PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAMAN TANPA JAMINAN PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARI’AH (KJKS) BAITULMAAL wat TAMWIL (BMT) ANDURING PADANG

RICKY, FEBRIANSYAH (2013) PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAMAN TANPA JAMINAN PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARI’AH (KJKS) BAITULMAAL wat TAMWIL (BMT) ANDURING PADANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
27.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (397kB)

Abstract

Latar Belakang Masalah Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan harta kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinip koperasi. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Koperasi yang terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yaitu: “Untuk memajukan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokrasi dan berkeadilan serta berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Di samping lembaga Koperasi yang telah dikenal saat ini juga berkembang lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah (golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan sistem ekonomi Syariah Islam1. BMT adalah lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, atau balai usaha mandiri terpadu yang 1 Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, 2010, hlm 451 4 berisikan dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya2. Dasar hukum BMT adalah Koperasi Syari’ah, terdapat beberapa kenyataan yang memberikan landasan kuat pada BMT sebagai gerakan koperasi antara lain: BMT didirikan dengan semangat koperasi, yaitu semangat kekeluargaan bagi anggota yang membutuhkan, penggunaan badan hukum KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan Koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan oleh UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dengan demikian prinsip BMT dengan syariahnya menurut peratuan Kemenkop tersebut dimasukan kedalam bentuk Koperasi, Sehingga BMT harus tunduk juga pada UU No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian3. Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada, pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Untuk mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, kita harus menyadari bahwa makna kesejahteraan yang ingin dicapai bukan hanya dari sisi materi semata, tetapi lebih dari itu yakni mempunyai ketersinggungan dengan 2 Djazuli dan Janwari Yadi, lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta, 2002. Hlm. 52 3 Chamsiah Djamal,ed,Pengalaman BMT Dalam Mengentaskan Kemiskinan Umat: Paradigma Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah Perjalanan Dan Gerakan BMT Di Indonesia Baitulmaal Wat Tamwil, Jakarta, Pinbuk, 2000, hlm.280 5 aspek rohaniah. Yang juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan sosial ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kebersihan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat.4 Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala, adapun kendala-kendala tersebut diantaranya: Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT, Nasabah bermasalah, SDM yang kurang memadai. Pada Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS) BMT (Baitul Maal wat Tamwil) Anduring, adanya kendala tersebut yaitu adanya nasabah bermasalah, peminjaman/pembiayaan yang dilakukan oleh anggota kelompok yang merupakan jamaah masjid dilokasi Baitul Maal wat Tamwil (BMT) berada. Didalam pembiayaan/peminjaman dana yang dilakukan oleh pihak kedua (anggota kelompok) peminjaman dapat diberikan kepada pihak kedua tanpa adanya jaminan, dimana pihak kedua (anggota kelompok) yang akan melakukan pembiayaan akan dikenakan dana tanggung renteng simpanan wajib pembiayaan (SWP) sebanyak 10% setiap anggota yang dapat pembiayaan, contoh: 1. Pembiayaan Rp. 1.000.000 x 10% = Rp. 100.000, maka SWP yang akan dikenakan Rp. 100.000. 2. Pembiayaan Rp. 1.500.000 x 10% = Rp. 150.000, maka SWP yang akan dikenakan Rp. 150.000. 3. Pembiayaan Rp. 2.000.000 x 10% = Rp. 200.000, maka SWP yang akan dikenakan Rp. 200.000. 4 Merza Gamal, Pemberdayaan Dana Zakat, Infaq, Sadaqah dalam Mendukung Program Pembangunan Ekonomi Kerakyatan Provinsi Riau, PS-MPD IPB, Bogor, 2002, hlm. 32 6 4. Dan seterusnya, setiap pembiayaan akan dikalikan 10% sebagai SWP. Simpanan Wajib Pembiayaan (SWP) yang sebanyak 10% ini dibawa dari rumah oleh anggota kelompok dan SWP ini tidak boleh di potong dari dana pembiayaan yang akan diberikan kepada anggota. Simpanan wajib pembiayaan (SWP) yang 10% dari pembiayaan merupakakan tabungan sementara anggota kepada KJKS-BMT Anduring dan ketika anggota kelompok telah menyelesaikan utangnya kepada KJKS-BMT Anduring, KJKS-BMT Anduring harus wajib menyerahkan kembali tabungan/SWP anggota kelompok tersebut. Ketika pihak pertama (Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (BMT)) melakukan penagihan pembayaran angsuran pokok kepada pihak kedua (anggota kelompok), pihak kedua selalu tidak memenuhi kewajibannya, yang beralasan bahwa ia mengalami kerugian dalam berdagang. Dengan alasan yang demikian pihak pertama memaklumi hal tersebut dan ketika pihak pertama melakukan penagihan angsuran pokok yang berikutnya pihak kedua selalu memberikan alasan yang sama hingga 3(tiga) kali berturut–turut dan pihak kedua tidak memenuhi kewajibannya. Sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan antara pihak KJKS BMT dengan pihak angota kelompok ketika akan melakukan pembiayaan pada Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS) BMT Anduring, bahwa pihak kedua menjaminkan nama baiknya untuk diumumkan melalui masjid, mushala, dan tempat keramaian lainnya serta juga dilaporkan kepada pihak kelurahan ditempat pihak kedua bertempat tinggal. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan 7 anatara pihak pertama dengan pihak kedua demi untuk kelancaran pembayaran pembiayaan. Akan tetapi didalam pelaksanaannya pihak kedua tidak menerima atas tindakan yang dilakukan oleh pihak pertama atas tindakan yang dilakukan oleh pihak pertama, dimana pihak pertama mengumumkan melalui masjid, mushala, dan tempat keramaian serta melaporkan kepada kelurahan bahwa pihak kedua yang bertempat tinggal di wilayah lingkup kelurahan tersebut telah tidak memenuhi kewajiban dengan tidak membayar angsuran pokok pembiayaan selama 3 kali berturut–turut. Dan pihak kedua pun melakukan pengancaman kepada pihak pertama atas tindakan yang dilakukan oleh pihak pertama. Hal ini lah yang terjadi pada Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS) BMT Anduring. Berdasarkan uraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : “PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAMAN TANPA JAMINAN PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARI’AH (KJKS) BAITUL MAAL wat TAMWIL (BMT) ANDURING PADANG”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 18 Feb 2016 07:50
Last Modified: 18 Feb 2016 07:50
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1642

Actions (login required)

View Item View Item