PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Padang)

RYANO, HARPANDA (2013) PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Padang). Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
308.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (418kB)

Abstract

Anak dan generasi muda sering diibaratkan sebagai mutiara berharga. Anak dalam perkembangannya membutuhkan bimbingan yang baik agar kehidupannya menjadi manusia yang berguna. Dalam perjalanannya, orang tua seharusnya menjaga, merawat serta mendidik anak dengan baik. Sehingga anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Anak sebagai generasi penerus bangsa penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumberdaya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam mewujudkan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta melihat persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945. Perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup membawa perubahan gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Selain itu anak yang kurang medapat kasih sayang atau perhatian dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua atau wali mudah terseret arus 3 pergaulan masyarakat dan lingkungan yang kurang sehat sehingga merugikan perkembangannya. Masalah kenakalan anak dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual, hampir di semua negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Perhatian terhadap masalah ini telah banyak dicurahkan pemikiran, baik dalam bentuk diskusi-diskusi ataupun seminar-seminar yang mana telah diadakan oleh organisasi-organisasi atau instansi-instansi pemerintahan yang erat hubungannya dengan masalah ini. Kenakalan pada anak biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflikkonflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya.1 Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun truma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya rendah diri dan sebagainya. Adapun proses pembinaan anak dapat dimulai dari suatu keluarga yang damai dan sejahtera lahir dan batin. Pada dasarnya kesejahterahan anak tidaklah sama, tergantung dari tingkat kesejahterhan orang tua mereka. kita dapat melihat di negara kita masih banyak anak yang tinggal di daerah kumuh dan diantaranya 1 Djadjuliyanto, Masalah Penanggulangan dan Pembinaan Kenakalan Remaja/Premanisme, Ariesta Prima Menara Agung, Jakarta, 1995, hal. 281. 4 harus berjuang mencari nafkah untuk membantu keluarga. Kemiskinan, pendidikan yang rendah, keluarga yang berantakan dan lingkungan pergaulan akan mempengaruhi kehidupan atau pertumbuhan seorang anak, hal tersebut merupakan dasar yang melatarbelakangi seorang anak untuk melakukan tindak pidana atau kejahatan. Menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatan berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan disekitar dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat sekitarnya harus lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku tersebut. Mengingat sifatnya yang khusus yang memberikan landasan hukum yang bersifat nasional bagi generasi muda melalui tatanan peradilan khusus bagi anak-anak yang mempunyai perilaku menyimpang dan melakukan pelanggaran hukum, yang dimaksud untuk memberikan pengayoman dalam upaya pemantapan landasan hukum sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada anak-anak Indonesia yang mempunyai sifat perilaku menyimpang, karena dilain pihak mereka merupakan tunas-tunas bangsa yang diharapkan berkelakuan baik dan bertanggung jawab. Demi terciptanya kehidupan yang aman tertib, damai dan tentram maka penguasa dalam hal ini Negara telah menciptakan ketentuan-ketentuan berupa norma-norma ataupun kaidah kaidah yang menentukan bagaimana seharusnya 5 bertingkah laku dalam masyarakat, sehingga dengan demikian pelanggaran terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah tersebut akan dikenakan sanksi atau baik berupa derita ataupun nestapa. Norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang terdapat pada masyarakat pada dasarnya bermacam-macam dan dinamakan norma sosial yang diantaranya norma hukum itu sendiri. Menurut Kansil, kaidah atau norma-norma hukum itu adalah: “peraturan hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata-tertib dalam masyarakat”2 Pelanggaran terhadap kaidah hukum yang berupa tergantungnya rasa keadilan yang dirasakan sedemikian rupa dan mendalam, maka reaksi yang di tekankan adalah berupa reaksi yang ditentukan oleh kekuasaan pemegang kedaulatan hukum yaitu Negara. Menurut pendapat ahli hukum Simons, dalam bukunya yang berjudul Leerbook Van Het Nederland Strafrecht-1937 dikutip oleh P. A. F. Lamintang dalam bukunya yang antara lain sebagai berikut: “keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan-keharusan, yang atas pelanggarannya oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah dikaitkan dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa suatu hukuman, dan keseluruhan dari peraturan-peraturan dimana syarat-syarat mengenai akibat hukum itu telah diatur serta keseluruhan dari peraturan-peraturan 2 C.S.T Kansil, Pengantar Imu hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN.Balai Pustaka, Jakarta 2002.hal. 34. 