BRAM, MOHAMMAD YASSER (2013) PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MELAKUKAN PENERTIBAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR RAYA KOTA PADANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
380.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (378kB) |
Abstract
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara hukum, terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental, Negara Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan konstitusinya pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Asas legalitas ini digunakan dalam hukum administrasi Negara yang memiliki makna, “dat het bestuur aan de wet is onderwope” (bahwa pemerintah tunduk pada undang-undang).1 Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi, dan dimana dalam mengurus pemerintahannya, Negara Kesatuan Indonesia membagi pemerintahan menjadi dua, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mengenai pemerintahan daerah negara telah mengatur materi dan otorisasinya yakni dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi ; 1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 1 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali pers. 2008. Hlm 12. 4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. 5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. 6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ditujukan kepada pemerintah daerah. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. 2 2 http://id.wikipedia.org/wiki/ Pemerintahan_daerah_di_Indonesia Pemerintah atau administrator negara merupakan subjek hukum sebagai drager van de rechten en plichten atau pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subjek hukum lainnya melakukan berbagai tindakan, baik tindakan nyata atau tindakan hukum. Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum. 3 Sedangkan tindakan hukum menurut R.J.H.M Huisman adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya yang dapat menimbulkan akibat hukum tertentu. Tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban. Tindakan hukum administrasi merupakan suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ organisasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi. Akibat hukum yang lahir dari tindakan hukum adalah akibat-akibat yang memiliki relevansi dengan hukum. Tindakan hukum administrasi dapat mengikat warga negara tanpa memerlukan persetujuan dari warga negara yang bersangkutan. Muchsan meyebutkan usur-unsur tindakan hukum pemerintahan sebagai berikut:4 1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; 2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah; 3 Ibid. 4 Ibid. 3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; 4. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Pada prinsipnya, tindakan hukum administrasi hanya dapat dilakukan dalam hal dengan cara yang telah diatur dan diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan tindakan hukum administratif oleh pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan dengan cara yang telah diatur dan diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan, harus berdasarkan kriteria eksternalistas, akuntabilitas dan efisiensi, tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah pusat saja, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah bertugas untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah, dewan perwkilan rakyat daerah dan juga aparatur pemerintah daerah. Salah satu tugas pemerintah daerah yakni penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindugan masyarakat, untuk mencapai tujuan dari tugas pemerintah daerah tersebut dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat dilakukan oleh aparatur daerah yang diberikan mandat oleh kepala daerah sesuai dengan prinsip otonomi daerah melalui asas dekonsentrasi. Satuan Polisi Pamong Praja yang merupakan salah satu aparatur pemerintah daerah yang memiliki tugas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Pasal 4 dimana dikatakan bahwa “Satuan polisi Pamong Praja mempunyai tugas menegakkan Peraturan daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat”. Dalam Pasal 5 menegaskan bahwa: “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi: a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; b. pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah; d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat; e. pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya; f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; dan g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.” Dalam Pasal 6 disebutkan juga bahwa: “Polisi Pamong Praja berwenang: a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah; b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat; d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah; dan e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah.” Mengenai kewenangan Polisi Pamong Praja yakni dapat melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah adalah sangat vital untuk dilaksanakan. Oleh karena banyaknya ditemukan pelanggaran terhadap peraturan daerah. Salah satunya yakni permasalahan tentang pedagang kaki lima di pasar raya kota Padang yang menggunakan fasilitas umum untuk berjualan yang dimana secara garis besar kesulitan yang dihadapi pedagang kaki lima berkisar antara peraturan pemerintah mengenai penataan pedagang kaki lima belum bersifat membangun/konstruktif, sehingga terjadinya kesembrawutan terhadap ketertiban umum yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yang menggunakan fasilitas