ERVINO, PRATAMA (2013) PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PADANG). Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
193.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (465kB) |
Abstract
Latar BelakangMasalah Anak sebagai generasi muda merupakan penerus bangsa yang akan memimpin dan menggerakkan bangsa ini nantinya. Pembinaan haruslah dilakukan sehingga nanti dapat dihasilkan generasi muda yang berpikiran cerdas, bertanggung jawab, dan punya kemauan. Untuk mencapainya dibutuhkan waktu, tenaga, dan kesabaran karena hal itu bukan merupakan sesuatu yang mudah. Banyak faktor penghambat diantaranya adalah perkembangan kehidupan sosial generasi muda yang diiringi dengan sifat negatif. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi kriminalisasi dan dekriminalisasi. Sejak awal tahun 1970-an, telah ada tanda-tanda yang menunjukaan terdapat peningkatan korban narkotika dan bagian terbesar diantaranya remaja1 Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh remaja disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup orang tua yang membawa pengaruh bagi nilai dan perilaku remaja, selain itu kurang atau tidak memperolehnya kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan menyebabkan 1 Soedjono Dirdjosisworo, 1985, Narkotika dan Remaja, Alumni Bandung, Bandung, hlm 3 3 anak mudah terseret ke dalam arus pergaulan dan lingkungan yang tidak sehat yang dapat merugikan perkembangan pribadinya Bahaya penggunaan narkotika tidak mengenal waktu, tempat, dan strata sosial. Narkotika mampu menembus dimensi ruang dan waktu. Obat terlarang ini menyentuh dan merambah seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak, remaja, sampai yang sudah tua. Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalah-gunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran gelap narkotika akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupun masyarakat, khususnya generasi muda, bahkan dapat menimbulkan bahaya lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat mematikan ketahanan sosial. Banyak anak yang menggunakan menggunakan narkotika merupakan salah satu kenakalan remaja. Kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan hukum, agama, norma-norma dalam masyarakat, akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga merusak diri sendiri. Apabila tindakan yang sama dilakukan oleh orang lain atau orang dewasa, hal ini disebut dengan kejahatan (kriminal), seperti membunuh, merampok, memperkosa, melakukan perbuatan cabul, menodong , penyalahgunaan narkotika dan lain-lain. Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan “peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika meliputi setiap 4 kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika.” Kekhawatiran yang sangat dirasakan bangsa ini adalah masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia menunjukan kecendrungan yang terus meningkat, sudah sangat memprihatinkan, dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Indonesia bukan hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan narkotika, tapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat produksi narkotika.2 Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya perumahan yang ditemukan dijadikan sebagai tempat produksi narkotika dan bahkan menggunakan tenaga dari luar negeri. Akibat nyata dan sangat memberatkan bangsa Indonesia yang dirasakan dari peredaran gelap narkotika adalah semakin banyak dan berkembangnya pengguna penyalahgunaan narkotika, terutama anak, menunjukkan kecendrungan negatif dari anak yang jadi bagian tidak terpisahkan dari permasalahan kenakalan anak yang tidak dapat lagi dikatakan kenakalan wajar, tapi telah mengarah pada kejahatan atau pelanggaran hukum. Keadaan ini telah merajarela terutama di kotakota besar yang motivasi penggunaanya bermacam-macam, mulai dengan pembuktian keberanian atau kejantanan, tuntutan pergaulan, dan bahkan sampai kepada tempat pelarian dari kehidupan nyata yang pada akhirnya dapat membuat ketergantungan. Dengan semakin mudahnya seseorang mendapatkan narkotika, muncul gejal-gejala sosial berupa kejahatan yang meresahkan masyarakat. Walaupun telah 2 http//www bnn.go.id diakses 2 januari 2013 5 dikeluarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, akan tetapi tampaknya belum menimbulkan efek jera, karena dalam peraturan tersebut belum ada perbedaan yang jelas antara penyalahgunaan sebagai korban dan penyalahgunaan sebagai pelaku. Tindak pidana narkotika bukanlah tindak pidana yang berdiri sendiri, dalam arti bahwa tindak pidana ini akan melahirkan tindak pidana lain yang mengikutinya, seperti pencurian (biasanya terjadi pencurian dalam keluarga), perampokan, penodongan, perlakuan menyimpang seksual, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi sampai terjadinya pembunuhan demi untuk memenuhi keinginan untuk mendapatkan narkotika. Ini menandakan bahwa tindak pidana narkotika bukan saja permasalahan yang dihadapi oleh pengguna atau pemakai saja melainkan juga jelas menimbulkan kerugian pada keluarga, lingkungan masyarakatnya, dan negara sehingga memerlukan penanggulangan serius. Penanggulangan tindak pidana narkotika haruslah menjadi prioritas yang utama dan terpadu suatu kerja sama semua pihak, yaitu anak itu sendiri, keluarga, lingkungan sosial, dan pemerintah. Dari lingkungan keluarga maka orang tua harus menyediakan waktu dan perhatian terhadap anaknya dengan pendidikan agama dan keimanan yang tinggi, serta moral yang kokoh supaya anak dibentengi untuk menghadapi segala bahaya yang timbul oleh narkotika itu sendiri. Pemerintah sendiri telah melakukan upaya penanggulangan, baik secara preventif maupun secara represif. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, diatur mengenai penguatan lembaga yang sudah ada yaitu Badan 6 Narkotika Nasional (BNN) yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung pada presiden oleh karena tindak pidana ini terus berkembang, seolah-olah tidak ada penanggulangannya. Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 yang dalam ketentuan pidananya memberikan ancaman hukuman yang lebih berat, bahkan hukuman mati, menunjukan pada masyarakat bahwa pemerintah Republik Indonesia bersungguhsunnguh untuk menanggulangi tindak pidana ini. Selain dengan memberikan ancaman hukuman yang berat dalam peraturan perundang-undangan, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan kualitas aparat penegak hukum, yang dalam hal ini adalah pihak kepolisian dan pegawai yang terkait dengan masalah ini agar lebih tegas dalam menindak semua pihak yang terlibat dalam lingkaran narkoba. Selain itu, untuk mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan narkotika, dimasukkanlah pendidikan yang berkaitan dengan narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas. Pemerintah juga menetapkan suatu konsep penegakan hukum yang tidak hanya untuk menyelamatkan kepentingan bangsa dan negara secara nasional tapi juga menyelamatkan bangsa dalam hubungannya dengan dunia internasional, sebagai buktinya adalah Indonesia dengan Negara lain mewujudkan kawasan bebas narkotika tahun 2015. 7 Akan tetapi, tanggung jawab terbesar dan utama dalam menyelesaikan masalah ini tetap berada pada anak itu sendiri. Kesadaran akan diri dan keberadaannya sebagai remaja yang akan menimbulkan kepemimpinan setidaknya bisa menjadikan suatu dorongan untuk menghindari dirinya dari pengaruh narkotika. Dengan sikap dasarnya terhadap bahaya narkotika dan tanggung jawab terhadap keselamatan dirinya berarti remaja telah berusaha menyelamatkan bangsa dan negara dari bahaya narkoba dan berusaha menyelamatkan generasi mendatang, selain upaya penegak hukum tentunya dalam menanggulangi tindak pidana ini. Banyaknya anak-anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika yang merupakan salah satu kenakalan remaja yang banyak dilakukan dan smakin meningkat, salah satunya di Kota Padang. Peredaran dan penyalahgunaan narkotika semakin marak di kalangan remaja Kota Padang. Kasus peredaran dan penyalahgunaan di Kota Padang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan, terlebih sebagian besar kasus-kasus tersebut terjadi pada kalangan remaja. Tindak pidana narkotika yang dimaksud adalah tindakan yang dilarang oleh aturan hukum, dalam hal ini adalah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. Ada beberapa jenis tindak pidana narkotika diantaranya adalah tindakan merakit, menanam, mengangkut, mengimpor, mengekspor, menjual, menjadi perantara, menggunakan dan tindakan lainnya secara tanpa hak dan melawan hukum. Jenis tindakan itu antara lain adalah tindakan menanam, memiliki, menyimpan, memproduksi, membawa, memelihara, mengangkut, mengimpor, mengekspor, 8 menjual, menjadi perantara, menggunakan dan tindakan lain secara tanpa hak melawan hukum. Banyak keputusan hakim yang tidak berpihak pada anak atau penjatuhan pidana yang tidak wajar terhadap anak. Seperti salah satu perkara di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang perkara nomor 87/Pid.B/2010-PN/PDG yang menyatakan bahwa David Afdi pangilan Davit, telah terbukti melakukan tindak pidana Narkotika yang dihukum dengan pidana penjara selama 8 (Delapan) bulan. Padahal Davit sebagai generasi penerus masih dapat memperbaiki kesalahannya agar menjadi generasi penerus yang dapat berguna bagi bangsa. Keputusan hakim pada dasarnya adalah suatu karya menemukan hukum, yaitu menetapkan bagaimanakah seharusnya menurut hukum dalam setiap peristiwa yang menyangkut kehidupan dalam suatu negara hukum. Pengertian lain mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam Pasal 1 butir 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Setelah Majelis Hakim memeriksa pokok atau materi perkara dan seluruh bukti-bukti yang ada, maka langkah selanjutnya adalah penjatuhan putusan. Adapun bentuk putusan akhir pengadilan menurut Taufik Makarao 2004:172-177) sebagai berikut : 9 1. Putusan bebas (vrijspraak) Pasal 191 ayat (1) KUHAP mengatakan,: “ Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas” Mengenai putusan bebas ini, perbuatan atas kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melalui alat-alat bukti yang dihadirkan atau bisa juga putusan bebas ini dikarenakan hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, oleh karena hakim menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak). 