LISAMARLINA, LISAMARLINA (2013) PENGISIAN JABATANWAKIL KEPALA DAERAH DILIHAT DARI KONSEPSI OTONOMI DAERAH BERDSARAKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
108.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (584kB) |
Abstract
Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah Negara yang terdiri atas daerahdaerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi lagi kedalam daerah kabupaten/kota. Setiap daerah propinsi, kabupaten kota. Sebagai mana yang tertuang dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) “daerah indonesia akan dibagai dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil”. Setelah UUD 1945 di amandemen dinyatakan dalam perubahan kedua pasal 18 “negara kesatuan republic indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undangundang” konsekwensi logis dari amanat pasal 18 UUD 1945 tersebut adalah adanya pemerintahan daerah. Pemerintahan merupakanan penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat didaerah yang dilakukan oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dilaksanakan dengan asas otonomi daerah yang artinya ialah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan 3 perundang-undangan.1 Pemerintah pusat tidak mungkin dapat menyelenggarakan pemerintahan sebaik-baiknya, tanpa memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan daerah itu sendiri, karenanya pemerintah pusat memberikan kewenangan otonomi bagi daerah untuk mengurus daerahnya. Secara prinsipil, kewenangan otonomi yang diberikan kepada sesuatu Pemerintah daerah, dimaksudkan untuk memaksimalkan penyelenggaraan fungsi–fungsi pokok pemerintahan yang mencakup pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment) dan pembangunan (development). Dalam fungsi pelayanan terkandung tujuan untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat. Artinya bahwa siapapun dalam masyarakat itu harus mendapat perlakuan yang sama, tidak memandang apakah dia kaya atau biasa, harus mendapat perlakuan yang sama. Dalam fungsi pemberdayaan, terkandung tujuan untuk menciptakan masyarakat mandiri, dan dalam fungsi pembangunan terkandung tujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. 2 Sistem pemerintahan di daerah pada prinsipnya harus menyesuaikan diri dengan sistem pemerintahan yang ada di pusat sebagaimana yang ditegaskan oleh UUD sebagai konstitusi tertinggi di Indonesia.3 Kalau pada pemerintah Pusat penyelenggaraan pemerintahan dilakukan oleh Presiden dan 1 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm.6 2 Suara Pembaharuan, Otonomi Daerah Peluang dan Tantangan, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm.31 3 C. S. T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2005, hlm.158 4 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka dalam Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah yaitu Gubernur untuk tingkat propinsi, Bupati/walikota untuk tingkat Kabuapaten/kota dan DPRD. Untuk menyelenggarakan Pemerintah Daerah, kepala Daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Pada masa lalu, tepatnya sebelum terjadinya reformasi, ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah tidak pernah ketentuan mengenai kedudukan wakil kepala Daerah. Mulai dari Undang- Undang (UU) Nomor (No) 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah, UU No.22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan UU No.19 Tahun 1965 tentang Desapraja, UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang diikuti UU No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Kemudian ketika terjadi reformasi terjadi pembaharuan dalam mendesain sistem pemerintahan daerah barulah terbuka ruang untuk kedudukan wakil kepala daerah dalam pemerintahan Daerah, yaitu ketentuan dalam Pasal 30 UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah: “Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah”. Adapun tugas dari wakil kepala daerah tersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 57 Ayat (1) UU yang sama “Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas : a) membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan kewajibannya; b) mengkoordinasikan kegiatan instansi 5 pemerintah di Daerah, dan; c) melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah”. Dan Pasal 57 ayat (2) menyatakan, “Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Kepala Daerah”. Jika dilihat berdasarkan tugas diatas, tidak ada yang istimewa dengan kedudukan dan tugas tersebut, karena tugas tersebutpun juga dilakukan oleh sekretaris daerah, yaitu membantu tugas dari kepala daerah, bisa kita bandingkan dengan ketentuan pasal 61 ayat (5) “Sekretaris Daerah berkewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan unit pelaksana lainnya”, yang membedakan antara kepala daerah dan sekretaris hanya terletak pada aspek posisinya. Wakil kepala daerah menduduki jabatan politik sedangkan sekretaris daerah menduduki posisi jabatan birokratis (pemerintah). UU No.32 Tahun 2004 yang menjadi ketentuan berikutnya tentang