INSANI, MUCHLISAH (2015) PENGARUH KEPERCAYAAN DAN CITRA PERUSAHAAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN ADA MASKAPAI PENERBANGAN LION AIR DIKOTA PADANG. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.
Text
201512151512th_insani muchlisah.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (935kB) |
Abstract
Dalam beberapa tahun ini, persaingan di industri penerbangan berjalan sangat ketat. Dalam perjalanan industri penerbangan, beberapa maskapai yang cukup fenomenal tersingkir dalam persaingan. Hal ini diakibatkan karena beberapa hal, termasuk ketergantungan pada kredit luar negeri, kurangnya perhatian terhadap standar keselamatan, manajemen yang kurang baik dari pihak pemilik keluarga, maupun ketidak-sanggupan dalam memposisikan diri di antara persaingan LCC dan maskapai layanan penuh. Kondisi ini menyebabkan daya beli konsumen yang semakin rendah, dimana di satu sisi semua maskapai penerbangan yang ada dituntut untuk dapat menjaga kelangsungan operasional karena memang saat itu sulit untuk bisa mencapai target profit seperti yang bisa dicapai pada periode sebelumnya. Pasar maskapai penerbangan yang semakin terbatas karena semakin sedikit jumlah konsumen yang mempunyai kemampuan untuk membeli tiket pesawat ini menyebabkan persaingan di antara maskapai penerbangan yang ada semakin tidak bisa dielakkan.( 25 Mei 2015 http://www.siperubahan.com/). Bagi konsumen, biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan harus sesuai dengan yang diharapkan sehingga menimbulkan kepuasan (Kotler dan Keller, 2007). Lion Air mulai beroperasi tepatnya pada tanggal 30 Juni 2000 (Pambudi dan Darandono, SWA, September 2004:26). Strategi bersaing yang ditekankan 2 oleh Lion Air adalah pada biaya rendah (low cost). Selanjutnya Manurung (2010:55) juga mengatakan hentakan yang dihadirkan Lion Air sebagai perusahaan penerbangan baru dengan masuk ke pasar menggunakan konsep low cost carriers (LCC) juga diiringgi dengan sebuah slogan yang nyentrik “We Make People Fly”. Jika dibandingkan secara nominal, harga yang dibebankan Lion Air kepada penumpang atas layanan yang diberikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan lainnya. Kemampuan Lion Air dalam menyajikan harga rendah disebabkan oleh kemampuan maskapai penerbangan ini dalam menekan berbagai bentuk biaya operasional yang dirasakan kurang memberikan nilai tambah terhadap profitabilitas perusahaan. Contoh penekanan biaya ini dilakukan dengan tidak menaikkan gaji karyawan namun memberikan bonus jika profitabilitas perusahaan mencapai target yang ditetapkan. Yang menarik adalah harga rendah yang ditawarkan Lion Air ini ternyata tidak diikuti dengan rendahnya kualitas layanan yang diberikan, dimana biasanya harga rendah yang ditawarkan oleh produsen berimplikasi pada rendahnya kualitas produk/jasa yang dijual. Kemampuan Lion Air dalam menyajikan harga rendah ini mengundang banyak perhatian maskapai penerbangan lain sehingga banyak di antara maskapai penerbangan kemudian menurunkan harga secara bersamaan sehingga kondisi ini menciptakan perang harga di antara sesama maskapai penerbangan. Kedatangan Lion Air dengan harga rendah ini mampu memposisikan Lion Air dengan predikat "Low Cost Carrier" dengan image yang baik di benak konsumen. Selain itu Lion Air juga mampu 3 mencapai seat load factor (SLF) pada tingkat 80% (Pambudi dan Darandono. SWA, September 2004:26). Kartajaya (2004:12) mengatakan Lion Air mampu dengan cepat membangun merek dengan secara cerdas memanfaatkan deregulasi sektor penerbangan di Indonesia. Ia dengan jeli memosisikan dirinya sebagai penerbangan yang menawarkan konsep value for money dengan menawarkan harga tiket yang murah tetapi tetap menjanjikan ketepatan waktu. Dengan image yang positif di benak konsumen inilah, Lion Air makin leluasa untuk terbang ke manapun sesuai dengan rutenya karena direspon positif oleh konsumen. Menurut Subekti (2003) seperti yang dikutip oleh Nathalya, dan Adi Chandra (2006:2) image adalah kesan atau gambaran tentang produk yang tertanam di benak konsumen, dan hal ini menyangkut baik atau buruk maupun tinggi atau rendah. Image yang positif bisa dijadikan modal dasar bagi maskapai penerbangan untuk bisa tetap eksis di tengah persaingan. Respon masyarakat atas tawaran Lion Air ini pun tercermin dengan jelas dari frekuensi penerbangan domestiknya setiap minggu. Selanjutnya Manurung (2010:60) mengatakan adapun jumlah flight share penerbangan domestik di Indonesia per minggu (data maret 2008) dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini : 4 Tabel 1.1 Jumlah Flight Share Penerbangan Domestik Di Indonesia