ANALISA FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA (STUDI KASUS PADA TENAGA PENGELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN AGAM)

IRMAYANTI, IRMAYANTI (2015) ANALISA FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA (STUDI KASUS PADA TENAGA PENGELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN AGAM). Masters thesis, UNIVERSITAS ANDALAS.

[img] Text (TESIS)
201511111803th_-tesis s2 farmasi_irmayanti_1221012034-.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (5MB)

Abstract

Produktivitas merupakan indikator efektivitas penerapan manajemen sumber daya manusia yang menunjukkan berbagai peningkatan, perbaikan, dan manfaat bagi organisasi (Handoko, 2011). Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling penting dalam seluruh proses adminstrasi dan manajemen pada sebuah organisasi baik di sektor publik maupun sektor swasta. Produktivitas organisasi dapat dicapai bila manajemen sumber daya manusia dikelola secara efektif dan efisien. Dalam pembangunan kesehatan, kedudukan dan peranan sumber daya manusia kesehatan sangat penting. Sumber daya manusia merupakan komponen kunci keberhasilan Sistem Kesehatan Nasional. Tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan merupakan sumber daya manusia kesehatan yang berperan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik. Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu di unit pelayanan kesehatan dasar sangat ditentukan oleh penerapan pengelolaan yang baik di institusi pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota (Depkes RI., 2002). Dengan viii demikian produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Produktivitas kerja pada instansi pemerintah daerah merupakan gambaran efektivitas dan efisiensi kerja. Efektivitas dan efisiensi kerja adalah perbandingan antara bobot / beban kerja dengan jam kerja efektif dalam rangka penyelesaian tugas dan fungsi organisasi (Depdagri RI., 2008). Produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan gambaran efektivitas dan efisiensi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di daerah. Dari beberapa survey yang telah dilakukan diketahui bahwa pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota belum efektif dan efisien. Herman, dkk. (2007) menemukan bahwa kondisi keterbatasan sumber daya manusia baik dari segi kualitas maupun kuantitas menyebabkan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota belum efektif dan efisien. Di lingkungan pemerintah daerah, keterbatasan aparatur yang berkualitas menjadi suatu fenomena yang sekaligus menjadi masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan Indonesia (Enceng, dkk., 2008). Di sisi lain, pergeseran ketatanegaraan dari sentralisasi menjadi desentralisasi juga membawa perubahan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Perubahan sistem pengelolaan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat menjadi tanggung jawab pemerintah daerah ternyata mengalami permasalahan karena daerah belum mempunyai ketersediaan SDM, sarana dan alokasi dana yang memadai (Herman, dkk., 2009). ix Fungsi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Agam dilaksanakan oleh pegawai pada Seksi Kefarmasian dan Pengawasan Obat dan Makanan, dan Pelaksana Farmasi di Puskesmas (Pemda Kab. Agam, 2011). Sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1426/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan, serta pemantauan dan evaluasi. Dari hasil pengamatan awal, pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Agam ternyata belum terlaksana dengan optimal. Beberapa aktivitas pengelolaan seperti perencanaan, pengadaan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan sering mengalami keterlambatan. Pada tahun 2013 sampai bulan Mei 2014 keterlambatan distribusi obat dari Seksi Kefarmasian dan POM ke beberapa puskesmas berkisar antara 13% - 75%. Keterlambatan distribusi obat otomatis akan menyebabkan kekosongan obat dan keterlambatan distribusi dari Puskesmas ke sub unit masing - masing. Beberapa tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan menyebutkan bahwa waktu kekosongan obat untuk beberapa item obat ada yang mencapai 2 sampai 3 bulan. Pola permintaan, penerimaan, dan penyimpanan juga belum mengacu pada standar dan ketentuan yang berlaku. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan produktivitas kerja dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Agam. x Secara teoritik, banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja pegawai dalam suatu organisasi. Menurut Klingner dan Nabaldian dalam Gomes (2003), produktivitas merupakan fungsi perkalian dari usaha pegawai (effort) yang didukung dengan motivasi yang tinggi, dengan kemampuan pegawai (ability). Teori ini sejalan dengan pendapat Sinungan (2008) yang menyatakan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dapat dilihat dari kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan minimum, jaminan sosial yang memadai dan hubungan kerja yang harmonis. Bernardin dan Russel menyebutkan bahwa besar kecilnya produktivitas ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kebiasaan dan perilaku (Sulistyani, dkk., 2009). Faktor lain yang juga mempengaruhi produktivitas menurut Kirkcaldy, dkk. (2000) adalah beban kerja, dimana penurunan produktivitas kerja dapat terjadi jika beban