6 yang mengatur masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri”3 Sebagaimana kita ketahui Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan hukum merupakan salah satu usaha penting dalam menciptakan tata-tertib ketentraman dalam masyarakat, baik bersifat preventif, maupun bersifat represif setelah terjadinya pelanggaran hukum. Oleh karena itu diperlukan undang-undang yang menjadi dasar hukum yang sesuai dengan falsafah negara dan pandangan hidup bangsa kita. Dengan demikian diharapkan adanya kesatuan gerak, langkah dan pandangan dalam rangka penegakan hukum sehingga dicapai sasaran semaksimal mungkin. Di Indonesia sendiri kasus terhadap tindak pidana oleh anak semakin marak akhir-akhir ini, termasuk tindak pidana penganiayaan yang dilakukan dikalangan remaja, sepertihalnya tauran antar pelajar, bullying yang dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelas dan sebagainya. Kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak dan remaja biasanya dipicu oleh masalah sepele, namun reaksi perilaku yang diberikan oleh anak yang mengalami masalah ini terkadang lebih dari yang dibayangkan.4 Seorang anak yang tengah melakukan tindak pidana wajib disidangkan di pengadilan khusus anak yang berada di lingkungan peradilan umum, dengan 3 P. A. F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung 1997.hal. 4. 4 http://www.hukumonline.com/peradilan-anak.php.htm/ diakses hari senin tanggal 8 Juli 2013 7 proses khusus serta pejabat khusus yang memahami masalah anak, mulai dari penangkapan, penahanan, proses mengadili dan pembinaan. Proses peradilan terhadap anak seperti yang dijelaskan dalam Undangundang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam pasal 3: Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak: a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. Dipisahkan dari orang dewasa; c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. Melakukan kegiatan rekreasional; e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dalam dan dalam waktu yang paling singkat; h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. Tidak dipublikasikan identitasnya; j. Memperoleh pendampingan orangtua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; k. Memperoleh advokasi sosial; l. Memperoleh kehidupan pribadi; 8 m. Memperoleh asesibilitas, terutama bagi anak cacat; n. Memperoleh pendidikan; o. Memperoleh layanan kesehatan; dan p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Berikut syarat seorang anak dapat diajukan ke Sidang Anak, antara lain seperti yang dimaksud dalam Pasal 20 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak: “dalam hal tidak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak. Seorang anak yang diajukan dalam Sidang Anak wajib diupayakan diversi dan restorasi (restorative justice). Disversi adalah pengalihan penanganan kasuskasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Diversi dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Adapun tujuan dari upaya disversi seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada pasal 6 adalah : a. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak ; b. Menyelesaikan perkara Anak diluar pengadilan; c. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan 9 e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Konsep restorasi dipakai sebagai upaya suatu penyelesaian kasus pidana yang dilakukan oleh anak diluar mekanisme peradilan konvensional. Program ini pada awalnya dilakukan sebagai tindakan alternatif dalam memberikan hukuman yang tebaik bagi anak pelaku tindak pidana. Pelaku dan korban dipertemukan terlebih dahulu dalam suatu perundingan untuk menyusun suatu usulan hukuman bagi anak pelaku yang kemudian menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutus perkara.5 Jadi, perlakuan hukum pada anak sudah selayaknya mendapatkan perhatian yang serius karena bagaimanapun anak-anak ini adalah masa depan suatu bangsa. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, hakim harus yakin benar bahwa keputusan yang diambil akan dapat menjadi suatu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengatur anak untuk menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi kehidupan bangsa. Oleh karena itu, dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam karya tulis berbentuk skripsi dengan judul “PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PADANG)”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 02 Mar 2016 02:24
Last Modified: 02 Mar 2016 02:24
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2698

Actions (login required)

View Item View Item