ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANGMEMPENGARUHI KINERJA BANK

MUHAMAD, ALI NAFIAH (2013) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANGMEMPENGARUHI KINERJA BANK. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
31.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (537kB)

Abstract

Latar Belakang Perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Terutama dalam menjaga keadaan moneter yang berkaitan dengan pengendalian tingkat inflasi dengan mengontrol peredaran uang dan suku bunga. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal 8 undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1999 tentang tujuan dan tugas Bank Indonesia yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pambayaran dan mengatur dan mengawasi bank. Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia agar tujuan berupa penetuan indikator ekonomi dapat tercapai sehingga dengan itu tujuan akhir pembangunan dapat diwujudkan. Dengan lembaga perbankan yang baik sehingga tujuan antara yang ditetapkan dapat dicapai, maka bank dalam sistem keuangan nasional merupakan bagian yang sangat penting (Sudirman, 2013:31). Industri perbankan di Indonesia mengalami banyak periode krisis, salah satunya yaitu krisis yang terjadi pada awal dekade 1980-an, krisis ini melahirkan paket kebijakan 27 oktober 1988 atau biasa disebut pakto 88. Kebijakan ini membuka jalan bagi perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dengan memberikan kemudahan mendirikan bank, membuka kantor cabang dan memperluas instrumen pengerahan dana masyarakat. Pakto 88 memungkinkan berdirinya bank-bank baru, sejumlah bank yang tumbuh dan berkembang tidak lepas dari kepentingan bisnis pemiliknya, sehingga tidak ada ruang yang memadai 3 untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi perbankan tersebut pada tingkat mikro perusahaan, akibatnya tidak sedikit perbankan yang bekerja tidak efisien. Dalam kondisi seperti ini bank telah kehilangan fungsi utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary). Dampak dari rentannya bisnis perbankan juga terlihat pada krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 sampai 1998, industri perbankan termasuk salah satu industri yang mendapatkan dampak yang cukup parah yang menambah semakin buruknya kondisi perekomian Indonesia pada saat itu. Bangkrutnya perusahaan menyebabkan non performing loans perbankan membengkak. Likuiditas bank terganggu karena penerimaan bunga kredit yang tersendat. Perbankan nasional juga harus membayar hutang luar negeri yang membengkak karena penurunan nilai rupiah. Hal ini menyebabkan bank mengalami kerugian yang besar dan bahkan modalnya menjadi negatif, kesulitan bank semakin parah karena masyarakat menarik simpanannya dari bank-bank dan bank-bank tertimpa risiko likuiditas. Pemerintah Indonesia melalui BI melakukan berbagai macam kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia pada umumnya dan industri perbankan pada khususnya. Akhirnya pada tahun 1999 perbankan Indonesia memperlihatkan tanda-tanda pemulihan yang tercermin dari aspek dana, permodalan, profitabilitas dan kualitas aktiva produksi atau KAP. Kepercayaan masyarakat yang telah hilang terhadap bank perlahan menjadi pulih kembali, hal itu tercermin mulai dari tahun 2000 hingga tahun 2011 simpanan masyarakat yang terus bertambah, kinerja bank-bank mulai meningkat. Pada umumnya untuk menilai kinerja bank digunakan metode CAMELS, menurut Hays, dkk (2009), 4 menyatakan CAMELS merupakan singkatan dari Capital Adequacy yang , Asset quality, Management, Earnings dan Liquidity. Tabel 1.1 Kinerja Perbankan Per Desember 2011 (dalam Triliun Rupiah) 2011 2010 Total Aktiva 3653 3009 Kredit 2229 1765 Dana Pihak Ketiga 2785 2339 Giro 653 536 Tabungan 898 733 Deposito 1234 1070 Laba Bersih 75 57 NIM 5,90% 5,70% LDR 80% 76,80% NPL 2,60% 2,90% CAR 16,10% 17,20% Sumber: Bank Indonesia Data statistik perbankan Indonesia yang dilansir Bank Indonesia mencatatkan kinerja perbankan sepanjang tahun 2011 tumbuh positif, dari data pada tabel diatas menunjukkan pertumbuhan total aktiva perbankan pada tahun 2011 sebesar 3.653 triliun rupiah meningkat dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 3.009 triliun rupiah. Selanjutnya dari kredit yang disalurkan juga terjadi peningkatan, total pada tahun 2011 jumlah kredit mencapai 2.229 triliun rupiah meningkat dari periode yang sama pada tahun 2010 sebesar 1.765 triliun rupiah, selanjutnya kemampuan bank dalam menghimpun dana dari pihak ketiga juga terjadi peningkatan pada tahun 2011 sebesar 2.785 triliun rupiah meningkat 19,1% dari tahun 2010 dengan 2.339 triliun rupiah, hal ini menggambarkan meningkatnya fungsi intermediasi bank. Sedangkan dari segi 5 profitabilitas perbankan mencatatkan perolehan laba bersih sebesar 75 triliun rupiah Per