DALUWARSA DALAM HUKUMKEWARISAN PERDATA DAN KAITANNYA DENGAN STATUS KEWARISAN ORANG HILANG(MAFQUD) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM

VENNY, PERMATA BUGIS (2013) DALUWARSA DALAM HUKUMKEWARISAN PERDATA DAN KAITANNYA DENGAN STATUS KEWARISAN ORANG HILANG(MAFQUD) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
270.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (449kB)

Abstract

Warisan merupakan masalah yang sangat penting bagi setiap manusia. Setiap manusia dalam menjalani kehidupan sosialnya merupakan bagian terkecil dari sebuah keluarga yang dibangun berdasarkan garis keturunan atau hubungan darah. Hal ini mengharuskan setiap orang memahami tentang arti pentingnya sistematika pembagian warisan. Karena keluarga dan harta warisan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat berkaitan erat. Setiap sistem hukum menegaskan bahwa setiap orang tanpa terkecuali berhak atas warisan dari pewarisnya berdasarkan pembagian yang telah ditetapkan. Selama seseorang tersebut tidak terhalang waris maka ia berhak mendapatkan sebagian dari harta warisan yang ditinggalkan oleh pewarisnya. Di dalam Hukum Islam yang merupakan hukum yang berlaku bagi mayoritas penduduk indonesia, hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat Annisa ayat 7 : الْوَالِدٰنِ تَرَكَ مِمَّا نَصِیْبٌ وَلِلنِّسَآءِ وَالاَْقْرَبُوْنَ الْوَالِدٰنِ تَرَكَ مِمَّا نَصِیْبٌ لِلرِّجَالِ مَّفْرُوْضًا نَصِیْبًا اَوْكَثُرَ مِنْھُ قَلَّ مِمَّا وَالاَْقْرَبوْنَ Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. 3 Ayat tersebut dengan tegas mengemukakan bahwa setiap orang baik lakilaki maupun perempuan berhak menjadi ahli waris dan mendapatkan warisan menurut pembagian yang telah ditetapkan bagi masing-masingnya. Ahli waris sendiri seperti yang diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris1. Dalam Hukum Perdata yang merupakan hukum peninggalan Belanda yang juga berlaku di Indonesia pun menegaskan hal yang sama yakni setiap orang berhak untuk menjadi ahli waris dan mendapatkan sebagian harta warisan dari pewarisnya. Hal ini juga ditegaskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetboek) pasal 582 yang berbunyi : “Atas sesuatu kebendaan, seorang dapat mempunyai baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai hasil, baik hak pengabdian tanah, baik hak gadai atau hipotik.” Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata juga menyebutkan bahwa pada asasnya tiap orang meskipun seorang bayi yang baru lahir adalah cakap untuk mewarisi.2 Selanjutnya setiap ahli waris tersebut berhak mendapatkan bagian sesuai dengan bagian-bagian yang telah ditentukan. Dalam al-Qur’an surat Annisa ayat 11 : 1 Kompilasi Hukum Islam 2 Subekti, 1995, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, hlm. 97. 4 یُوْصِیكُمُ للهُّ فِى أَوْلَدِكُمْ لِلذَّ كَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُْ نْثَیَنِ فَلَھُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَا نَتْ وَحِدَةً فَلَھَاالْنِصْفُ وَلأَِبَوَیْھِ لِكُلِّ وَحِدٍ مِّنْھُمَاالسُّدُ سُ مِمَّا تَرَ كَ إِنْ كَانَ لَھُ وَلَدٌ فَإِنْ لَّمْ یَكُنْ لَّھُ وَلَدٌ وَوَرِثَھُ أَبَوَاهُ فَلأُِ مِّھِ الثُلُثُ فَإِنْ كَانَ لَھُ اِخْوَةٌ فَلأُِ مِّھِ السُّدُ سُ مِنْ بَعْدِ وَصِیَّةٍ یُوْ صِى بِھَآ أَوْدَیْنٍ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لاَ تَدْ رُوْنَ أَیُّھُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِیْضَتً مِّنَ للهِ إِنَّ للهَ كَانَ عَلِیْمًا حَكِیْمًا Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (tentang) orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 5 Dari ayat diatas dapat di ketahui bahwa dalam Islam leluhur dan keturunan laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan harta