SLE yang berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi (termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa) serta puncak kedua terjadi 4-20 tahun setelah diagnosis SLE, di mana penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian.9 Systemic lupus eritematosus adalah penyakit inflamasi kronik yang disebabkan disregulasi imun yang cenderung mengenai usia muda.10 Petri dkk dalam penelitian kohortnya mendapatkan penyakit kardiovaskuler pada SLE terjadi pada usia rata-rata 38,3 tahun, suatu kelompok yang biasanya bebas dari aterosklerosis.11Risiko aterosklerosis meningkat menjadi 4-8 kali lebih tinggi daripada populasi normal.12 Urowitz et al(2007) dalam penelitian kohortnya melaporkan prevalensi aterosklerosis sebesar 11%,.13 Aterosklerosis adalah suatu proses patologis yang mengenai dinding arteri, yang ditandai oleh akumulasi partikel lipid dan sel sistim imun di daerah subendotelial, dan berujung pada penyempitan lumen arteri dan trombosis.14 Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, gagal jantung, dan klaudikasio.10 Belum diketahui penyebab pasti aterosklerosis yang terjadi prematur pada pasien SLE. Penelitian kohort telah menyimpulkan bahwa faktor risiko tradisional penyakit kardiovaskuler tidak dapat menerangkan peningkatan insiden kardiovaskuler pada pasien SLE. Faktor tersebut adalah umur, dislipidemia, merokok, diabetes melitus, dan hipertensi. Diduga bahwa kejadian kardiovaskuler pada SLE dihubungkan dengan faktor spesifik oleh SLE itu sendiri.10Diantaranya, oxidized low-density lipoprotein (OxLDL ) yang memainkan peran sentral dalam inisiasi dan perkembangan aterosklerosis.16 Terdapat persamaan yang menarik antara patogenesis SLE dan aterosklerosis yaitu adanya inflamasi di lokasi pembuluh darah yang cedera ditandai dengan adanya mediator inflamasi seluler pada SLE dan merupakan kunci meluasnya lesi aterosklerosis. Inflamasi merupakan hal mendasar untuk semua tahapan plak aterosklerosis. 17 Inflamasi kronisyang terjadi pada SLE menyebabkan peningkatan stres oksidatif. Pada keadaan stres oksidatif, nitrit oksida (NO) akan bereaksi dengan superoksida membentuk anion peroxynitrite (ONOO2) yang kemudian terurai menjadi radikal hidroksi (OH) dan mengoksidasi LDL sehingga terbentuklah OxLDL.18 Pada SLE, akibat aktivasi sel B maka akan diproduksilah autoantibodi terhadap antigen yang berasal dari tubuh sendiri dan diantaranya terdapat antibodi antipospolipid yang berhubungan erat dengan timbulnya penyakit kardiovaskuler. Antibodi anti beta2 glikoprotein1 (beta2GPI) merupakan antibodi antipospolipid utama yang berperan paada patogenesis aterosklerosis. Antibodi anti beta2-glycoprotein I akan bereaksi silang dengan antibodi anti OxLDL membentuk antibodi anti komplek OxLDL -beta2GPI. Selanjutnya, OxLDL serum bersama sama dengan antibodi anti komplek OxLDL-beta2GPIdan sitokin proinflamasi akan menyebabkan disfungsi endotel.19 Pada tahapan selanjutnya, pembuluh darah akan meningkatkan respon inflamasi dengan meningkatkan adhesi monosit ke endotel sehingga berbagai komponen seperti low density lipoprotein (LDL), OxLDL dan monosit bermigrasi menuju intima. Oksidasi LDL selanjutnya dikatalisasi oleh sel inflamasi pada tunika intima sehinggaOxLDL akan diserap oleh monosit membentuk sel busa(foam sel).19 Sel busa selanjutnya memproduksi faktor pertumbuhan, sitokin, kemokin dan metalloproteinase. Protein-protein