pemerintahan daerah juga semakin mempertegas kedudukan dari wakil kepala daerah, dimana untuk pemilihan kepala daerah dilakuan satu paket dengan kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang membuat posisi wakil kepala daerah menjadi sama pentingnya dengan kepala daerah. Namun dari sisi substantif manajemen tugasnya tidak mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan UU terdahulu. Intinya tetap membantu tugas dari kepala daerah. Memang, dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, wakil kepala daerah yang bertanggungjawab kepada kepala daerah, tidak 6 memiliki peran dan kewenangan yang besar. Tugas wakil adalah membantu kepala daerah. Jika kepala daerah membagi sebagian kewenangannya, wakil bisa mendapat bagian fungsi atau kewenangan. Tapi jika tidak, peran wakil sangat terbatas. Kecuali di saat kepala daerah berhalangan menjalankan fungsinya.4 Berbagai wacana muncul termasuk menghilangkan keberadaan wakil kepala daerah. Wakil kepala daerah dalam peraturan ini memang sifatnya hanya membantu kepala daerah melaksanakan tugas tertentu dan menggantikan kepala daerah jika berhalangan. Namun yang patut diperhatikan adalah keberadaan wakil kepala daerah yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan kepala daerah yang merupakan satu paket yang dipilih rakyat secara langsung dalam pesta demokrasi (demokrasi langsung). Amandemen UUD 1945 merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis, yaitu dengan adanya pemilihan umum yang diselenggarakan secara langsung. Pemilihan umum (Pemilu) dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi.5 Disamping adanya perubahan di tingkat UUD 1945, alasan yuridis lain yang mengharuskan kepala daerah dipilih secara langsung adalah karena memilih 4 www.liputan6.com, Ketidak Harrmonisan Hubungan Kepala Daerah, di akses tanggal 17 Mei 2012 5Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif konstitusi, cetakan pertama, Total Media, Yogyakarta 2009, hlm. 98. 7 kepala daerah tidak lagi menjadi tugas dan wewenang DPRD.6 Sejak dilaksanakannya pemilukada secara langsung keberadaan wakil kepala daerah ternyata menimbulkan polemik. Sejak pemilikada yang diselenggarakan pada tahun 2005 lalu, sejumlah wakil kepada daerah mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir. Ada yang beralasan tidak difungsikan oleh kepala daerah, ada juga yang beralasan tidak memiliki kecocokan dengan kepala daerah seperti pengunduran diri Wakil Bupati Garut Dicky Chandra, Wakil Gubernur Jakarta Prijanto pada Desember 2011 lalu bahkan ada yang mengundurkan diri dengan alasan untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilu berikutnya sebagai bakal calon kepala daerah. temuan Kementerian Dalam Negeri dari 311 pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2010-2011 sekitar 94 persen tidak harmonis antara kedua pasangan tersebut.7 UU No.12 Tahun 2008 merupakan tindak lanjut dari keluarnya putusan MK No.005/PPU-V/2007 yang memberikan kesempatan kepada calon perseorangan untuk ikut berpartisipasi mencalonkan diri dalam pemilu. Sejak saat itu banyak pasangan calon yang berasal dari perseorangan yang mengajukan diri dalam pemilu dan tidak jarang menjadi pemenang dalam pemilu. Wakil Bupati Garut Dicky Chandra adalah pemenang pemilu dari pasangan perseorangan untuk periode 2009-2014. Ketika Dicky Chandra mengundurkan diri terjadi kekosongan jabatan dari wakil kepala daerah Garut. Berbagai wacana muncul sehubungan dengan hal ini. Mulai dari wacana 6Suharizal,Pemilukada Regulasi,Dinamika, dan Konsep Mendatang, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2011,hlm.2 7www.banten.antaranews.com , Pemerhati Wakil Kepala Daerah Sebaiknya Dihilangkan, diakses tanggal 17 Mei 2012 8 tentang pemisahan pemilihan wakil kepala daerah yang tidak sepaket dengan pemilihan kepala daerah karena pada prinsipnya hal ini tidak bertentangan dengan konstitusi tertinggi UUD 1945, kemudian juga muncul wacana tentang penghapusan jabatan wakil kepala daerah karena dianggap tugas dari wakil kepala daerah hanya membantu kepala daerah dalam menjalankan tugasnya yang mana tugas tersebut juga dilakukan oleh sekretaris daerah. Berkenaan dengan terjadinya kekosongan jabatan wakil kepala daerah, UU No.32 Tahun 2004 belum mengatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berhalangan. Dengan keluarnya UU No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) No.49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP No.6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, maka pengisian kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah belum sepenuhnya terjawab. Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: PENGISIAN JABATAN WAKIL KEPALA DAERAH DILIHAT DARI KONSEPSI OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UUD 1945.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 26 Feb 2016 02:36 |
Last Modified: | 26 Feb 2016 02:36 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1928 |
Actions (login required)
View Item |