Agus, Kurniawan (2017) PERGESERAN PENGAKUAN AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIL POSITIF KEARAH AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM FORMIL PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA. Masters thesis, UNIVERSITAS ANDALAS.
|
Text (cover dan abstrak)
Cover dan abstrak.pdf - Published Version Download (163kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I Pendahuluan)
BAB I PENDAHULUAN.pdf - Published Version Download (475kB) | Preview |
|
|
Text (BAB Penutup)
BAB VI PENUTUP.pdf - Published Version Download (191kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (254kB) | Preview |
|
Text (thesis full text)
Tesis siap.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
ABSTRAK Meskipun realitas sejarah telah membuktikan bahwa unsur melawan hukum materil positif (positive materiele wederrechtelijkheid) memiliki esensi yang begitu penting dalam hal upaya mempermudah pembuktian suatu kejahatan korupsi, namun Mahkamah Konsitutusi tetap mengabaikan hal tersebut. Melalui putusannya Nomor : 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa ajaran perbuatan melawan hukum materil dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil yang dimuat dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dengan demikian harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Namun ironisnya dalam praktik peradilan tidaklah demikian, telah terjadi ambiguitas dalam kebijakan aplikatifnya. Ada sebagian Hakim pada praktik Peradilan Umum yang berpuncak pada Mahkamah Agung dengan pertimbangan yang berdasar pada asas Ius Curia Novit dan kewajiban Hakim menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat kemudian justru tetap mempertahan eksistensi ajaran tersebut sebagai dasar pertimbangan untuk menghukum seseorang bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang antara lain dapat kita tinjau dari pelbagai putusan yang ada, misalnya seperti Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 207K/Pid/2007 tanggal 28 Februari 2007 atas nama Terdakwa Ir. Ishak, dan Putusan Mahkamah Agung R.I Tanggal 8 Januari 2007 Nomor 2064 K/Pid/2006 atas nama terdakwa H. Fahrani Suhaimi serta putusan-putusan lainya. Namun disamping itu ada juga sebagian hakim yang dalam putusannya telah berpandangan sempit sama seperti halnya dengan putusan Mahkamah Konstitusi, yang kemudian berujung pada dibebaskannya perbuatan seseorang yang secara formil tidaklah wederrechtelijkeheid, karena tidak ada wet yang dilanggar, padahal sebenarnya secara positive materiele wederrechtelijkheid perbuatan seseorang tersebut dapatlah dipidana karena bersifat tercela dan menciderai rasa keadilan (rechtbevoegh) masyarakat secara umum. Putusan tersebut antara lain dapat ditinjau dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 536 K/Pid/2005 tanggal 10 Oktober 2007 atas nama terdakwa H. Marfendi dan kawan-kawan. Munculnya putusan tersebut kemudian dianggap sebagai hambatan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia kedepan, kontraproduktif dan menyulitkan Jaksa dalam upaya pembuktian kejahatan korupsi yang bertipologi canggih dan rumit seperti kejahatan yang bersifat invisible crime atau bahkan telah menjadi offences beyond the reach of the law, yakni kejahatan yang tidak terjangkau lagi oleh undang-undang. Kata Kunci : Bentuk pertimbangan putusan Hakim, landasan yuridis kebijakan aplikatif, implikasi terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Primary Supervisor: | Prof. Dr. Elwi Danil, S.H., M.H |
Subjects: | K Law > KZ Law of Nations |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | s2 ilmu hukum |
Date Deposited: | 20 Apr 2017 07:02 |
Last Modified: | 20 Apr 2017 07:02 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/24492 |
Actions (login required)
View Item |