PENGARUH FERMENTASI KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) DAN AMPAS TAHU DENGAN Phanerochaete chrysosporium DAN Neurospora crassa TERHADAP PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN RETENSI NITROGEN

ELMIZANA, ELMIZANA (2014) PENGARUH FERMENTASI KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) DAN AMPAS TAHU DENGAN Phanerochaete chrysosporium DAN Neurospora crassa TERHADAP PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN RETENSI NITROGEN. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Fulltext)
13082016 elmizana.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (683kB)

Abstract

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan merupakan suatu alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku dalam penyusun ransum. Kulit pisang batu merupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum banyak diminati masyarakat untuk dijadikan sebagai pakan alternatif. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sumbar (2010) produksi pisang di Sumatera Barat mencapai 100,52 ton. Pengolahan pisang akan menghasilkan limbah kulit pisang yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1983). Kulit pisang batu mempunyai potensi nilai gizi yang cukup tinggi yaitu protein kasar 7,66 % (Hasil Analisa Laboratorium Teknologi Industri Pakan (TIP) Fakultas Peternakan Universitas Andalas, 2013) dan BETN 53,94% (Kurniati. 2011). Tetapi kandungan serat kasar kulit pisang batu juga tinggi yaitu 23,33% (lignin 10,77% dan selulosa 11,24%) sehingga pemanfaatannya dalam ransum terbatas (Hasil Analisa Laboratorium Teknologi Industri Pakan (TIP) Fakultas Peternakan Universitas Andalas, 2013). Pemanfaatan kulit buah pisang sebagai pakan ternak terbatas hanya 8% dalam ransum broiler (Matsutomo, 1978). Dilihat dari potensi dan gizi yang terkandung didalamnya maka kulit pisang batu (Musa brachyarpa) merupakan bahan yang cukup berpotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas kulit pisang batu sehingga pemanfaatannya dalam ransum ternak dapat maksimal, dapat dilakukan dengan cara fermentasi menggunakan Phanerochaete chrysosporium. Kapang 2 Phanerochaete chrysosporium dapat memproduksi enzim ligninase dan selulase yang tinggi (Howard et al., 2003). Kapang Phanerochaete chrysosporium adalah jamur pelapuk putih yang dikenal kemampuannya dalam mendegrasi lignin. Menurut Zeng et al. (2010) bahwa beberapa spesies kapang pelapuk putih dari kelas Basidiomycetes mampu memecah semua komponen lignoselulosa. Fadillah dkk. (2008) melaporkan bahwa kandungan lignin dari batang jagung dapat berkurang sebanyak 81,40% dengan bantuan enzim ligninase dan kandungan selulosa berkurang sebanyak 43,03% dengan bantuan enzim selulase yang dihasilkan Phanerochaete chrysosporium dengan dosis inokulum 7% dan lama fermentasi 10 hari. Hasil penelitian (Nuraini, dkk 2012) bahwa fermentasi menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium dengan komposisi 80% kulit buah coklat dan 20% ampas tahu (C:N = 10:1) dapat meningkatkan protein kasar sebesar 33,79% dan menurunkan serat kasar sebesar 33,02%. Hasil penelitian Fibrian (2012) melaporkan bahwa fermentasi kulit buah kopi dan ampas tahu dengan kapang Phanerochaete chrysosporium dengan dosis inokulum 7% dan lama fermentasi 10 hari dapat menurunkan kandungan serat kasar sebesar 43,89% dan meningkatkan kecernaan serat kasar sebanyak 37,06% (dari 31,13% menjadi 49,46%). Serta fermentasi kulit buah kopi dan ampas tahu dengan kapang Phanerochaete chrysosporium dengan dosis inokulum 7% dan lama fermentasi 10 hari meningkatkan protein kasar sebesar 42,62% (dari 13,77% menjadi 19,64%), diperoleh retensi nitrogen 62,41% (Disafitri, 2012). Fermentasi juga dilakukan menggunakan Neurospora crassa untuk mendapatkan β-karoten. Nuraini dan Marlida (2005) menyatakan bahwa Neurospora crassa merupakan kapang penghasil β-karoten tertinggi yang telah 3 diisolasi dari tongkol jagung. Kapang Neurospora crassa dapat menghasilkan β-karoten yang menurunkan kolesterol daging dan telur unggas. Kapang Neurospora crassa dapat menghasilkan enzim amilase, enzim selulase dan protease (Nuraini 2006). Onggok difermentasi dengan kapang Neurospora crassa dengan dosis inokulum 9% lama fermentasi 7 hari dan ketebalan 2 cm berdasarkan bahan kering protein kasar meningkat dari 10,13% menjadi 20,44%, kandungan serat kasar turun dari 20,15% menjadi 11,96% dan kandungan zat-zat makanan lainnya adalah lemak 2,25%, kalsium 0,22%, phosfor 0,02%, BETN 52,25% dan β–karoten 295,16 mg/kg (Nuraini dkk, 2009). Hasil penelitian Koto (2010) menyatakan bahwa ampas sagu dan ampas tahu yang difermentasi dengan menggunakan kapang Neurospora crassa yang mengandung β-karoten sebanyak 124,50 mg/kg dapat menurunkan kolesterol sebesar 43,92%. Keberhasilan suatu fermentasi media padat sangat tergantung pada kondisi optimum yang diberikan. Menurut Nuraini (2006) bahwa komposisi substrat, ketebalan substrat, dosis inokulum dan lama fermentasi mempengaruhi kandungan zat makanan produk fermentasi. Fermentasi pada umumnya dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari bahan, peningkatan protein kasar dari produk belum tentu dapat meningkatkan kualitas protein dari bahan tersebut, oleh karena itu perlu diuji kualitas protein dari produk fermentasi dengan mengukur retensi nitrogen. Campuran kulit pisang batu 70% dan ampas tahu 30% sebelum fermentasi mempunyai kandungan protein kasar yaitu 13,21% dan serat kasar 18,78%. 4 Perbandingan komposisi inokulum Phanerochaete chrysosporium dan Neurospora crassa untuk meningkatkan kualitas gizi kulit pisang batu ditinjau dari kandungan nutrisi protein kasar, serat kasar dan retensi nitrogen belum diketahui.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: S Agriculture > SF Animal culture
Divisions: Fakultas Peternakan
Depositing User: ms Meiriza Paramita
Date Deposited: 13 Aug 2016 04:50
Last Modified: 13 Aug 2016 04:50
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/14818

Actions (login required)

View Item View Item