PerMinggu (Data Maret 2008) PerusahaanPenerbangan Flight Share Garuda Indonesia 1502 20,09% Lion Air 1400 18,73% Adam Air 1008 13,48% Merpati Nusantara 1006 13,46% Metro Batavia 928 12,41% Sriwijaya 630 8,43% Mandala airlines * 600 8,03% Air Asia Indonesia * 364 4,87% Lainnya 38 0,51% Jumlah penerbangan per minggu 7476 100% Sumber : Dirjen Hubud 2008, Airline Business, 2008 dalam Manurung (2010) Dari tabel dapat dijelaskan bahwa jumlah fligt share penerbangan domestik untuk setiap minggu untuk beberapa perusahaan penerbangan tidak terjadi selisih yang signifikan dengan dominan airlines lainnya. Jumlah penerbangan Lion air per minggu berkisar 1400 penerbangan, sedangkan penerbangan garuda tidak jauh berbeda yaitu 1502 penerbangan per minggu. Manurung (2010:58) mengatakan kehadiran Lion Air telah menstimulir tumbuhnya industri penerbangan di Indonesia. Banyak pemain pada industri penerbangan mengakui bahwa hadirnya low cost carriers di Indonesia sedikit banyak telah mengubah pola transportasi masyarakat dari moda angkutan laut, angkutan darat dan kereta api menuju moda angkutan udara. low cost carriers juga menghadirkan system transportasi yang mampu memobilisasi orang dari suatu tempat ke tempat lainnya secara lebih cepat dan efisien dengan biaya yang murah atau kompetitif dibanding dengan moda lainnya. Tak tangungg-tanggung, kehadiran pendatang baru dengan konsep low cost carrier telah meledakkan pertumbungan penerbangan domestic rata-rata di 5 atas 20% setiap tahun, airlines business, (2008). Selain factor kehadiran low cost carrier, tumbuhnya industry penerbangan di Indonesia juga akibat infrastruktur di dua moda transportasi lain belum membaik, sehingga masyarakat cenderung bersedia membayar lebih tinggi sedikit secara nominal asal ada tingkat kepastian dan kenyamanan yang diberikan. Namun disamping kelebihan yang dimilikinya, Lion Air juga memiliki fenomena negatif yang terjadi di Indonesia, salah satunya pada maskapai penerbangan Lion Air, seperti keterlambatan jadwal penerbangan pesawat yang belakangan ini sering terjadi dan puncak keterlambatan (delay) terparah maskapai penerbangan Lion Air yaitu bermula dari beberapa pesawat yang rusak. Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengatakan kekacauan penerbangan Lion Air ini terjadi karena adanya kerusakan beberapa pesawat Lion Air yang berimbas bagi sistem penerbangan maskapai itu selama tiga hari, Rabu-Jumat, 18-20 Februari 2015. Selanjutnya Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional, A Iwan Dwi Laksono dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Sabtu (21/2/2015) menambahkan kerusakan itu disebabkan ada 2 buah pesawat dadakan di grounded karena FOD (Foreign Object Damage) disebabkan masuknya barang liar ke dalam mesin, kasusnya kena batu kerikil di area landasan, dimana mestinya Authority Bandara memastikan atau membersihkan batu-batu itu supaya tidak FOD. Kemudian delay juga disebabkan FA (Flight Aproval) atau izin trayek, sejak Dephub mendeklarasikan banyak airline tidak punya izin terbang banyak rute Lion Air yang tercabut. Meski untuk minggu pertama setelah pencabutan masih belum ada masalah karena Lion Air masih bisa memberi info 6 penumpangnya. Tapi setelah itu ada miss antara Niaga (yang menjual tiket) dan operasi (pelaksana terbang) tentang pemberlakuan FA ada atau tidaknya. Fenomena lainya yaitu terjadinya beberapa kecelakaan atau jatuhnya pesawat lion air baik setelah lepas dari landasan pacu maupun pada saat mengudara seperti yang dikatakan Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Muhammad Alwi, ini disebabkan karena ada pesawat yang terkena inspeksi besar karena sudah masuk masa perawatan. Kondisi itu mengakibatkan Lion Air kekurangan armada, namun pesawat pengganti pun belum tersedia. Sementara dari pesawat baru penyebab kecelakaan salah satunya disebabkan yakni sistem kalibrasi dalam navigasi bermasalah atau kendala pilot. Atau perpaduan keduanya. (20/2/2015 http://bisnis.tempo.co/ ) Selanjutnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menambahkan bahwa terjadinya berbagai masalah pada Lion air disebabkan karena masalah komunikasi kepada pelanggan, dan itu adalah ranah pelayanan dari maskapai itu sendiri yang masih perlu diperbaiki (20/2/2015, http://www.cnnindonesia.com/ ) Namun kenyataannya kejadian-kejadian yang seperti disebutkan diatas sepertinya tidak berpengaruh besar pada peningkatan jumlah penumpang Lion Air sebagaimana yang terlihat pada table berikut: Tabel 1 Jumlah Penumpang dan Flight Penerbangan Lion Air Periode 2012 – April 2015 Periode Penumpang (orang) Flight / hari Rute