PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN PELAKSANAANNYA PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG PAYAKUMBUH

SUCI ATMA, DEWI (2013) PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN PELAKSANAANNYA PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG PAYAKUMBUH. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
302.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (452kB)

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang, hal ini ditandai dengan pembangunan nasional yang sedang berjalan serta diupayakan oleh pemerintah Indonesia. Salah satu bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan ekonomi. Dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi tersebut, harus ada kerjasama yang baik antara pelaku ekonomi yang meliputi pihak pemerintah, masyarakat serta badan-badan hukum yang terkait. Disamping peranan berbagai pihak tersebut, hal terpenting yang sangat mempengaruhi adalah faktor pendanaan. Dalam pembangunan ekonomi suatu negara harus didukung oleh dana yang cukup besar. Secara garis besar lembaga keuangan terbagi atas tiga, yaitu lembaga keuangan bank atau yang disebut juga dengan Perbankan, lembaga keungan bukan bank, dan lembaga pembiayaan.1 Dalam hal ini lembaga keuangan bank atau Perbankan memiliki peran strategi dalam pengadaan dana demi terwujudnya pembangunan ekonomi tersebut. Berbagai lembaga keuangan, terutama lembaga keuangan bank yaitu bank konvensional telah membantu dalam pemenuhan kebutuhan dana untuk kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman dana berupa kredit perbankan. 1 Sunaryo, SH, MH. Hukum Lembaga Pembiayaan. Sinar Grafika. Jakarta. 2010, hlm. 9 3 Kredit perbankan ini telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu cara untuk mendapatkan pinjaman dana dari bank konvensional. Dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang Undang Nomor 7 tahun 1992 juncto Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 3 menyebutkan bahwa: “Fungsi utama Perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”, dan Pasal 4 yang berbunyi: “Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Hal diatas dapat diartikan bahwa dalam melaksanakan fungsinya tersebut bank melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, tabungan, atau dalam bentuk lainnya yang merupakan bagian dari usaha bank tersebut. Disamping itu, bank juga menyalurkan kembali dana yang dihimpun dari masyarakat kepada masyarakat lain yang membutuhkan penyediaan dana, yaitu dalam bentuk kredit. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Butir 11 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dalam melakukan kredit perbankan harus didahului dengan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam atau dengan kata lain perjanjian kredit antara pihak bank dan pihak peminjam. Fungsi bank sebagai penyalur dana masyarakat dengan cara memberikan kredit melahirkan hubungan hukum antara bank (kreditur) dan nasabah peminjam dana (debitur). Disini diketahui bahwa pemberian kredit bank itu merupakan suatu 4 perjanjian antara bank dengan pihak peminjam (nasabah debitur). Perjanjian tersebut lahir berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan peminjam dana. Dalam praktik perbankan, perjanjian disebut dengan “perjanjian kredit (bank)”.2 Perjanjian kredit bank ini merupakan perjanjian standar (baku) yang mana isi atau klausul-klausul perjanjian kredit bank tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, tetapi tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu. Hal-hal yang berhubungan dengan ketentuan dan persyaratan perjanjian kredit telah dibakukan terlebih dahulu oleh pihak perbankan. Calon nasabah debitur tinggal membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi perjanjian kredit tersebut, dan tidak memberikan kesempatan kepada calon debitur untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausul-klausul yang diajukan pihak bank. Perjanjian kredit bank yang distandarkan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, pihak kedudukan calon debitur sangat lemah, sehingga menerima saja ketentuan dan syarat-syarat yang disodorkan pihak perbankan, karena jika tidak demikian calon debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud. Didalam perjanjian kredit tersebut terdapat klausula yang mengandung atau berisi tentang hak dan kewajiban para pihak. Jika salah satu pihak tidak memenuhi salah satu atau beberapa atau seluruh dari prestasi yang wajib mereka penuhi sesuai yang telah dicantumkan dalam perjanjian kredit tersebut maka akan terjadi wanprestasi yang berakibat adanya sanksi dari salah satu pihak maupun sanksi yang diberikan oleh Undang-undang yang terkait. 