Desember 2011 atau tumbuh 31% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya senilai 57 triliun rupiah. Peningkatan tersebut memperlihatkan membaiknya kinerja perbankan dalam memperoleh laba setelah mengalami beberapa periode krisis. Peningkatan laba ini merupakan good news bagi semua pihak-pihak yang memiliki kepentingan (stakeholders), salah satunya bagi para investor yang menanamkan modalnya pada bank, dengan adanya peningkatan laba ini akan menimbulkan rasa aman pada investor dan akan sangat mungkin bagi investor untuk menambahkan modal kepada bank yang akan memperbesar kesempatan bagi bank untuk memperoleh laba karena adanya tambahan dana dari investor. Indikator untuk mengukur kinerja bank secara umum bisa dianalisis dengan analisis return on equity (ROE) dan anilisis return on assets (ROA), return on equity (ROE) merupakan analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan kinerja perusahaan untuk menciptakan laba bagi pemilik saham, sedangkan return on assets (ROA) mengukur dari kemampuan perusahaan memperoleh dari total aset perusahaan, untuk selanjutnya pada penelitian ini akan lebih difokuskan pada analisis return on equity (ROE). Dari sisi permodalan, perbankan Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 capital adequacy ratio (CAR) perbankan nasional mengalami penurunan dari 17,2% pada tahun 2010 menjadi 16,05%. Namun hal ini tidak perlu cemaskan karena level ini masih jauh di atas batas minimum ketentuan Bank Indonesia yang sebesar 8% jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata perbankan masih berada dalam kondisi yang sehat. Capital 6 adequacy ratio (CAR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kecukupan modal yang dimiliki suatu bank dalam menunjang kegiatan operasinya. Dari segi efisiensi operasional, tercatat per Desember 2011 menunjukkan rasio Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) rata-rata industri perbankan Indonesia sebesar 85,42 persen, namun rasio BOPO perbankan Indonesia termasuk paling tinggi dibanding negara-negara ASEAN lain yang memiliki rasio BOPO dikisaran 40-60 persen. BOPO merupakan rasio yang digunakan untuk megukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya, semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien suatu bank dalam mengelola operasinya. Membaiknya kondisi perekonomian juga meningkatkan permintaan kredit dari masyarakat dan penawaran kredit dari perbankan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan Loan To Deposit Ratio (LDR) per desember 2011 sebesar 80% dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 76,80%. Dengan demikian LDR perbankan nasional sudah melewati LDR minimal 78% sebagaimana disyaratkan Bank Indonesia untuk menggeber kinerja kredit pada kisaran LDR 78-100%. Dengan LDR minimal 78% berarti ketika suatu bank dapat menghimpun DPK 100 triliun rupiah, bank tersebut wajib menyalurkan kredit minimal 78 triliun rupiah. Dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terlihat adanya peningkatan LDR. Peningkatan LDR menggambarkan membaik kondisi likuiditas suatu bank. Peningakatan kinerja perbankan juga terlihat dari menurunnya angka rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) per Desember 2011 sebesar 2,6 persen lebih baik dibanding tahun sebelumnya sebesar 7 2,9 persen, hal ini menggambarkan membaiknya kinerja perbankan dalam mengelola risiko, dalam hal ini risiko kredit. Sedangkan pendapatan bunga bersih yang bisa dihimpun per Desember 2011 sebesar 178,72 triliun rupiah, dari data ini net interest margin (NIM) per Desember 2011 sebesar 5,9 persen meningkat dari periode yang sama pada tahun 2010 sebesar 5,7 persen. Masih banyak perdebatan mengenai fungsi dari rasio NIM itu sendiri, ada yang menjadikannya sebagai indikator untuk menilai efisiensi operasional bank, namun secara harfiah net interest margin dapat diartikan sebagai selisih antara pendapatan bunga dengan biaya bunga sebagai bagian dari proporsi dari total aset atau aktiva produktif perusahaan. Dari data rasio yang disebutkan di atas, seperti rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) dan Net Interest Margin (NIM). Dapat dilihat bahwa rasio mempengaruhi terhadap perkembangan laba atau profitabilitas perbankan, untuk profitabilitas pada penelitian ini akan digunakan analisis Return On Equity (ROE). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini diberi judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA BANK (STUDI EMPIRIS PADA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007-2011).

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HB Economic Theory
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 18 Feb 2016 07:59
Last Modified: 18 Feb 2016 07:59
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1665

Actions (login required)

View Item View Item