Maiyestati, Maiyestati (2017) FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEBAGAI REPRESENTASI DAERAH DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG. Doctoral thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Cover dan Abstrak)
Cover Disertasi.pdf - Published Version Download (135kB) | Preview |
|
|
Text (Pendahuluan)
BAB I.pdf - Published Version Download (559kB) | Preview |
|
|
Text (Penutup)
BAB VI.pdf - Published Version Download (115kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (308kB) | Preview |
|
Text (Full Text)
Full text L.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
ABSTRAK Gagasan utama para pengubah Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) membentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah untuk memperjuangkan kepentingan daerah dalam proses pengambilan keputusan di tingkat nasional, terutama dalam pembentukan undang-undang. Namun perkembangannya, ketentuan Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945 sulit mewujudkan gagasan awal para pengubah konstitusi tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dalam disertasi ini adalah: (1) Mengapa fungsi DPD diatur secara terbatas dalam Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945?; (2) Bagaimana Implikasi pengaturan DPD sebagai representasi daerah dalam pembentukan undang-undangan melalui fungsi legislasi?; dan (3) Bagaimanakah pengaturan kewenangan DPD yang cocok untuk representasi daerah dalam pembentukan undang-undang?. Untuk menjawab masalah tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Hasilnya, pertama, keterbatasan wewenang DPD dalam Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945 disebabkan oleh tarik-menarik kepentingan antara kelompok yang setuju pembentukan DPD dengan kelompok yang tidak setuju pembentukan DPD. Dalam pembentukan Undang-Undang perbedaan antara kelompok yang menghendaki kewenangan legislasi DPD yang lebih kuat sebagai representasi kepentingan daerah dan kelompok yang kuatir bahwa dengan legislasi yang kuat akan mengarah kepada negara federal sehingga membahayakan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena perbedaan pendapat tersebut, Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945 merupakan kompromi atau jalan tengah untuk mengakomodasi kedua belah pihak. Kedua, implikasi pengaturan DPD sebagai representasi daerah dalam pembentukan undang-undangan melalui fungsi legislasi DPD baik dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2009, Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mereduksi dan bahkan telah meniadakan kewenangan DPD baik dalam tahap proses legislasi, perencanaan, pengajuan, pembahasan maupun tahap persetujuan rancangan undang-undang. Dalam proses pembahasan Tingkat I keterlibatan DPD dibatasi hanya dalam dua tahap dari tiga tahap proses pembahasan, yaitu tahap pengantar musyawarah dan tahap pendapat mini. Kedua tahap tersebut merupakan tahap pertama dan ketiga dari pembahasan Tingkat I, sementara kegiatan inti pembahasan berada pada tahap kedua, yakni pengajuan dan pembahasan Daftar Inventaris Masalah yang justru merupakan ”inti” dari pembahasan rancangan undang-undang DPD tidak diikut sertakan. Ketiga, pengaturan kewenangan DPD yang cocok sebagai representasi daerah dalam pembentukan undang-undang dengan cara maksimalis-terbatas dengan model pembahasan tiga pihak DPR-DPD-Presiden (Tripartit). Dalam hal ini, kewenangan legislasi DPD tersebut bersifat kelembagaan yang setara dengan DPR dan Presiden, meskipun belum sampai pada pengambilan keputusan untuk persetujuan rancangan undang-undang. Terbatas dimaksudkan, wewenang legislasi DPD hanya mencakup bidang-bidang tertentu saja, yaitu khusus undang-undang yang terkait dengan daerah sebagaimana termaktub dalam Pasal 22D UUD NRI 1945. Kata kunci: Dewan Perwakilan Daerah, pembentukan undang-undang, representasi daerah. ABSTRACT The main idea of the arranger of The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia estab lished Regional Representative Council (RRC) was to provide a body which will strugg lefor regional interests in decision-making processes at the national level, especially in the formation of laws.However, due to its development, the provision of Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is difficult to realize the initial ideas of the Constitution arranger. In regard to this background, the problems in this dissertation are: (1) Why is the RRC function limited in Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia ?; (2) How is the implication of RRC arrangement as regional representation in formulating legislation through legislation function ?; And (3) How is the appropriate regulatory authority of the RRC for regional representation in the formulation of law ?. Normative legal method was used to answer the questions, and the result is, first, the limited authority of RRC in Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is caused by the attraction of interest between groups that agree on the formation of RRC with groups that do not agree on the formation of RRC.In the formation of the law and regulations the distinction between groups requiring a stronger RRC legislative authority as a representation of regional interests and groups which is concerned to the belief that strong legislation will lead to the federal state and will endangering the continuity of the Unitary State of the Republic of Indonesia, due to the dissent, Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is a compromise or a middle ground to accommodate both parties. Second, the implications of RRC arrangement as regional representation in the formation of legislation through the function of legislation of RRC both in Law no. 27 of 2009, Law no. 17 of 2014 on People’s Consultative Assembly (MPR), House of Representative (DPR), Regional Representative Council (DPD) and Assembly at regional (DPRD) and Law no. Law No. 12 Year 2011 on the Establishment of Laws and Regulations has reduced and even eliminated the authority of RRC in the process of legislation, planning, submission, discussion and approval stage of the draft law.In the process of discussion of Level I, the involvement of RRC is limited in only two stages of the three stages of the deliberation process, that is the introduction stage of deliberation and the stage of mini opinion. Both stages are the first and third stages of the Level I discussion, while the core activities of the discussion are in the second stage, namely the filing and discussion of the Inventory Listof the Issues which is the "core" of the discussion and the RRC in this stage is not included.Third, the proper arrangement of RRC authority as regional representation in the formulation of law in a limited-maximized way with a discussion model of the three sides of the House of Representative-RRC-President (Tripartite). In this case, the legislative authority of the RRC is institutionally equivalent to the House of Representatives and the President, although it has not yet reached the level of draft approval of the draft law. Limited in this regard related to the legislative authority of the RRC who only covers certain areas only, namely the special laws related to the region as set forth in Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Keywords: Regional Representative Council, law formation, regional representation.
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Primary Supervisor: | Prof. Dr. Saldi Isra, S.H.,MPA |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana (Disertasi) |
Depositing User: | S3 Ilmu Hukum |
Date Deposited: | 24 Jul 2017 14:44 |
Last Modified: | 24 Jul 2017 14:44 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/26836 |
Actions (login required)
View Item |