Penerbangan / hari Tahun 2012 459.900 7 Padang – Jakarta Sisa flight / hari Tahun 2013 640.575 9 Padang – Medan 2 Tahun 2014 750.805 11 Padang – Batam 2 Per April 2015 9.984 13 Sumber: Bandara Internasional Minangkabau, Kota Padang, April 2015 7 Dari tabel 1 dapat dijelaskan bahwasanya penumpang maskapai penerbangan Lion Air mengalami peningkatan setiap tahunnya periode tahun 2012 – Tahun 2014. Dimana setiap harinya penerbangan maskapai ini hanya masing-masing 2 pesawat untuk rute padang – batam dan padang – medan, sementara untuk rute padang Jakarta adalah sisanya. Flight yang terbanyak terbang per harinya adalah pada periode April 2015 mencapai 13 flight perharinya. Sementara pada tahun 2012 hany 7 flight per harinya. Namun untuk per April 2015 hanya mencapai 9.984 penumpang hal ini dikarenakan sejak tahun 2015 telah diberlakukan batas bawah harga tiket, tiket tidak boleh dibawah dibawah Rp 700.000 sehingga mengakibatkan tidak ada lagi LCC. Bedasarkan penjelasan diatas, saya berasumsi terjadinya peningkatan jumlah penumpang maskapai penerbangan Lion Air dari tahun 2012-2015 disebabkan karena adanya kesetiaan pelanggan terhadap penerbangan Lion Air dengan mengarah pada adanya konsep LCC. Namun disamping itu meski terjadinya banyak permasalahan tetapi maskapai Lion Air tetap memiliki pelanggan yang banyak, dimana walaupun sering terjadi delay karena kurangnya persiapan manajemen, atau pelayanan yang masih belum maksimal, disamping itu juga terjadinya kecelakaan akibat jumlah pesawat yang sudah harus masuk masa perawatan. Namun ternyata semua itu pada akhirnya dapat dimaklumi oleh pelanggannya karena dibandingkan dengan pesawat lainnya harga yang ditetapkan harus maskapai ini terjangkau oleh masyarakat. 8 Kepercayaan pelanggan dan citra yang dimiliki perusahaan ternyata tidak berubah meski ada sisi negatif yang ditimbulkan dari permasalahan yang ada pada lion air, sehingga bagi pelanggan yang telah terbiasa akan tetap loyal untuk menggunakan jasa penerbangan Lion Air ini. Kondisi di atas, menunjukkan bahwa meskipun maskapai penerbangan merek Lion Air memiliki kelemahan dari layanan mutu dan standar keselamatan namun tetap diminati oleh pelanggannya. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Griffin (2005:23) bahwa pelanggan yang memiliki loyalitas yang lemah terhadap perusahaan, membeli karena kebiasaan. Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah/inertia loyalty. Pembeli ini membeli karena kebiasaan. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. Meraih loyalitas pelanggan bukan hal yang mudah. Banyak hal yang dapat membentuk loyalitas dari seorang pelanggan, diantaranya adalah kepercayaan dan citra perusahaan (Hasan, 2013). Menurut mowen dan Minor (2002:312) menjelaskan bahwa kepercayaan konsumen adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, taribut dan manfaatnya. Selanjutnya Tang (2007) menyatakan bahwa corporate image (citra perusahaan) dapat dianggap sebagai fungsi dari akumulasi pengalaman pembelian atau konsumsi dan memiliki dua komponen utama: fungsional dan emosional. Komponen fungsional terkait dengan atribut nyata yang dapat dengan mudah 9 diukur, sedangkan komponen emosional adalah terkait dengan dimensi psikologis yang diwujudkan oleh perasaan dan sikap terhadap suatu organisasi. Perasaan ini berasal dari pengalaman individu dengan organisasi dan dari pengolahan informasi tentang atribut yang merupakan indikator fungsional tentang gambaran perusahaan. Kandampully dan Hu (2007) juga menyatakan bahwa untuk mencapai suatu loyalitas maka dibutuhkan citra perusahaan yang kuat. Penelitian yang dilakukan oleh Andreassen dan Lindestad (1997) menyimpulkan bahwa untuk layanan yang kompleks, citra perusahaan dan kepuasan pelanggan adalah bukan dua jalur yang terpisah untuk loyalitas pelanggan. Citra perusahaan berdampak langsung pada loyalitas pelanggan sedangkan tidak berdampak pada kepuasan pelanggan. Hasil ini menantang paradigma diskonfirmasi yang memprediksi kepuasan pelanggan sebagai rute utama untuk loyalitas pelanggan. . Berdasarkan uraian latar belakang diatas, saya menentukan judul peneitian ini yaitu : “pengaruh kepercayaan pelanggan dan citra perusahaan terhadap loyalitas pelanggan pada maskapai penerbangan Lion Air dikota Padang”.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD28 Management. Industrial Management |
Divisions: | Fakultas Ekonomi > Manajemen |
Depositing User: | Ms Randa Erdianti |
Date Deposited: | 11 Feb 2016 08:04 |
Last Modified: | 11 Feb 2016 08:04 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1454 |
Actions (login required)
View Item |