FUNGSI BADAN MUSYAWARAH (BAMUS) NAGARI MANINJAU KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM DALAM MEMBENTUK PERATURAN NAGARI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ANDHI, MAHA PUTRA (2013) FUNGSI BADAN MUSYAWARAH (BAMUS) NAGARI MANINJAU KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM DALAM MEMBENTUK PERATURAN NAGARI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
371.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (445kB)

Abstract

Perkembangan politik di Indonesia senantiasa mengalami kemajuan dari orde lama sampai sekarang. Kebijakan politik maupun pemerintah orde lama lebih menekanan pada keleluasaan sentralisasi, dimana semua urusan diserahkan sepenuhnya ke pusat. Hal ini tentunya belum sepenuhnya terdapat otonomi daerah, Baik di tingkat Desa sampai tingkat Provinsi. Masing-masing daerah sepenuhnya disetir oleh Pemerintah. Di tingkat Desa misalnya, kebijakan–kebijakan Pemerintah melalui Perangkat Desa merupakan kebijakan atasanya mulai dari Camat, Bupati, Gubenur, sampai ke Pusat, sehingga Perangkat Desa belum memaksimalkan keadaan Desa yang dipimpinnya. Seiring dengan reformasi total mulai tahun 1998 pada semua bidang yang sekarang dilakukan adalah berasal dari niat dan komitmen, seluruh kekuatan rakyat untuk tetap percaya bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konsitusi, Selain itu juga dituntut kemampuan seluruh lembaga Negara,lembaga Pemerintah, dan Rakyat, untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan konsitusi itu secara tepat dan kesediaan semua pihak untuk menjalankannya. Munculnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (otonomi) dipandang sebagai bagian dari proses besar demokratisasi. Suatu otonomi bukan final, melainkan langkah awal, dengan demikian isi dan realisasi isi 3 dari otonomi menjadi sangat penting. Transisi Indonesia menuju demokrasi dari pemerintah otoriter menjadi peristiwa politik paling dramatis pada akhir abad ke 20. Meski kadang-kadang menyakitkan, transisi telah mengembalikan Indonesia kepada kebebasan yang sudah tak terlihat di Negeri ini sejak eksperimen demokrasi yang berusia pada 1950-an. Kelahiran kebijakan pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Pemerintah Daerah membawa sebuah harapan baru bagi perjalanan bangsa ini ke masa depan. Hal ini sangatlah wajar karena kebijakan sebelumnya yang notabene melahirkan sebuah kenyataan politis yakni adanya sentralisasi di hampir segala bidang telah membawa dampak yang begitu besar dengan multi krisis sebagai akhir episode sebuah rezim. Kenyataan masa lalu memberitahu kepada kita semua satu hal, namun berimplikasi pada sebuah multiplier effect yakni adanya kooptasi penguasa yang begitu membelenggu baik dari tingkat desa, sampai kepada individu-individu rakyat dalam masyarakat. Karena itu, Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain menyatakan bahwa: “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,dengan bentuk dan susunan pemerintahnya ditetapkan dengan Undang-Undang.” Tahun 1945 Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah menurut azas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya Kesejahteraan 4 masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi, luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jiwa otonomi daerah sebenarnya adalah untuk membangun kemandirian daerah itu sendiri sekaligus meningkatkan kualitas demokrasi di tingkat lokal. Kinerja demokrasi dapat diukur melalui sejauh mana produk kebijakan-kebijakan yang ada dapat menumbuhkan prakarsa masyarakat dan bukan sebuah ketergantungan. Penting disadari bahwa dalam kebijakan otonomi daerah, termuat pula segi mendasar yakni otonomi daerah yang bisa dikatakan sebagai sari pati dari otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Permusyawaratan yang dulunya Lembaga Musyawarah Desa (LKMD) yang berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota Badan Permusyawaratan adalah wakil dari penduduk Desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara 5 musyawarah dan mufakat. Badan Permusyawaratan Merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa yang anggotanya terdiri dari tokoh masyarakat, RT, RW yang dipilih oleh rakyat. Kepala Desa dan Perangkat Desa tidak boleh menjadi anggota maupun ketua BPRN, sehingga Kepala Desa tidak mempunyai peran penting bahkan Kepala Desa diawasi oleh BPD, sedangkan LMD seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 yang mengatur tentang LMD dimana pengurus LMD terdiri dari Perangkat Desa tokoh masyarakat, dan ketuanya adalah Kepala Desa sehingga tampak Kepala desa mempunyai peranan penting di Desa atau otonom. Namun apakah Badan Musyawarah Nagari (BAMUS NAGARI) yang dibentuk tersebut dalam realisasinya sudah dapat mengontrol Pemerintah Desa dan sebaliknya apakah Pemerintah Desa dengan system pemerintah yang baru ini juga sudah siap untuk dikontrol oleh rakyat melalui badan tersebut? Disinilah partisipasi rakyat melalui Badan Musyawarah Nagari (BAMUS NAGARI) ini akan terlihat, karena lewat Badan Musyawarah Nagari (BAMUS NAGARI) ini masyarakat dapat ikut menentukan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desanya dengan fungsi legislasi dan kontrol yang dimiliki. Di Kenagarian Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam khususnya, terjadi gejolak tuntutan reformasi yang berkaitan dengan jajaran Pemerintah Daerah yaitu Nagari Maninjau Kabupaten Agam dan pemberdayaan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah Nagari Maninjau Kabupaten Agam,tuntutan 6 reformasi tersebut adalah bahwa sudah waktunya Nagari Maninjau Kabupaten Agam melaksanakan otonomi daerah yang luas, prinsip Penyelenggara Pemerintah Daerah Nagari Maninjau Kabupaten Agam dan perubahan sistem pemerintah daerah. Dalam sistem pemerintah daerah pada saat ini pemerintah telah memberikan kepada masyarakat peluang untuk lebih biasa kreatif dan bijaksana dalam membangun Nagari mereka sendiri, dan kita sadar di Minang Kabau ini dahulunya telah mempunyai sistem pemerintahan dikenal dengan pemerintahan nagari. Dalam menjalankan pemerintah nagari yang dipimpin oleh seseorang yang dinamakan Wali Nagari dan dipilih langsung oleh masyarakat nagari juga Wali Nagari inilah dalam menjalankan tugas sehari-harinya dibantu dengan beberapa staf atau kaur, lembagalembaga yang sesuai dengan kesepakatan dari musyawarah masyarakat Nagari tersebut. Lembaga-lembaga yang telah disepakati itu adalah1 : 1. Pemerintah Nagari yang dipimpin oleh seorang Wali Nagari dan dibantu dengan beberapa staf atau kaur, juga beberapa jorong yang dipimpin oleh Kepala Jorong. 2. Badan Musyawarah Nagari (BAMUS) Badan perwakilan anak nagari merupakan suatu lembagaperwakilan dari beberapa unsur yang terdapat tatanan sosial di nagari yaitu : Ninik mamak, 1 Audrey Kahin, Dari Pemberontakan ke Integrasi : Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998 .Yayasan Obor Indonesia.2005, Hlm 35 7 Alim ulama, Cadiak pandai, Rang mudo. Lembaga-lembaga ini telah mewakili tiap unsur yang ada berada dalam suatu nagari dan nantinya lembaga ini akan meneruskan keinginan dari masyarakat sesuai dengan golongan mereka masing-masing. 3. Bundo Kanduang Bundo kanduang adalah suatu organisasi kaum wanita yang berada dalam nagari tersebut,bundo kanduang dalam sistem adat minang kabau adalah kaum ibu yang sangat dihargai dan dihormati jati dirinya.Keberadaan bundo kanduang di lembaga pemerintahan nagari sangat mendukung sakali agar nantiknya roda pemerintahan yang dijalankan oleh wali nagari mewakili segala kepentingan –kepentingan masyarakat nagari. 4. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari (LPMN) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari berperan dalam pemberdayaan masyarakat nagari dan memperhatikan eksistensi dalam beberapa kegiatan melalui koordinasi dengan Wali Nagari. Setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, di Sumatera Barat dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang pokok pemerintah Nagari. Kemudian Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dicabut menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 8 Tentang Pemerintah Daerah sehingga di Sumatera Barat dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pokok Pemerintah Nagari. Pada Perda ini terdapat pengaturan mengenai Wali Nagari, dimana Wali Nagari merupakan pimpinan Pemerintah Nagari yang menjalankan Pemerintah di Nagari dan bertanggung jawab kepada Bupati. Seiring dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Nagari ini dalam menjalankan tugas sebagai Kepala Pemerintah, Wali Nagari beserta Perangkat nagari dan Bamus tidak berperan secara penuh, hal ini disebabkan pembagian tugas yang kurang terkoordinasi oleh Perangkat Nagari bersama-sama dengan Bamus dan Wali Nagari. Fungsi Badan Musyawarah Nagari (BAMUS NAGARI) pada Nagari Maninjau Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam adalah sebagai pendamping Wali Nagari dalam menyerap aspirasi rakyat, tetapi dalam pelaksanaan penerapan tugas dan wewenangnya, Badan Musyawarah Nagari (BAMUS NAGARI) pada Nagari Maninjau Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam masih terjadi tumpang tindih kepentingan, sedang aturan mengenai Pemerintah Nagari Kabupaten Agam telah diatur dalam Peraturan Daerah yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pemerintah Nagari. Pada dasarnya Wali Nagari beserta Badan Musyawarah Nagari ( BAMUS NAGARI) sebagai Pejabat Pemerintah di Nagari 9 harus dapat menjalankan tugasnya dengan baik untuk membina dan memakmurkan masyarakat yang berada dibawah kepemimpinannya.2 Dalam mencapai daya guna dan hasil guna pelaksanaan tugas, maka Wali nagari beserta perangkat menyelenggarakan urusan pemerintah umum di Nagarinya dan yang perlu diperhatikan adalah manusia yang akan menentukan berhasilnya pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Untuk menjadi manusia yang berkualitas yang mampu menjawab tantangan zaman, maka perlu bagi BAMUS sebagai Kepala Pemerintah di Nagari untuk menghadapi globalisasi. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan maka Peraturan Nagari ini tidak mempunyai kedudukan dalam tata urutan Peraturan Perundang-Undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun kedudukan Peraturan Nagari tidak memiliki kedudukan dalam tata urutan Peraturan Perundang-Undangan, bukan berarti Peraturan Nagari tidak ada lagi. Di dalam Undang-Undang ini hanyalah peraturan Kepala Desa/ Peraturan Wali Nagari bukan peraturan Nagari, jadi dapatlah disimpulkan bahwa kedudukan Peraturan Nagarai memang tidak tercantum dalam tata urutan Peraturan Perundang- Undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, disinilah timbul persoalan-persoalan bagaimana sesungguhnya kedudukan Peraturan Nagari tersebut. Sebagaimana 2 http://www.cimbuak.net/content/view/346/7/pada tanggal 16 Januari 2010 10 diketahui bahwa kedudukan Peraturan Nagari itu lebih tinggi setingkat dari pada kedudukan Peraturan Wali Nagari. Fungsi Bamus adalah Menetapkan Peraturan Nagari, bersama Wali Nagari menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dari uraian di atas dapat terlihat berbagai aspek hukum di dalamnya, maka dalam hal ini penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sesuai dengan judul “ Fungsi Badan Musyawarah (BAMUS) Nagari Maninjau Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Dalam Membentuk Peraturan Nagari setelah berlakunya Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 02 Mar 2016 04:34
Last Modified: 02 Mar 2016 04:34
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2977

Actions (login required)

View Item View Item