YENNY, SAFITRI (2013) EFEKTIVITAS PELATIHAN METODE KONSELING TERHADAP KEMAMPUAN MANAJERMENGELOLA PERAWAT BERKEBUTUHANKHUSUS DI RSUD BANGKINANG TAHUN 2013. Masters thesis, Universitas Andalas.
Text
159.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (396kB) |
Abstract
Latar Belakang Rumah sakit merupakan organisasi yang sangat komplek dan terdiri dari banyak sumber daya termasuk sumber daya manusia. Menurut Mirani (2011), sumber daya manusia merupakan asset organisasi yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak bias digantikan oleh sumber daya lainnya. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang professional semuanya menjadi tidak bermakna. Jadi, sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam sebuah organisasi. Untuk mencapai tujuannya, tentu saja suatu organisasi memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya agar menghasilkan produktivitas kerja yang efektif dan efisien. Pelayanan keperawatan merupakan inti dari dari suatu pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit. Menurut Farry (2005, dalam Ilyas, 2007) menjelaskan bahwa 40-60 % pelayanan di rumah sakit atau puskesmas merupakan pelayanan keperawatan. Untuk itu pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2020, perawat dituntut untuk mampu memberikan pelayanan professional berdasarkan standar global, artinya perawat harus bersaing dengan munculnya rumah sakit swasta dengan segala kompetisinya, dimana perawat dapat meningkatkan mutu pelayanan, meningkatkan profesionalisme kerja, memperbaiki dan menyempurnakan system pelayanan yang lebih efektif. Dengan demikian, pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan secara keseluruhan, 2 yang terdiri dari perawat dan tim kesehatan yang lain. Perawat adalah salah satu unsur vital dalam rumah sakit atau puskesmas. Perawat, dokter dan pasien merupakan salah satu kesatuan yang saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Perawat sebagai bagian yang penting dituntut memberikan perilaku membantu, dalam rangka membantu pasien untuk mencapai kesembuhan.Tanpa perawat kesejahteraan pasien akan terabaikan, karena perawat adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien ( Ilyas, 2007). Perawat mempunyai tugas dan fungsi untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien secara menyeluruh, tanpa membedakan status dan golongan. Untuk itu, diperlukan perawat yang kompeten dibidang keperawatan dan tidaklah perawat yang memiliki kemampuan dibawah standar minimal yang ditetapkan oleh organsasi profesi (Marquis dan Huston (2010). Melihat kondisi perawat tersebut maka perawat ini disebut perawat berkebutuhan khusus. Menurut Marquis dan Huston (2010), menyatakan bahwa perawat berkebutuhan khusus adalah perawat yang mengalami kerusakan kimia akibat ketergantungan obat dan alkohol (Chemically Impaired Employee) dan perawat yang secara kuantitas dan kualitas memiliki kemampuan kerja dibawah standar minimal (Marginal Employee) dari pencapaian tujuan organisasi. Perawat Chemically Impaired Employee adalah perawat yang mengalami kerusakan disebabkan ketergantungan obat dan alkohol, sedangkan perawat Marginal Employee adalah perawat yang secara kualitas maupun kuantitas dari pekerjaannya hanya mencapai standar minimal dari target atau tujuan organisasi. Perawat-perawat ini dapat mengganggu unit fungsional organisasi karena mereka 3 hanya mampu menaggung beban kerja minimum. Manajer juga memiliki metoda khusus dalam bekerja dengan perawat yang memiliki kemampuan dibawah standar (marginal employee) ini (Marquis dan Houston, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Arif (2012) bahwa di Indonesia belum banyak ditemukan perawat berkebutuhan khusus karena ketergantungan obat dan alkohol, namun yang paling banyak adalah perawat berkebutuhan khusus yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya standar pencapaian kinerja yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Kondisi ini didukung oleh