ini mendegrasi lapisan media arteri dan menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah, fibroblast dan pembentukan plak, yang menyebabkan penyempitan dinding arteri. Dengan proses inflamasi yang berlanjut ini, maka fatty streak berkembang menjadi plak fibrosa yang dapat pecah dan berujung pada kematian iskemik17 OxLDL adalah kunci dimulai dan berkembangnya aterosklerosis. LDL native tidak bersifat aterogenik, namun jika LDL telah teroksidasi maka ia dapat ditangkap oleh makrofag melalui reseptor „scavenger‟ dan selanjutnya berkembang menjadi foam sel.20 Ishak dkk (2013)membuktikan bahwa lipid teroksidasi serta produk yang berasal dari dekomposisinya memiliki sifat biologis yang merusak. Pada penelitian dengan hewan coba didapatkan peran proaterogenik OxLDL serum melalui mekanisme kemotaktik, stimulasi sel-sel otot polos karena Ox-LDL merupakan mitogen yang kuat untuk sel-sel otot polos, dan apoptosis. OxLDLadalah kunci utama dalam inisiasi dan perkembangan aterosklerosis.21 Tingginya kadar OxLDL serumberkorelasi dengan peningkatan risiko infark miokard, bahkan setelah dilakukan penyesuaian kolesterol LDL dan lainnya.22 Pengamatan secara langsungOxLDL pada dinding pembuluh darah merupakan pengukuran yang ideal untuk mengetahui aterosklerosis, namun pemeriksaan ini tidak lazim pada manusia.24 Sejak tahun 1990-an, beberapa tes OxLDL serum telah dikembangkan berdasarkan antibodi monoklonal. Antibodi ini bisa mengikat epitop oksidasi-secara spesifik seperti pada enzyme-linked uji immunoabsorbentassay (ELISA) yang mengukur kadar plasma OxLDL serum secara komersial.25Banyak studi klinis telah membuktikan hubungan yang kuat antara peningkatan OxLDL serum dengan penyakit kardiovaskular. OxLDLberedar antarajaringandanplasmadantidak hanyamenumpukpada lesi/plak, tetapi kadarnya berada dalam kondisi seimbangdijaringandan sirkulasi.26 Sejumlah penelitian baru-baru ini telah menetapkan bahwa OxLDL serum merupakan penanda/marker penyakit kardiovaskular. Peningkatan OxLDL serum berkorelasi dengan keberadaan penyakit kardiovaskuler dan menunjukkan bahwa OxLDL serum adalah penanda prognostik potensial kejadian kardiovaskuler.22 Wang et al(2010) dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan kadar OxLDL pada serum penderita SLE dibandingkan kontrol sehat yaitu 143.40 ± 65.36 mg/L vs 65.77 ± 26.19 mg/L. Disimpulkan bahwa OxLDL serum merupakan faktor risiko terpenting dalam memprediksi aterosklerosis secara dini.27 Penelitian Hamada et al(2014) terhadap 60 pasien SLE, mendapatkan peningkatan secara bermakna nilai OxLDL serum pada penderita SLE dan penderita SLE yang mempunyai plak (1,84 ±0.76 mg/dL) dibandingkan penderita yang tidak terdapat plak (1,13 ±0.71 mg/dL).20 Sesuai dengan konsep ini, bahwa kejadian aterosklerosis pada SLE terjadi lebih dini yang dikaitkan dengan meningkatnya peranoxidized- LDL(OxLDL serum) yang merupakan cikal bakalterjadinya aterosklerosis maka penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar OxLDL serum pada penderita SLE yang mengalami aterosklerosis dengan tanpa aterosklerosis.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) |
Divisions: | Pascasarjana Tesis |
Depositing User: | Mr Azi Rahman |
Date Deposited: | 03 Mar 2016 09:31 |
Last Modified: | 03 Mar 2016 09:31 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/3265 |
Actions (login required)
View Item |