POPI, WULANDARI (2014) TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENUNDAAN PEMBACAAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
520.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah hukum formil yang berfungsi untuk menegakkan hukum materilnya, yaitu bagian dari hukum konstitusi yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi.Oleh karena itu keberadaan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dapat disejajarkan dengan Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.1 Dalam hukum acara Mahkamah Konsitusi, 5 (lima) kewenangan Mahkamah Konstitusi mempunyai karakter tersendiri yang mengharuskan penyusun Undang-Undang Mahkamah Konstitusi merumuskan hukum acara sesuai dengan karakteristik kewenangannya.2 Oleh karena itu, untuk menegakkan hukum materilnya, Undang-Undang Dasar1945 telah memberikan 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi untuk: (1) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; (3) memutus pembubaran partai politik; (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan (5) memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat atas dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Atas dasar kewenangan hukum acara Mahkamah Konstitusidan 1Janedjri M. Gaffar, dkk, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2010, hlm. 15. 2 Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara: Pasca Amandemen UUD 1945, Padang: Andalas University Press, 2006, hlm. 172. kewajiban konstitusional inilah, hukum acara diperlukan untuk mengatur mekanisme atau prosedur beracara di Mahkamah Konstitusi.3 Hukum acara Mahkamah Konstitusi meliputi materi-materi terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi, kedudukan hukum pemohon, dan proses persidangan mulai dari pengajuan permohonan, pembuktian, hingga pengambilan putusan. Pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 tergantung pada mekanisme prosedur beracara yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.4 Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang menyelenggarakan peradilan konstitusi sering juga disebut sebagai Pengadilan Konstitusi (constitutional court).Hal itu tercermin dari dua hal.Pertama,perkara-perkara yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi adalah perkara-perkara konstitusional, yaitu perkara yang menyangkut konsistensi pelaksanaan norma-norma konstitusi.Kedua, sebagai konsekuensinya, dasar utama yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara adalah konstitusi itu sendiri.5 Adapun sumber dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi dapat dilihat dari aspek materil dan formil. Aspek materil dilihat dari materi ketentuan hukum acara dimaksud diambil atau hal apa saja yang mempengaruhi materi hukum acara Mahkamah Konstitusi.Dalam konteks hukum nasional,bersumber pada nilai-nilai yang diyakini kebenarannya 3Ibid, hlm. ix. 4Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (edisi 2), Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. xv. 5Janedjri M. Gaffar, dkk, Op Cit, hlm. 13. oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.Sedangkan sumber hukum formil hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah ketentuan hukum positif yang mengatur hukum acara Mahkamah Konstitusi atau paling tidak terkait dengan hukum acara Mahkamah Konstitusi.6 Untuk lebih jelasnya Maruarar Siahaan menjelaskan sumber hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah:7 1. Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2. Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 3. Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 4. Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Hukum Acara Pidana Indonesia. 5. Doktrin. 6. Hukum Acara dan Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara lain. Dalam beracara di hukum acara Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dalam proses pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi tidak diatur secara jelas dalam undang-undang maupun Peraturan Mahkamah Konstitusi, sehingga tidak jelas batas waktu dalam penyelesaian suatu putusan Mahkamah Konstitusi. Padahal pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi yang berjarak lama akan mendatangkan dampak dan akibat, baik bagi pemohon ataupun pihak lain yang terkait dalam suatu putusan tersebut. Seperti yang terjadi pada 6Ibid, hlm. 27. 7Maruarar Siahaan,Op Cit, hlm.59. beberapa contoh putusan Mahkamah Konstitusi berikut yang jarak putusan dan pembacaan putusannya lama: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim,pada hari Selasa, 26 Maret 2013 dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, 6 Mei 2013 pukul 15.05 WIB.8 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, pada hari Kamis, 28 Maret 2013 dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, 29 Agustus 2013 pukul 09.41 WIB.9 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, pada hari Senin, 8 8Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, hlm. 187. 9Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, hlm. 40. Juli 2013 dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, 9 Januari 2014 pukul 16.15 WIB.10 Dari sekian banyak Putusan Mahkamah Konstitusi, yang paling lama jarak putusandengan pembacaan putusannya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Undang-Undang Pilpres) yangdiputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari Selasa, 26 Maret 2013, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, 23 Januari 2014, pukul 14.53 WIB.11Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materil (judicial review)undang-undang terkait pelaksanaan pemilu serentak pada tahun 2019 dan seterusnya menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 Undang-Undang Pilpres bertentangan dengan Undang-Undang Dasar1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional). Amar putusan dalam angka 1 tersebut di atas berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2019 dan pemilihan umum seterusnya.12 Pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemohonan uji materil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah diajukan Koalisi Masyarakat Sipil ke Mahkamah Konstitusisejak Januari 2013tertunda hingga 8 (delapan)bulan 10Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013, hlm. 54. 11Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, hlm. 88. 12http://www.mediaindonesia.com/Jalan_Panjang_Menuju_Pemilu_Serentak di akses 16 Februari 2014. dari bulan Mei 2013 sampai Januari 2014.Akibatnya,karena jarak pembacaan putusan pemilu serentak dan pelaksanaan pemilu 2014 berdekatan,amar putusannya menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu Presiden serentak itu baru bisa dilaksanakan pada pemilu 2019.13 Dalam hal penundaan dikeluarkannya putusan tersebut terdapat beberapa kejanggalan pada Mahkamah Konstitusi. Pakar komunikasi politik, Effendy dalam diskusinya di Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (25/1/2014) mengatakan, terdapat kejanggalan dalam surat jawaban Mahkamah Konstitusi ke kuasa hukumnya Wakil Kamal. Dalam surat yang dikirimkan oleh panitera Kasianur Sidauruk itu, disebutkan bahwa pembacaan putusan belum dapat dibacakan, karena masih tengah dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).Surat bernomor 100/PAN.MK/5/2013 tersebut tertanggal 30 Mei 2013, sedangkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Kamis (23/1/2014) disebutkan RPH telah selesai pada tanggal 26 Maret 2013.14 Dengan dikeluarkannya putusan tersebut maka amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat dalam Pasal 22E ayat (1) dan (2) sudah terpenuhi, tetapi sangat disayangkan baru bisa terlaksana pada pemilu 2019. Pemilu legislatif dan pemilu Presiden yang digelar serentak tentunya akan menghemat anggaran negara yang berasal dari pembayar pajak, dan meningkatkan kemampuan anggaran negara. Pemilu serentak 13http://www.jurnas.com/news/121397/Effendi_Ghazali_Pertanyakan_Penundaan_Putusan_MK_/1/Nasional/Pemilu_2014 di akses tanggal 20 Februari 2014. 14http://www.inilah.com/news/ Effendi Ghazali meminta penjelasan surat jawaban MK di akses tanggal 20 Februari 2014. jugamengurangi pemborosan waktu, mengurangi konflik horizontal didalam masyarakat serta hak warga negara memilih secara cerdas untuk membangun peta presidensial dengan keyakinannya dan mempertimbangkan penggunaan memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari partai yang sama dengan calon Presiden dan Wakil Presiden.15 Dari uraian diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai hukum acara pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar terkait penundaan pembacaan putusan MahkamahKonstitusi dan dampak penundaan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yang nantinya akan dituangkan dalam karya tulis ilmiah dalambentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENUNDAAN PEMBACAAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN”
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 26 Feb 2016 04:36 |
Last Modified: | 26 Feb 2016 04:36 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2086 |
Actions (login required)
View Item |