warisan. Secara lengkap yang berhak mendapatkan waris dalam Islam antara lain : 1. Janda/duda 2. Leluhur perempuan 3. Leluhur laki-laki 4. Keturunan perempuan 5. Keturunan laki-laki 6. Saudara seibu 7. Saudara sekandung/sebapak 8. Kerabat lainnya 9. Wala’ Kemudian para ahli waris ini di bagi kedalam kelompok-kelompok berdasarkan keutamaan posisinya dalam mewaris. Tidak jauh berbeda, dalam Hukum Perdata pun demikian. Setiap ahli waris di golongkan berdasarkan golongangolongan tertentu sesuai keutamaannya dalam mewaris. Dalam Hukum Perdata ahli waris tersebut dibagi menjadi : 1. Ahli waris menurut Undang-undang (ab intestato) dibagi menjadi beberapa golongan antara lain : a. Golongan pertama adalah keluarga dalam garis lurus kebawah, meliputi anak-anak beserta keturunannya serta suami dan/atau istri yang ditinggalkan/yang hidup paling lama. Suami atau istri yang 6 hidup paling lama ini diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami/istri tidak saling mewarisi. b. Golongan kedua adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orangtua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunannya. c. Golongan ketiga adalah ahli waris yang meliputi kakek, nenek dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris. d. Ahli waris dari golongan keempat meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. 2. Ahli waris karena wasiat (testamen) Ahli waris karena wasiat merupakan seseorang, dua orang dan/atau beberapa orang yang menjadi ahli waris berdasarkan wasiat.3 Surat wasiat atau disebut juga testamen ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.4 Begitulah secara merinci Hukum Islam dan Hukum Perdata menguraikan masalah kewarisan. Secara umum pengaturan tentang waris baik dalam Hukum Islam maupun Hukum Perdata itu sama. Hanya saja terdapat beberapa prinsip dan asas yang berbeda diatara keduanya. Jika dalam Hukum Islam aturan-aturan waris telah di uraikan secara jelas dan tertulis dalam al-Qur’an, maka dalam Hukum Perdata uraian tentang waris terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau disebut juga 3 Zainuddin Ali, 2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 92 4 Subekti, 1995, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, hlm. 106 7 Burgerlijk Wetboek yang merupakan kitab undang-undang yang diturunkan dari kitab undang-undang zaman Belanda sebagai bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Al-Qur’an sebagai kitab yang diturunkan sejak zaman nabi Muhammad SAW yang menjadi kitab tuntunan bagi umat muslim diseluruh dunia memang mengatur sistem kewarisan secara adil, detail dan merinci. Sehingga terdapat ilmu khusus yang mempelajari tentang aturan kewarisan tersebut yang disebut ilmu Faraidh. Namun terdapat aturan yang tidak diterangkan dalam al-Qur’an secara jelas, detail dan terperinci. Hal ini membuat manusia harus berpikir dan menalarkannya lebih dalam. Karena manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT adalah makhluk yang dibekali oleh sang Pencipta dengan akal pikiran untuk menalarkan sesuatu hal. Seiring dengan berkembangnya zaman dan pengetahuan terdapat aturan yang tidak secara tertulis di atur oleh al-Qur’an. Salah satunya yaitu pengaturan kewarisan bagi orang hilang atau dalam istilah hukum kewarisan Islam disebut juga mafqud. Mafqud menurut bahasa berarti yang lenyap. Sedang menurut istilah fiqh, yang dimaksud dengan mafqud ialah orang yang tidak ada, yang terputus beritanya dan tersembunyi kabarnya. Maka tidak diketahui apakah ia hidup atau sudah mati.5 Orang hilang atau mafqud adalah orang yang belum diketahui dengan pasti apakah ia masih hidup atau telah meninggal dunia. Dalam hukum kewarisan Islam orang hilang