2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (ontslag van recht vervolging) Terhadap putusan ini, pengadilan dalam hal ini hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan pelepasan ini disebut juga dengan ontslag van recht vervolging. Dalam putusan ini semua yang didakwakan oleh Penuntut Umum terbukti secara sah, akan tetapi hal yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana atau dengan kata lain perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana. Sehingga hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum. 3. Putusan Pemidanaan (veroordeling) 10 Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Terhadap putusan ini sebenarnya tidak ada masalah karena hal yang didakwakan oleh penuntut umum memang terbukti dan tindakan tersebut merupakan tindak pidana, hanya saja menjadi permasalahan apabila terhadap putusan pemidanaan ini kemudian terpidana di tahan lalu dibebaskan lagi dengan berbagai alasan sehingga akan mencederai penegakan hukum, dan fenomena ini sering terjadi khususnya bagi terpidana pelaku korupsi. Dalam Undang-undang nommor 35 tahun 2009 tentang narkotika,tidak ada penjelasan secara khusus dalam penjatuhan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika. Hanya pengaturan tentang wajib lapor bagi orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur dan pecandu itu sendiri kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan sosial (Pasal 55 ayat (1) dan (2)). Selain itu pengaturan tentang pecandu yang belum cukup umur juga diatur dalam Pasal 128 ayat (1),(2), dan (3). Sehingga dalam penjatuhan sanksi pidana,hakim mengacu pada Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak dan Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan pidana anak. Dalam upaya penegakan hukumnya, sesuai dengan Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak mengatur bahwa ancaman hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan kepada terpidana anak adalah ½ (seperdua) dari 11 ancaman maksimum dari ketentuan pidana yag akan dikenakan (Pasal 26 ayat (1),Pasal 27, dan Pasal 28 ayat (1)). Hal ini juga diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan pidana anak terbaru dalam pasal 81 ayat (2). Sedangkan pada Pasal 81 ayat (1) Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan pidana anak, menyatakan bahwa anak dapat dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat. Dan apabila tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup,pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Pada tahun 2006, pasien narkoba anak di rumah sakit yang khusus menangani kasus ketergantungan narkoba hanya 2000-an orang. 5 (lima) tahun kemudian, yakni pada 2011, jumlahnya sudah naik empat kali lipat. Parahnya, rata-rata pecandu narkoba berusia dibawah 19 tahun. Tak heran jika 2006, Badan Narkotik Nasional (BNN) mengumumkan bahwa 80% dari 3,2 juta pecandu narkoba adalah remaja dan pemuda. Sementara itu, angka siswa sekolah yang terjerat narkoba juga terus meningkat dan dalam situasi memprihatinkan. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat sebanyak 110.870 pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) menjaddi pengguna narkotika. BNN juga melaporkn 12.848 anak siswa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia teridentifikasi mengkonsumsi narkoba.3 3 http//www.komnaspa.wordpress.com 12 Untuk itu penulis mengambil sebuah contoh kasus yang terjadi baru-baru ini di Pengadilan negeri Padang, dimana seorang anak bernama Dhika Pratama alias Dhika kaliang yang duduk dibangku SMP berumur 15 tahun ketahuan telah memakai narkotika, dengan dalam putusan No. 274/Pid. b/2011/PN. PDG yang memutuskan tindak pidana khusus narkotika, dimana pelaku masih dikategorikan sebagai seorang anak. Terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika jo Undang-Undang No.3 tahun 1997. Pelaku dijerat atas kepemilikan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman jenis ganja dan dijatuhi hukuman 6 (enam) bulan penjara. Dimana unsur-unsur yang dilanggar pada Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika jo Undang- Undang No. 3 tahun1997 adalah : 1. Barang siapa ; 2. Tanpa hak dan melawan hukum; 3. Menggunakan narkotika Golongan I untuk diri sendiri 4. Terdakwa adalah anak nakal dan sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, bahwa yang dimadsud dengan anak nakal adalah: a. Anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana b. Anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan mapun aturan hukum yang hidup dan berlaku di masyarakat. 13 5. Bahwa menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, menyatakann: “ Batasan umur anak nakal yang diajukan kesidang adalah 8 (delapan) tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin.” Oleh sebab itu penulis berkeinginan untuk meneliti dan membahas kasus tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Studi Kasus Pengadilan Negeri Padang”.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 29 Feb 2016 04:07 |
Last Modified: | 29 Feb 2016 04:07 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2257 |
Actions (login required)
View Item |