ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

MUHAMMAD, IRSYAD (2015) ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Full Text)
1115.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (943kB)

Abstract

Kemiskinan merupakan kondisi absolut dan relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan minimumnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural. Seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang tersebut untuk memenuhi tata nilai dalam masyarakat, sedangkan tata nilai itu sangat dinamis (Nugroho dan Dahuri, 2004). Menurut Midgley (2004) menyatakan kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam masyarakat. Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, dan telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2 Milyar penduduk dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari 1 (satu) dolar perhari (Todaro, 2011). Tiga ciri utama Negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk yang buta huruf dan tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja 2 yang produktif dan yang ketiga adalah penduduk yang terkosentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah using dan ketinggalan zaman (Jhinghan, 2012). Indonesia sebagai Negara Berkembang tidak lepas dari masalah kemiskinan. Berdasarkan data Bank dunia (2004), jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20%, tetapi telah mencapai 60% dari penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa. Hal ini di tandai karena ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat, serta infrastruktur yang belum di manfaatkan oleh masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya. Selain itu, masalah kemiskinan juga bersifat multidimensional karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, tetapi juga kerentanan dan kerawanan untuk menjadi miskin, kegagalan dalam pemenuhan hak dasar, dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat (Agussalim, 2009). Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pembangunan nasional adalah salah satu upaya untuk menjadi tujuan masyarakat adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai kegiatan pembangunan telah diarahkan kepada pembangunan daerah khususnya daerah yang relatif mempunyai kemiskinan yang terus naik dari tahun ke tahun. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan akar dan sasaran pembangunan nasional yang telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka pendek. Oleh karena itu, salah satu 3 indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrument pembangunan. Hal ini berarti salah satu kriteria utama pemilihan sektor titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin (Simatupang dan Saktyanu, 2003). Kemiskinan bukan hanya menjadi masalah pokok dan tanggung jawab pemerintah pusat, terlebih setelah dilaksanakannya otonomi daerah dimana setiap daerah diberi kewenangan dalam mengatur daerahnya masing-masing sehingga kemiskinan sekarang juga menjadi tanggung jawab utama pemerintah daerah. Permasalah di Sumatera Barat tidak jauh berbeda dengan pemerintah pusat yaitu tingginya angka kemiskinan. Berdasarkan data dari BPS Sumatera Barat (2008) persentase kemiskinan pada tahun 2002 sebesar 11,6 %, lalu di tahun 2005 turun menjadi 10,9 % dan meningkat di tahun 2006 menjadi 12,5 % kemudian di tahun 2008 kembali turun menjadi 10,57 %. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa persentase kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi dan penanggulangannya pun tidaklah mudah. 4 Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Barat yang memiliki permasalahan tentang kemiskinan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (dalam Tambunan) persentase kemiskinan Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2002 sampai tahun 2013 mempunyai pertumbuhan kemiskinan rata-rata sebesar -0,02%. Pada tahun 2003 persentase kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 0,01% berarti angka tersebut menunjukkan terjadinya kenaikkan angka kemiskinan di daerah tersebut, pada tahun 2008 persentase kemiskinan sebesar -0,25% yang berarti angka tersebut menunjukkan terjadinya penurunan jumlah kemiskinan. Sedangkan pada tahun 2010 pesentase kemiskinan 0,17% yang berarti terjadi kenaikkan kemiskinan dan pada tahun 2013 persentase kemiskinan -0,06% yang berarti terjadi penurunan tingkat kemiskinan. Meskipun dari tahun 2002-2013 menunjukkan persentase kemiskinan cendrung menurun, namun pada tahun 2005, 2006, dan 2010 terjadi kenaikan persentase kemiskinan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Pengangguran. Salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia dan mengurangi tingkat pengangguran. Menurut Siregar dan Wahyuniarti (2006) pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, peran Pemerintah sangat besar dalam memberikan kontribusi dengan suatu kebijakan untuk mengalokasi pengeluran dengan memprioritaskan sektor unggulan (Yulianita dalam Pratiwi, 2014). Menurut 5 asumsi cateris paribus jika Pertumbuhan Ekonomi meningkat sebesar 1% maka akan mengurangi tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2002-2013 cendrung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya sebesar 5,96%. Akan tetapi pada tahun 2009 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,45% sedangkan kemiskinan pada tahun 2010 menunjukkan 0,17% yang berarti terjadi kenaikkan tingkat kemiskinan. Napitupulu (2007), IPM adalah salah satu tolok ukur pembangunan suatu wilayah yang berkorelasi negatif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut, karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat yang tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi maka seharusnya kemiskinan rendah. Menurut asumsi cateris paribus jika ipm meningkat sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat kemiskinan. IPM di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2002-2013 cendrung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya sebesar 69,65%. Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang menyebutkan jika IPM yang berada di daerah tersebut cendrung naik juga mengurangi tingkat kemiskinan. Meskipun tingkat kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota menunjukkan tren menurun, akan tetapi pada tahun tertentu tinggkat kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2002-2013 mengalami berfluktuasi. Sukirno (2012) Pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Menurut asumsi cateris paribus jika Pengangguran meningkat sebesar 1% maka 6 akan mengurangi tingkat kemiskinan. Pengangguran di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2002-2013 cendrung berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya sebesar 0,20%. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Maka dari itu pengangguran dari tahun 2002 sampai tahun 2013 diperkirakan mempunyai dampak terhadap kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh, Pertumbuhan Ekonomi, IPM, dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HB Economic Theory
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: Mr Azi Rahman
Date Deposited: 03 Mar 2016 03:16
Last Modified: 03 Mar 2016 03:16
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/3119

Actions (login required)

View Item View Item