Jernigan(1988, dalam Marquis dan Houston, 2010) menyatakan bahwa perawat yang memiliki kemampuan dibawah standar minimal disebabkan oleh kekurangan performance sering berasal dari burnout atau kebosanan, ketidakpuasan pekerjaan, tuntutan kebutuhan untuk bekerja karena alasan ekonomi, permasalahan pribadi, defisit pengetahuan, ketidakmampuan untuk belajar, gangguan emosional, dan gangguan kesehatan. Dapat disimpulkan, bahwa perawat berkebutuhan khusus adalah perawat yang mempunyai skill dibawah standar minimal organisasi profesi, seperti rendah pengetahuan akibat masih rendahnyajenjang pendidikan, komunikasi masih kurang, bekerja tidak sesuai SOP karena jenuh dan bosan, stres, sering terlambat masuk kerja, peran ganda, sering absen, sering sakit-sakitan, bosan dengan rutinitas pekerjaan. Hasil penelitian Tawale (2011) menyatakan bahwaada hubungan yang bermakna antara burnout dengan motivasi kerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (27,7%). Masalah kepuasan kerja juga mempengaruhi kinerja perawat. Hal ini didukung oleh penelitian Delon, Runtu, dan Widyarini (2009) 4 bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan stres kerja sebesar (8,5%),stres kerja dengan iklim organisasi sebesar (7,2%). Sedangkan stres kerja dan kepuasan kerja sebesar (14,7%), sedangkan masalah kelelahan didukung oleh penelitian Hestya (2012) yang menunjukkan ada pengaruh kerja shift terhadap kelelahan perawat IRNA RSUD dr. Sayidiman Magetan. Pengaruhnya kecil tetapi terdapat perbedaan dimana perawat yang bekerja shift mempunyai peluang lelah 1,125 kali daripada perawat yang tidak bekerja shift. Jika hal ini dibiarkan saja akan menimbulkan suatu masalah atau konflik. Konflik merupakan perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Menurut Kuntoro (2010) konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaa, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang. Menurut Sunyoto (2012, dalam Suprihanti, 2003) mengatakan bahwa konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Oleh karena itu, konflik merupakan suatu pertentangan antara dua orang/kelompok atau lebih, dimana pertentangan tersebut disebabkan oleh adanya suatu kondisi atau keadaan yang timbul karena perbedaan pendapat, pandangan, nilai dan tujuan dari tiap individu dengan dihadapkan pada kenyataan bahwa membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja yang terbatas, sehingga masing-masing individu berupaya untuk memenangkan pendapat dan kepentingannya masing-masing serta 5 adanya imbalan yang langka serta adanya gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan (Safitri, 2012) Konflik yang dialami pada perawat berkebutuhan khusus dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Jernigan (1988,dalam Marquis dan Houston, 2010) menyatakan bahwa penyebab perawat berkebutuhan khusus adalah akibat kelelahan fisik dan mental, kebosanan, ketidakpuasan kerja, kebencian karena bekerja untuk alas an ekonomi, masalah pribadi berkaitan dengan peran ganda sebagai pekerja dan mengurus rumah tangga, kurang pengetahuan, ketidakmampuan belajar, gangguanemosi, dan kondisi kesehatan menurun.Dapat disimpulkan, bahwa penyebab perawat berkebutuhan khusus seperti akibat kelelahan fisik karena menjalankan dua peran, bosan dengan rutinitas kerja yang berakibat seperti komunikasi buruk, pencatatan pekerjaan tidak optimal, stres, gangguan emosi yang berakibat kepada kondisi suka terlambat masuk kantor, suka sakit-sakitan. Agar dampak konflik ini tidak berkepanjangan diperlukan upaya dan metoda untuk menggelola perawat berkebutuhan khusus ini supaya dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien dan keluarga (Safitri, 2012) Secara umum konflik dapat diselesaikan dengan lima metoda. Menurut Suprihanto (2003) ada lima metode untuk menangani konflik yaitu : 1) Kompetisi, 2) Menarikdiri, 3) Akomodasi, 4) Kompromi, dan 5) Kolaborasi, Berdasakan hasil penelitian oleh Rona Putria (2009) menyatakan bahwa strategi penyelesaian masalah yang paling sering digunakan adalah kompromi (96,9%). 