ANALISIS DETERMINAN EKSPORMINYAK KELAPA SAWIT (CPO)INDONESIA

NOVI, YANTI (2013) ANALISIS DETERMINAN EKSPORMINYAK KELAPA SAWIT (CPO)INDONESIA. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
7.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (643kB)

Abstract

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara suatu negara dengan negara lain baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya (Hady, 2001). Menurut Dornbusch, Fischer dan Startz (2008: 278) dan Sugiharini (2006) keadaan ini sering disebut dengan istilah globalisasi yaitu pergerakan ke suatu perekonomian global. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi. Negara-negara melakukan perdagangan internasional dikarenakan dua alasan utama. Pertama, adanya perbedaan antara satu sama lain seperti kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan lain-lain. Kedua, adanya tujuan untuk mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam proses produksi. Kedua tujuan tersebut memicu untuk menghasilkan keuntungan (gains from trade) bagi kedua negara yang melakukan perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 1993: 15). Keuntungan tersebut antara lain: (a) memperoleh berbagai produk yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, (b) memperluas pasar produk dalam negeri, (c) memperoleh transfer teknologi yang lebih moderen dari luar negeri dan (d) memperoleh keuntungan dari spesialisasi (Prajitno dan Saputra, 2012). 3 Secara umum, kegiatan perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan atau menjual barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri. Sedangkan impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu kegiatan memasukkan atau membeli barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri. Ekspor dan impor berperan sebagai motor penggerak perekonomian nasional (Tambunan, 2000: 2), karena tujuan utama suatu negara melakukan ekspor yaitu menghasilkan devisa untuk membiayai impor negara tersebut, karena ekspor suatu negara merupakan impor bagi negara lain (Sugiharini, 2006). Setiap negara memiliki potensi yang berbeda-beda untuk menunjang kegiatan ekspor impornya. Potensi tersebut tergantung pada kondisi geografi dan iklim suatu negara, baik kegiatan ekspor impor di sektor migas atau non migas. Sektor non migas mencakup sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, dan lain-lain (Prajitno dan Saputra, 2012) Indonesia dikenal sebagai negara aggraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang beranekaragam, terutama dari hasil sektor pertanian. Berperan sebagai sumber mata pencaharian, sumber utama pangan maupun sebagai penopang pembangunan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sinaga dan Hendarto, 2012). Menurut statistik kelapa sawit Indonesia (2011) sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sebesar 6,15 persen pada tahun 4 2012 (BPS, 2012). Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Potensi salah satu subsektor pertanian yang cukup besar adalah perkebunan. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian yaitu sebesar 23,43 persen pada tahun 2012 (BPS, 2012). Oleh karena itu subsektor perkebunan mempunyai peran yang cukup strategis, baik dalam pembangunan ekonomi secara nasional maupun secara global dan berperan dalam penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, sumber devisa, pengentasan kemiskinan serta konservasi lingkungan (Mariati, 2009). Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai komoditi andalan ekspor non migas penghasil devisa negara di luar minyak dan gas (Agustian, 2002). Selain itu dengan meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit (CPO) dunia dan harga minyak mentah dunia, menjadikan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai pilihan untuk bahan baku pembuatan bio energi bahan bakar alternatif atau bahan bakar nabati (biofuel) (Prajitno dan Saputra, 2012). Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit kedua terbesar setelah Malaysia sampai pada tahun 2005. Di tahun 2006 hingga sekarang Indonesia menjadi negara produsen minyak sawit nomor satu di dunia (Wardani, 2008). Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama lima tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan sebesar 1,96 sampai dengan 12,14 persen per tahun. Pada tahun 2007 lahan perkebunan kelapa sawit tercatat seluas 6,77 juta hektar, meningkat menjadi 7,83 juta hektar pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 4,22 persen. Pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa 5 sawit meningkat sebesar 12,14 persen menjadi 8,78 juta hektar. Selama periode tersebut luas areal perkebunan kelapa sawit tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas yaitu 1,78 juta hektar pada tahun 2010 atau 20,82 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia 1,78 juta hektar, pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau sebesar 1,79 juta hektar (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011). Perkembangan produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yaitu dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,13 persen dari tahun 2007 sampai 2011 yang dihasilkan dari perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Pada tahun 2007 produksi minyak kelapa sawit (CPO) sebesar 17,66 juta ton, meningkat menjadi 19,85 juta ton pada tahun 2010. Pada tahun 2011 produksi minyak kelapa sawit (CPO) meningkat sebesar 15,39 persen menjadi 22,90 juta ton. Produksi minyak kelapa sawit (CPO) dengan kode Harmonized System 151110000 sebagian besar di ekspor ke mancanegara dan sebagian kecil dipasarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). Total ekspor minyak kelapa sawit (CPO) selama lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Namun pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,86 persen dan 3,19 persen pada tahun 2010 dengan total volume ekspor 11.875,4 ribu ton, meningkat sebsesar 0,89 persen menjadi 16.436,2 ribu ton pada tahun 2011 dengan total nilai ekspor sebesar US$ 17.261,2 juta (BPS, 2012). 6 Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Autralia, Amerika dan Eropa dengan pangsa pasar utama Asia (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011). Pada tahun 2011, negara pengimpor terbesar minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia di Asia adalah India dan di Eropa adalah Belanda. Volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India mencapai 4,26 juta ton atau 50,54 persen dari total volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dengan nilai US$ 4,46 milyar. Sedangkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda mencapai 0,60 juta ton atau 7,16 persen dari total volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dengan nilai US$ 601,8 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit (CPO), baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Faktor utama pendorong kenaikan permintaan minyak kelapa sawit (CPO) adalah harga yang relatif rendah dibandingkan dengan harga kompetitornya seperti minyak kedelai, minyak biji matahari, minyak kacang tanah, minyak kapas dan minyak lobak. Sebagian besar negara pengimpor minyak kelapa sawit (CPO), tidak hanya memanfaatkannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri namun juga sebagai biodiesel, sumber energi alternatif minyak bumi (Abidin, 2008). Variabel makroekonomi lain yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah nilai tukar riil rupiah terhadap dollar dan investasi. Fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perdagangan internasional suatu negara melalui permintaan dan penawaran mata uang negara tersebut (Lipsey, Steiner dan Purvis, 1991: 379). Kurs riil (real 7 exchange rate) merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara yang melakukan perdagangan (terms of trade) (Mankiw, 2006: 128). Pada saat nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, maka harga barang ekspor akan lebih murah atau kompetitif dibandingkan produk luar negeri, sehingga akan mendorong terjadinya peningkatan ekspor. Sebaliknya pada saat nilai tukar rupiah mengalami apresiasi, harga barang ekspor di luar negeri akan lebih mahal, sehingga permintaan ekspor akan menurun (Darwanto, 2007). Investasi merupakan bagian yang sangat penting dalam perkembangan pembangunan perekonomian nasional, termasuk sektor pertaian. Dalam perspektif jangka pendek maupun jangka panjang ekonomi makro investasi akan meningkatkan stok kapital, penambahan stok kapital akan meningkatkan kapasitas produksi yang pada akhirnya akan rneningkatkan ekspor (Huda, 2006). Pemaparan di atas menunjukkan bahwa perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya cenderung mengalami tren yang berfluktuasi, namun secara rata-rata mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Oleh karena itu diperlukan “Analisis Determinan Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
H Social Sciences > HB Economic Theory
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 18 Feb 2016 07:58
Last Modified: 18 Feb 2016 07:58
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1664

Actions (login required)

View Item View Item