mhd, zul putra (2016) ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 76/PUU-XII/2014 TERKAIT PENGUJIAN PASAL 245 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Diploma thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Abstrak)
ABSTRAK.pdf - Published Version Download (204kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
BAB I.pdf - Published Version Download (289kB) | Preview |
|
|
Text (BAB IV)
BAB IV PENUTUP.pdf - Published Version Download (195kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (130kB) | Preview |
|
Text (Skripsi Full Text)
SKRIPSI UTUH.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
ABSTRAK Mahkamah Konstitusi adalah lembaga Negara yang Salah satu kewenangan yang dimilikinya adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam sebuah pengujian Undang-Undang, yakninya pengujian pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Terkait dengan penyidikan anggota DPR, Mahkamah Konstitusi mengganti izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan izin Presiden. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan berbagai pendapat di kalangan para ahli hukum. Mahkamah Konstitusi dinilai telah merumuskan sebuah putusan yang tidak diminta oleh pemohonnya, karena yang dimohonkan adalah agar persetujuan tertulis MKD dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Namun, dalam Putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal tersebut bertentangan, dengan tambahan sepanjang tidak dimaknai “persetujuan tertulis dari Presiden”. Dalam kasus ini Penulis merumuskan dua permasalahan yaitu: Apa dasar dan pertimbangan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan Putusan frasa izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan diganti dengan izin dari Presiden? dan Bagaimana dampak Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut? Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis melakukan metode Yuridis Normatif. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengganti frasa izin tertulis dari MKD menjadi izin tertulis dari Presiden, ini dikarenakan bahwa terhadap pejabat Negara yang sedang menghadapi proses hukum izinnya dikeluarkan oleh Presiden, sebagaimana yang telah diatur dalam UU MA, UU MK, UU BPK. Dan dalam rangka mewujudkan proses hukum yang berkeadilan, efektif, dan efisien, serta menjamin adanya kepastian hukum. Oleh sebab itu, karena putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, bagaimana pun keputusan itu harus ditaati oleh semua pihak.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | S1 Ilmu Hukum |
Date Deposited: | 15 Sep 2016 03:58 |
Last Modified: | 15 Sep 2016 03:58 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/16665 |
Actions (login required)
View Item |