umum untuk berjualan. Pedagang kaki lima merupakan salah satu sumber panghasilan utama di Indonesia khususnya di kota padang yang membantu pertumbuhan ekonomi Negara dan masyarakat, namun juga merupakan penyandang masalah sosial yang permanen dan tidak akan pernah selesai. Aksi kericuhan dengan pemerintah pasti melibatkan Pedagang Kaki Lima. Menurut Pasal 1 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 mengatakan bahwa “Pedagang Kaki Lima adalah orang atau perorangan yang ada dalam usahanya menggunakan sarana dan prasarana atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang baik yang menetap maupun tidak, menggunakan sebahagian atau seluruhnya tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan”. Sebenarnya Peraturan daerah sudah menyediakan tempat untuk para Pedagang Kaki Lima, namun banyak juga yang melanggar aturan dalam berjualan karena setiap jalan memiliki aturan yang harus dipatuhi. Namun pemerintah kota Padang memberi sedikit kelonggaran mengingat adanya musibah gempa yang menyebabkan masyarakat kehilangan pekerjaan dan akhirnya memilih untuk berjualan atau berdagang seadanya di pasar. Dulu semua pedagang kaki lima memiliki izin dan terdata di dalam dinas pasar, tapi setelah gempa banyak pedagang baru yang mengais rezeki dengan berdagang dan hal ini menyebabkan jalan menjadi macet dan penuh. Namun meskipun mereka tidak memiliki identitas resmi (terdata) tapi dinas pasar memberi izin untuk mereka bisa berjualan. Sebenarnya pedagang kaki lima itu boleh berada di lingkungan pasar dan ditempatkan di sebuah wilayah yang tidak terlalu dekat dengan jalan. Karena setiap jalan memiliki fungsi dan klasifikasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, seperti kelas I yang merupakan sebagai lintas sumatera, kelas II jalan besar kota dan kelas III yang disebut dengan jalan Provinsi. Nah, jalan kelas III atau jalan provinsi memiliki aturan tersendiri yang harus dipatuhi. Seperti yang kita lihat pada jalan yang berada di sebelah Matahari lama sampai Permindo, itu adalah jalan kelas provinsi yang mana pedagang sebenarnya tidak boleh berjualan karena akan menyebabkan macet dan penuh. Tapi pemerintah mengizinkan mereka berjualan karena mereka beralasan tidak memiliki perkejaan karena gempa. Pedagang kaki lima juga memiliki jam-jam tertentu dalam berjualan. Biasanya pedagang kaki lima berjualan dari pagi hingga sore dan barangnya habis terjual hari itu juga. Banyaknya pedagang yang berjualan di pasar karena disitulah pusat tempat masyarakat ramai berjalan dan membeli, namun jalan semakin sempit, sedangkan pasar itu sendiri tidak memiliki perkembangan sama sekali sehingga macet dimana-mana. Pedagang kaki lima memiliki tata tertib dalam Peraturan Daerah Kota padang Nomor 11 Tahun 2005 Pasal 8 yang menegaskan: a. Pedagang Kaki Lima dilarang membuka usaha dan berjualan di luar tempat khusus diperuntukkan untuk itu. b. Pedagang Kaki Lima dilarang meninggalkan gerobak, meja, kursi dan peralatan berdagang lainnya di tempat berjualan setelah selesai berdagang. c. Tempat khusus sebagaimana dimaksud ayat 1 pasal ini ditetapkan oleh walikota. Sebenarnya Pedagang Kaki Lima yang terdata memilki banyak keuntungan nantinya. Karena apabila ada bantuan dari Dinas Pasar Raya, maka yang berhak dapat adalah pedagang kaki lima. Namun banyak Pedagang Kaki Lima yang takut untuk didata oleh Dinas Pasar, karena mereka selalu beranggapan bahwa tempat dagangan mereka akan digusur. Pola pikir masyarakat membuat semuanya menjadi rumit dan salah paham, sehingga terjadi banyak demo dan masalah di tengah pasar. Sebenarnya Pedagang Kaki Lima yang selalu kena gusur itu adalah Pedagang Kaki Lima yang tidak selalu menetap disana, kadang mereka berjualan dan kadang tidak, sehingga dinas pasar menjadi kesulitan dalam mendata mereka. Sebab di pasar tidak hanya ada Dinas Pasar, tapi juga ada Sat Pol PP dan DLLAJ, Sat Pol PP yang menertibkan membuat Pedagang Kaki Lima merasa tergusur, padahal kalau mereka terdata, hal itu tidak akan terjadi. Sebenarnya Pedagang Kaki Lima sudah diberikan tempat untuk berjualan oleh pemerintah kota Padang, namun masih ada juga yang melanggar ketentuan tersebut. Saat ini Pemerintah daerah sudah menyediakan ruko-ruko kecil untuk para Pedagang Kaki Lima dan dalam waktu dekat akan diresmikan. Ruko-ruko itu berada di dekat imam bonjol, lapangan upacara dan lapangan Matahari. Dulu sudah ada yang berjualan di sana, namun banyak yang pindah dan lebih memilih berjualan di belakang padang teater. Pedagang Kaki Lima yang terdata hanya membayar uang operasional kebersihan dan dan tidak ada dipungut biaya lainnya, tapi banyak yang tidak mau di data dan memilih untuk berdagang tanpa izin, yang dimana pedagang kaki lima beranggapan prosedur pendataan, permohonan izin itu susah dan akan membuat rumit mereka dalam melakukan ushaanya, akan tetapi sebenarnya pedagang kaki lima yang tidak mendaftarkan diri (terdata) dan usahanya tersebut, telah melakukan pelanggaran peraturan daerah mengenai ketertiban umum sehingga tidak terciptanya ketertiban umum yang harmonis, indah, aman, tentram dan damai. Dari rumusan masalah di atas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji proposal ini dengan judul: “PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MELAKUKAN PENERTIBAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR RAYA KOTA PADANG.”
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 02 Mar 2016 04:43 |
Last Modified: | 02 Mar 2016 04:43 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2999 |
Actions (login required)
View Item |