selama belum ditentukan bahwa ia telah meninggal dunia tetaplah memiliki hak waris dan hak tersebut harus di penuhi sekalipun ia tidak diketahui keberadaannya. Meninggal dan hidup, pada keduanya ada pembahasan hukum khusus, hukum yang berhubungan dengan istrinya, hukum yang berhubungan dengan warisannya dari orang lain, warisan orang lain darinya, serta warisan bersama antara dia dengan yang lainnya, jika tidak bisa dipastikan keadaannya antara hidup dan mati, 5 Muhammad Ali Ash Shabuniy, 1995, Hukum Waris Islam (Al-Mawarist Fisy-Syar’iyatil Islamiyah ‘Ala Dhauil Kitab Was Sunnah), Al-ikhlas, Surabaya, hlm. 249 8 maka haruslah ditentukan waktu tertentu untuk membuktikan kenyataannya dan juga kesempatan untuk mencarinya, ketentuan waktu tersebut diserahkan kepada ijtihad seorang hakim6. Dalam Hukum Perdata, terdapat pengaturan yang meiliki konsep yang hampir sama dengan kewarisan orang hilang dalam Hukum Islam. Hal tersebut adalah pengaturan tentang waris tanpa pemilik atau pengampu. Waris tanpa pemilik atau pengampu ini sangat erat kaitannya dengan daluwarsa atau verjaring yang dapat diartikan juga dengan lewat waktu. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1949 dikatakan bahwa : “Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan suatu barang, ia pun tidak diperbolehkan melepaskan suatu daluwarsa yang diperolehnya.” Selanjutnya dalam pasal 1991 juga dikatakan bahwa : “… Daluwarsa berjalan terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun warisan itu tidak ada pengampunya.” Dari pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut jelas di ketahui bahwa harta warisan tanpa pengampu atau pemilik yang tidak memberikan kuasa kepada siapapun untuk mengurus kepentingan-kepentingannya diberlakukan daluwarsa atau lewat waktu. Apabila telah sampai masa daluwarsanya maka suatu harta tersebut dapat diadakan suatu pembagian yang tetap terhadapnya. Pengaturan tentang hal tersebut pada kedua sistem hukum diatas pada umumnya memang bersamaan tetapi terdapat perbedaan pada prinsip dan pokok 6 Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, terjemahan Tim Indonesia Islamhouse.com, hlm. 27 9 pengaturannya. Pada Hukum Kewarisan Islam, orang hilang atau mafqud harus di cari kebenaran tentang keberadaannya menurut ijtihad seorang hakim serta penentuan masa tunggu untuk kemungkinan ia kembali barulah ditentukan apa yang selanjutnya akan dilakukan terhadap harta yang ditinggalkannya ataupun haknya atas harta warisan dari pewarisnya. Sebelum ada pembuktian apakah ia telah meninggal dunia dalam masa waktu yang ditentukan oleh seorang hakim maka harta bendanya tidak boleh dibagi dengan pembagian yang tetap karena dalam harta tersebut masih terdapat haknya meskipun ia berstatus hilang atau tidak diketahui keberadaannya. Jika dibandingkan dengan harta warisan tanpa pengampu atau tanpa pemilik yang tidak diketahui keberadaannya dalam Hukum Perdata, penentu suatu harta tersebut dapat dibagi dengan pembagian tetap adalah batas daluwarsa yang dibebankan terhadapnya. Setelah adanya pernyataan yang menerangkan bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia yang dilakukan dengan mengadakan pembuktian sebelumnya maka harta tersebut dapat dibagi dengan pembagian yang tetap. Berdasarksan latar belakang inilah penulis mengangkat judul dan meneliti lebih lanjut dalam tugas akhir yang berjudul “DALUWARSA DALAM HUKUM KEWARISAN PERDATA DAN KAITANNYA DENGAN STATUS KEWARISAN ORANG HILANG (MAFQUD) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 01 Mar 2016 04:51
Last Modified: 01 Mar 2016 04:51
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2558

Actions (login required)

View Item View Item