kerja berlebih (Wijono, 2006). Berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan pada survey awal, diketahui bahwa permasalahan produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Agam disebabkan oleh banyak faktor. Dari wawancara dengan beberapa tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan diketahui bahwa mereka merasa beban kerja pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan tidak sebanding dengan kapasitas pegawai yang ada, baik dari segi jumlah maupun kompetensi. Di sisi lain kondisi kerja yang kurang kondusif juga mempengaruhi efektivitas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Menurut mereka, keterbatasan fasilitas peralatan kerja, kondisi ruang xi kerja dan hubungan dengan rekan kerja cukup berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas kerja pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Faktor lain yang diduga mempengaruhi produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan adalah kompensasi, dimana dari observasi awal ditemukan bahwa kompensasi yang diberikan belum sesuai dengan beban kerja yang ada. Sesuai dengan hasil survey pendahuluan ini, permasalahan produktivitas kerja pada tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan diduga dipengaruhi oleh empat faktor dominan, yaitu beban kerja, kompetensi, kompensasi, dan kondisi kerja. Oleh sebab itu, pada penelitian ini faktor - faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja yang akan dianalisa adalah faktor beban kerja, kompetensi, kompensasi dan kondisi kerja. Sesuai dengan rumusan masalah dan tinjauan penelitian terdahulu, peneliti merumuskan empat hipotesa untuk penelitian ini, yaitu beban kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap produktivitas kerja (H1), kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja (H2), kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja (H3), dan kondisi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja (H4). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk identifikasi awal permasalahan penelitian melalui wawancara pendahuluan dan telaah dokumen. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survey yang akan didukung dengan analisis deskriptif dan analisis inferensial menggunakan Partial Least Square (PLS). Analisa deskriptif meliputi gambaran umum responden, deskripsi variabel penelitian, dan karakteristik jawaban responden. Sementara analisa inferensial terdiri dari hasil uji validitas xii dan reliabilitas dengan evaluasi model pengukuran (outer model), evaluasi model struktural (inner model) dengan melihat nilai R-square (R2), dan pengujian hipotesis dengan membandingkan nilai T-table dan T-statistic. Analisa data dilakukan dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0.m3 untuk analisa inferensial dan software SPSS 15.0 untuk analisa deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, yang terdiri dari 7 orang pegawai yang bertanggung jawab dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, 14 orang pelaksana farmasi di Puskesmas Rawatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, dan 13 orang pelaksana farmasi di Puskesmas Non Rawatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metoda sensus/ sampling jenuh, dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel (Sugiyono, 2013). Mayoritas responden pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan (91,2%), berumur 46 - 50 tahun (26,5%) dan berumur 26 – 30 tahun (23,5%). Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah D III Farmasi (44,1%), diikuti dengan SAA/SMF (29,4%), Apoteker (11,8%), D III Analis Farmasi dan Makanan (2,9%). Sementara 8,8% responden lainnya memiliki latar belakang pendidikan non kefarmasian. Mayoritas responden telah bekerja sebagai tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan selama 21 – 25 tahun (32,4%). Berdasarkan unit kerja responden, 7 orang (20,6%) bertugas di Dinas Kesehatan, 14 orang (41,2%) bertugas pada Puskesmas Rawatan, dan 13 orang (38,2%) bekerja pada Puskesmas Non Rawatan. xiii Berdasarkan analisa deskriptif variabel penelitian melalui perbandingan total skor yang diperoleh dengan skor ideal/kriterium, dan nilai rata-rata skor, diketahui bahwa produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam baru mencapai 69,74% dari yang diharapkan. Namun secara umum responden sudah termasuk produktif dan memiliki kompetensi yang baik. Secara umum responden merasa kurang puas dengan beban kerja dan kompensasi yang diberikan, dan merasa kurang nyaman dengan kondisi kerja yang ada. Tingkat produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Agam yang tergolong produktif mencapai 47,1%, sangat produktif 5,9%, dan 47,1% kurang produktif. Tingkat produktivitas kerja yang kurang produktif paling banyak berada pada kelompok umur 46 – 50 tahun. Responden yang tergolong produktif terdapat di Puskesmas Non Rawatan sebanyak 61,5% dan di Puskesmas Rawatan sebanyak 42,9%, sementara yang kurang produktif ditemukan pada unit kerja Dinas Kesehatan sebanyak 71,4%. Berdasarkan tingkat pendidikan tingkat produktivitas tertinggi terdapat pada kelompok Apoteker dan S1 Farmasi dimana jumlah pegawai yang produktif mencapai 100% (S1 Farmasi), dan 75% (Apoteker). Sementara tingkat produktivitas yang kurang produktif ditemukan pada kelompok D III Analis Farmasi dan Makanan (100%), dan pendidikan non kefarmasian (100%). Berdasarkan masa kerja sebagai tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan, tingkat produktivitas yang tinggi ditunjukkan oleh pegawai dengan masa kerja 11 – 15 tahun (100%), sementara untuk pegawai yang masih baru dengan masa xiv kerja 1 – 10 tahun yang termasuk kurang produktif mencapai 50% untuk masa kerja 1-5 tahun dan 80% untuk masa kerja 6 - 10 tahun. Berdasarkan jawaban responden terhadap variabel beban kerja, sebagian besar responden merasa memiliki beban kerja diatas normal (overload) (55,9%). Bahkan 11,8% responden merasa bahwa beban kerja yang dimilikinya sangat berat/sangat banyak. Sementara 32,4% lainnya menyatakan bahwa beban kerjanya termasuk kategori cukup banyak. Responden yang merasa memiliki beban kerja diatas normal (overload) paling banyak bekerja di Puskesmas Non Rawatan (76,9%). Responden yang merasa memiliki beban kerja sangat berat / sangat banyak ditemukan pada unit kerja Dinas Kesehatan (42,9%) dan Puskesmas Rawatan (7,1%). Kompetensi tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam termasuk kategori baik (88,2%), sangat baik (8,8%), dan 2,9% kurang. Berdasarkan tingkat pendidikan, semua responden kelompok Apoteker memiliki kompetensi baik (100%). Namun kompetensi sangat baik teryata dimiliki oleh responden dengan tingkat pendidikan SAA/SMF (20%) dan D III Farmasi (6,7%). Deskripsi kepuasan responden terhadap kompensasi yang diberikan antara lain 50% responden merasa puas, 35,3% merasa kurang puas, 11,8% merasa tidak puas, dan 2,9% merasa sangat puas. Berdasarkan unit kerja, responden yang merasa sangat puas adalah responden yang bertugas pada Puskesmas Rawatan sebanyak 7,1%. Responden yang bekerja pada Puskesmas Rawatan sebagian besar (50%) merasa puas dengan kompensasi yang diterima. Sementara responden yang xv merasa tidak puas adalah responden yang bertugas di Puskesmas Non Rawatan sebanyak 23,1%, dan di Dinas Kesehatan sebanyak 14,3%. Tanggapan responden terhadap kondisi kerja adalah 52,9% responden merasa kurang nyaman, 44,1 % merasa nyaman, dan hanya 2,9 % yang merasa sangat nyaman. Responden yang merasa kurang nyaman dengan kondisi kerja merupakan 71,4% responden yang bekerja di Dinas Kesehatan, 53,8% responden yang bekerja di Puskesmas Non Rawatan, dan 42,9% responden yang bekerja di Puskesmas Rawatan. Berdasarkan hasil uji validitas melalui evaluasi model pengukuran (outer model), diketahui bahwa indikator yang belum memenuhi convergent validity terdiri dari 5 indikator variabel beban kerja, 8 indikator variabel kompetensi, 11 indikator variabel kompensasi, 7 indikator variabel kondisi kerja, dan 6 indikator variabel produktivitas kerja. Uji validitas juga dilakukan dengan menilai discriminant validity. Hasil analisis dengan PLS Algorithm pada model akhir menunjukkan nilai cross loading untuk setiap indikator terhadap masing-masing variabel memiliki nilai yang lebih besar dibanding nilai cross loading dengan variabel yang lain. Uji reliabilitas dalam penelitian ini diukur melalui tiga kriteria penilaian yaitu composite reliability, cronbach alpha, dan AVE. Hasil evaluasi model pengukuran pada model akhir menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki composite reliability dan cronbach’s alpha di atas 0,7, dan nilai AVE diatas 0,50. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel memiliki reliabilitas yang baik. Berdasarkan pengujian model struktural (inner model) diketahui bahwa nilai R Square variabel produktivitas kerja sebesar 0,188. Nilai tersebut xvi menginterpretasikan bahwa variabilitas produktivitas kerja yang dapat dijelaskan oleh variabel beban kerja, kompetensi, kompensasi dan kondisi kerja hanya sebesar 18,8%, sedangkan 81,2% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti. Hasil pengujian hipotesis dengan metoda PLS melalui bootstrapping terhadap sampel menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja (α = 0,10), kompetensi berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja (α = 0,01), kompensasi tidak berpengaruh terhadap produktivitas kerja, dan kondisi kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja (α = 0,05). Dengan demikian H1, H2, dan H4 diterima, sementara H3 ditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam pada taraf signifikansi 90%. Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Ali et al. (2013). Pengaruh beban kerja yang tinggi terhadap penurunan produktivitas kerja tenaga pengelola obat juga tergambar dalam jawaban responden yang menyatakan bahwa beban kerja yang terlalu tinggi menyebabkan mereka tidak bisa diselesaikan hanya pada jam dinas. Beban kerja yang tinggi yang dirasakan oleh responden meliputi jumlah beban kerja terlalu banyak (overload), pekerjaan yang dilakukan membutuhkan konsentrasi yang tinggi, adanya pekerjaan tambahan yang mendadak harus segera diselesaikan, dan pekerjaan tambahan selain pekerjaan kefarmasian. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014, penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian xvii seharusnya didukung oleh pengorganisasian yang baik, yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan. Jika dilihat dari aspek struktur organisasi, fungsi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam berada di Seksi Kefarmasian dan POM. Pola ini merupakan pola minimal (Depkes RI., 2002). Dari penelitian ini diketahui bahwa pola ini belum mampu melaksanakan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan secara optimal. Untuk itu disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Agam agar mempertimbangkan perlunya restrukturisasi pola organisasi unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Farmasi, karena pengorganisasian dengan pola ini lebih proporsional. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap produktivitas kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur (0,291614), dan nilai T-statistik (3,240825) yang paling tinggi dibanding variabel lainnya. Temuan ini konsisten dengan Fitriwansyah (2013) dalam risetnya terhadap prestasi kerja petugas pengelola obat Puskesmas di Kabupaten Pontianak. Pengaruh kompetensi terhadap produktivitas kerja terungkap dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pekerjaan tidak dapat dilaksanakan jika pegawai tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa bahwa pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Agam belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku. Keterbatasan ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petugas terhadap xviii perkembangan ilmu kefarmasian dan kebijakan – kebijakan yang berlaku. Untuk itu disarankan kepada Pemerintah Daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten Agam) serta organisasi profesi (IAI dan PAFI) agar melakukan pembinaan terhadap kompetensi tenaga kefarmasian pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Hal ini terjadi dikarenakan kesadaran dari tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan bahwa kompensasi yang diterima telah sesuai dengan kemampuan daerah dan ketentuan yang berlaku. Pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja yang tidak signifikan juga dapat dijelaskan oleh perbedaan unit kerja responden. Responden pada penelitian ini terdiri dari 7 orang (20,6%) pegawai pada Seksi Kefarmasian dan POM, dan 27 orang(79,4%) pegawai pada Puskesmas. Dari keterangan yang disampaikan responden, diketahui bahwa kompensasi finansial berupa jasa pelayanan BPJS hanya diterima oleh pegawai yang bertugas di Puskesmas. Kondisi ini menjelaskan alasan responden yang bertugas di Seksi Kefarmasian dan POM merasa kurang puas dengan jumlah kompensasi finansial yang diterima, sementara sebagian besar responden yang bertugas di Puskesmas menyatakan telah puas dengan jumlah kompensasi finansial yang diterima. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Fitriwansyah (2013) pada 30 orang responden dari 14 Puskesmas di wilayah Kabupaten Pontianak hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa secara statistik variabel kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja petugas pengelola obat puskesmas. xix Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kondisi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Agam pada taraf signifikansi 95%. Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Bhaga (2010) dan Leblebici (2012), yang menemukan adanya indikasi penurunan produktivitas kerja pegawai yang disebabkan oleh kondisi kerja yang tidak baik dan dapat menimbulkan stress. Kondisi lingkungan kerja fisik yang belum sesuai standar dan mempengaruhi produktivitas kerja adalah kondisi suhu dan sirkulasi udara di ruang kerja dan ruang penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan. Faktor lain yang juga mempengaruhi produktivitas kerja adalah fasilitas peralatan kerja yang jumlahnya kurang memadai dan belum sesuai standar yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1426/SKMenkes/SK/XI/2002). Ketersediaan fasilitas peralatan kerja yang menunjang kegiatan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan tidak sebanding dengan bobot beban kerja dan jumlah pegawai pada masing – masing unit kerja. Kondisi fasilitas sarana dan prasarana sangat mempengaruhi produktivitas kerja dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Herman, dkk. (2009) pada 26 Kabupaten/Kota dari 11 Provinsi di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa permasalahan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di daerah diantaranya adalah kurangnya sarana dan prasarana, serta biaya pemeliharaan gudang dan biaya operasional kurang memadai. xx Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan secara signifikan adalah beban kerja, kompetensi, dan kondisi kerja. Beban kerja berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja, sedangkan kompetensi dan kondisi kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja. Faktor kompensasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kerja. Dari 4 faktor yang dianalisa, faktor kompetensi memiliki pengaruh paling besar dibanding 3 faktor lainnya. Hasil ini mengimplikasikan bahwa produktivitas kerja dapat dioptimalkan dengan meningkatkan kompetensi tenaga pengelola obat dan perbekalan kesehatan, menciptakan kondisi kerja yang nyaman, dan mengorganisasikan beban kerja secara proporsional.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: R Medicine > RS Pharmacy and materia medica
Divisions: Pascasarjana (Tesis)
Depositing User: Yth Vebi Dwi Putra
Date Deposited: 26 May 2016 09:33
Last Modified: 26 May 2016 09:33
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/9682

Actions (login required)

View Item View Item