6 Metode penggelolaan pada perawat berkebutuhan khusus tidak bisa menggunakan metoda penggelolaan konflik diatas karena masalah atau konflik pada perawat berkebutuhan khusus sangat komplek seperti sifat ego perawat yang sangat tinggi, peran ganda pada perawat, sehingga tidak memungkinkan perawat untuk menggunakan metode penggelolaan konflik secara umum (Profil RSUD Bangkinang, 2012). Hasil studi oleh Schniederjans dan Stoeberl (1985,dalam Marquis dan Huston, 2010) menunjukan bahwa 85% manajer menggunakan satu dari lima metode ketika mengatasi perawat berkebutuhan khusus. Adapun metoda tersebut meliputi 1)Pemberhentian, 2)Mutasi, 3) Konseling, 4)Kurang resolusi, dan 5) Rotasi. Lima metoda diatas dibagi menjadi aktif dan pasif. Kelompok metoda aktif adalah konseling sedangkan metoda pasif yaitu pemindahan, pemberhentian, kurang resolusi dan bekerja disekitarnya. Metoda pasif dibagi menjadi dua yaitu metoda pasif untuk high manajer seperti pemindahan dan pemberhentian, sedangkan metoda pasif untuk low manajer yaitu kurang resolusi dan rotasi. Untuk high manajer dapat dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit sedangkan low manajer dapat dilakukan oleh Kepala ruangan dan ketua tim. Lima metoda yang dikemukan oleh Marquis dan Huston (2010), metoda konselinglah yang paling efektif untuk meggelola perawat berkebutuhan khusus. Konseling merupakan layanan yang membantu perawat dalam menyelesaikan masalah pribadinya. Menurut Sarawaswati (2002, dalam Suparyanto, 2011) menyatakan bahwa konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien. Dapat disimpulkan, bahwa konseling adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang 7 bersifat saling membantu untuk menyelesaikan masalah dengan syarat konselor adalah harus individu yang sudah terlatih dalam hal menggelola perawat berkebutuhan khusus. Untuk itu, perlu dilakukan suatu pelatihan untuk membantu manajer dalam menggelola perawat berkebutuhan khusus. Konseling bertujuan mengembangkan mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi masalah kehidupan. Menurut Yulifah (2009, dalam Suparyanto, 2011) menyatakan bahwa konseling bertujuan memberi layanan untuk membantu masalah klien, karena masalah klien yang benar-benar terjadi akan merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga harus segera dicegah dan jangan sampai timbul masalah baru. Dapat disimpulkan bahwa konseling bertujuan untuk mampu mengatasi suasana krisis kejiwaan, mampu mengenali kekeliruaannya di masa lampau dan memotivasi diri untuk bangkit, mampu menerima situasi yang tidak mungkin berubah dan terus berjuang mengubah yang bisa diubah dan mempunyai motivasi kuat untuk merubah perilakunya. Kegiatan konseling dalam keperawatan merupakan bagian dari keperawatan profesional. Menurut Tamsuri (2008) Konseling merupakan salah satu metoda penyelesaian masalah (problem solving) yang tidak hanya dikerjakan perorangan namun bisa perkelompok.Konseling diselenggarakan untuk membantu klien dalam mengembangkan kemampuan diribaik pengetahuan, sikap, maupun perilaku, yang dapat memaksimalkan fungsi dan kualitas hidupnya. Oleh karena itu, kemampuan yang harus dimiliki konselor adalah pengetahuan, kualitas fisik, emosional, sosial, keterampilan, dan moral sebagai pribadi yang bergunasehingga membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya. 8 Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah daerah Kabupaten Kampar tipe C, yang berdiri pada tahun 1979. RSUD Bangkinang sudah terakreditasi dan pada tahun 2010 mendapatkan penghargaan sebagai 5 pelayananterbaik se Indonesia. Saat ini RSUD Bangkinang memiliki sumber daya keperawatan 153 orang (49%) dengan kualifikasi SPK 12%, DIII Keperawatan 73%, Sarjana Keperawatan 15%. Bila dibandingkan dengan BOR (Bed Occupation Rate) rata-rata pertahun adalah 52% dari 102 tempat tidur artinya secara kuantitas jumalh perawat mencukupi untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien dan keluarga. Berdasarkan hasil residensi dan studi pendahuluandi RSUD Bangkinang didpatkan data masalah kinerja perawatyang berada dibawah standar minimal seperti 62% pendokumentasian yang masih dibawah standar, 88,2%komunikasi yang kurang, kedispilinan yang masih kurang, jenjang karir membinggungkan, motivasi rendah, beban kerja meningkat, ronde keperawatan tidak terlaksana, pre dan post confrence kurang efektif, sistem reward dan punishment yang belum efektif, 100% burnout, >30% perawat masih banyak yang datang terlambat dan cepat pulang. Ini disebabkan oleh masalah keluarga seperti antar jemput anak ke sekolah, rapat atau pertemuan orang tua anak di sekolah, izin urusan keluarga, dan lain-lain. Perawat dengan kondisi diatas dipastikan akan mengganggu sistem pelayanan kepada pasien(Safitri, 2012) Berdasarkan hasil pembicaraan dengan perawat pelaksana RSUD Bangkinang tanggal 2 Maret 2013 didapatkan informasi bahwa tujuh dari 10 perawat pelaksana mengatakan bahwa mereka agak kewalahan ketika menghadapi perawat 9 ini karena 1 orang saja yang berbuat bisa membuat perencanaan yang sudah disusun diawal terkadang bisa berantakan, karena jumlah perawat pada saat dinas terbatas. Kondisi tersebut sudah dilaporkan kepada kepala tim atau kepala ruangan, namun belum ada jawaban untuk mengatasi perawat seperti ini. Kepala ruanganpun sudah melaporkan masalah ini ke bidang perawatan dan hasilnya tetap menunggu keputusan dari Direktur Rumah Sakit. Berdasarkan wawancara dengan Kasi Bina Keperawatan RSUD Bangkinang pada tanggal l2 Maret 2013 bahwa masalah perawat berkebutuhan khusus menjadi dilema bagi bidang pelayanan, salah satunya adalah status perawat yang PNS (pegawai negeri sipil) sehingga mereka bisa melakukan apa saja yang mereka mau. Jika ada pengaduan dari atasan mereka, perawat tersebut hanya ditegur kemudi diberikan SP I, jika terjadi kesalahan lagi lanjut SP II, tejadi lagi masalah pada perawat lanjut SP III, dan jika terjadi masalah kembali lagi SP I. Hal inilah yang membuat perawat di RSUD Bangkinang merasa aman dan nyaman jika membuat suatu masalah karena tidak ada sanksi yang jelas dari Direktur RSUD Bangkinang sehingga terjadi 100% burnout. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, Direktur RSUD Bangkinang hanya melakukan pemindahan atau mutasi antar ruangan, namun hasilnya tetap saja tidak memberikan dampak yang positif. Justru menambah pemikiran dan pekerjaan Direktur Bangkinang karena perawat yang dipindahkan tersebut membuat masalah juga ditempat yang baru. Saat ini kemampuan manajer dalam mengelola perawat berkebutuhan khusus belum maksimal karena setiap permasalahan yang dilakukan oleh perawat berkebutuhan khusus, manajer selalu menyerahkan permasalahan tersebut kepada 10 atasannya. Jika dilihat dari tingkat pendidikan 70% manajer sudah berada pada level pendidikan sarjana. Artinya secara kognitif manajer satu level diatas perawat berkebutuhan khusus. Sedangkan sikap dan keterampilan manajer belum mampu menyelesaikan permasalahan perawat berkebutuhan khusus namun menyerahkan kepada atasannya. Pimpinan RSUD Bangkinang dalam periode beberapa tahun belakangan ini merasakan masalah perawat berkebutuhan khusus tersebut menjadi permasalahan yang kompleks dan membutuhkan upaya penanganan segera supaya pelayanan kepada pasien tidak terganggu.Meskipun tindakan seperti pemindahan sudah pernah dilakukan namun tindakan tersebut belum efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas tentang efektifitas pelatihan metode konseling terhadap kemampuan manajer menggelola perawat berkebutuhan khusus di RSUD Bangkinang.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) R Medicine > RT Nursing |
Divisions: | Pascasarjana Tesis |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 26 Feb 2016 05:00 |
Last Modified: | 26 Feb 2016 05:00 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2122 |
Actions (login required)
View Item |