2 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 312 5 Dalam pelaksanaan perjanjian kredit dan pelaksanaan kredit itu sendiri tidak ada jaminan hal tersebut akan berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan atau masalah-masalah yang bisa saja timbul diawal atau pertengahan maupun diakhir pelaksanaan kredit tersebut. Pada kenyataannya dilapangan banyak terjadi penyimpanganpenyimpangan dalam pelaksanaan kredit. Salah satunya hal yang sangat sering dijumpai dilapangan adanya kredit macet pada pelaksanaan kredit. Kredit macet terjadi karena pihak debitur (nasabah) tidak memenuhi prestasi yang berupa pembayaran angsuran atas kredit yang telah diberikan oleh bank tersebut. Dalam hal ini pihak debitur (nasabah) telah melakukan pelanggaran atas perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. Hal diatas jika dikaitkan dengan pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”, maka dapat terlihat jelas telah terjadi pelanggaran terhadap perjanjian kredit yang mana kedudukannya dari perjanjian tersebut sama dengan Undang-undang berdasarkan pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dengan kata lain dengan terjadinya kredit macet tersebut telah melanggar perjanjian kredit yang mana perjanjian tersebut berlaku layaknya Undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut, maka adanya sebuah 6 ketidakselarasan antara praktek atau kenyataan lapangan dengan aturan Undangundang yang berlaku. Berdasarkan kemungkinan timbulnya resiko dalam kredit tersebut, misalnya kegagalan kredit dan kemacetan dalam pelunasan kredit. Risiko tersebut sangat berpengaruh terhadap keefektifitasan kerja dan kesehatan bank tersebut karena dana yang disalurkan bank tersebut merupakan dana yang dihimpun pihak bank dari masyarakat, risiko tersebut akan berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat terhadap bank serta keamanan dana yang disimpan masyarakat di bank tersebut.3 Didasarkan kepada kredit yang mengandung risiko tersebut, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resiko tersebut, maka faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank adalah adanya jaminan atas kredit sebagai pembangun kepercayaan atau keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur dalam melunasi kredit yang telah diberikan oleh bank sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati antara bank dan pihak debitur. Disamping itu, bank harus melakukan penilaian yang teliti terhadap watak, kemampuan, modal, kondisi dan jaminan serta prospek usaha yang dilakukan debitur, yang dalam usaha Perbankan dikenal dengan 5c, yaitu:4 a. Character Adalah sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang nasabah, 3 http//www.pustakaskripsi.com/hukum-perdata-2-1653.html, diakses pada tanggal 8 Februari 2012 4 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan,Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm. 117-118 7 baik yang bersifat latar belakang si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial; b. Capacity Adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Dari penilaian ini terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan; c. Capital Yaitu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang disajikan dengan melakukan pengukuran dari segi likuidasi atau solvabilitasinya, rentabilitas dan ukuran lainnya. Analisis capital juga harus dilakukan dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalani berapa modal sendiri dan berapa modal pinjaman; d. Condition Yaitu dalam menilai kredit hendaknya juga menilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada pada saat sekarang ini dan prediksi untuk masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relative kecil. e. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya dan kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Apabila unsur-unsur yang dikenal dengan 5c tersebut dirasa telah terpenuhi dan telah meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur, maka jaminan kredit cukup berupa jaminan pokok, tanpa harus memakai jaminan tambahan. Jaminan pokok yang dimaksud diatas adalah jaminan berupa sesuatu atau benda yang berhubungan langsung dengan pemberian kredit yang dimohon. Sesuatu disini maksudnya adalah prospek usaha atau proyek yang dibiayai oleh 8 kredit yang dimohon. Sedangkan yang dimaksud dengan benda adalah benda yang dibeli atau dibiayai dengan kredit yang dimohon. Dan jaminan tambahan yang dimaksud diatas adalah jaminan yang tidak berhubungan langsung dengan kredit yang dimohon, jaminan ini berupa jaminan kebendaan yang objeknya berupa benda milik debitur. Berdasarkan atas hal yang telah diuraikan diatas, penulis tergerak untuk melakukan penelitian serta mengkaji lebih dalam tentang perjanjian kredit serta pelaksanaannya dengan jaminan hak tanggungan. Dengan latar belakang diatas penulis mengangkat judul “PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN PELAKSANAANNYA PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG PAYAKUMBUH”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 02 Mar 2016 02:22
Last Modified: 02 Mar 2016 02:22
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2670

Actions (login required)

View Item View Item