NELLI, SASTRAWANI (2015) TUNTUTAN GANTI KERUGIAN OLEH KORBAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN MELALUI PENGGABUNGAN PERKARA DI KOTA PADANG. Masters thesis, UPT. Perpustakaan Unand.
Text
201509081204th_tesis nelli.docxoke.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Berbicara mengenai tindak pidana biasanya selalu menitik beratkan pada pelaku kejahatan/pelaku tindak pidana, sedangkan korban kejahatan seakan terlupakan bahkan dalam Sistem Peradilan Pidana korban kurang mendapatkan tempat, sehingga kadang-kadang korban tindak pidana menjadi korban kedua setelah kejadian itu, padahal korban sudah mengalami berbagai penderitaan misalnya : fisik, psikologis (mental), ekonomis, sosial dan lain sebagainya. Pengaruh dan akibat negatif ini seringkali berlangsung sangat lama, misalnya korban tindak pidana penggelapan dimana korban telah mengalami kerugian akibat kejadian tersebut. Tuntutan ganti kerugian yang timbul dari tindak pidana (delik) dapat ditempuh dengan penggabungan gugatan ganti kerugian dengan perkara pidananya atau melalui proses perkara perdata. Adapun permasalahan-permasalahannya adalah bagaimana proses penuntutan ganti kerugian oleh korban tindak pidana penggelapan melalui penggabungan perkara di Kota Padang, Apakah kendala yang dihadapi oleh korban dalam tuntutan ganti kerugian melalui penggabungan perkara di Kota Padang dan bagaimana proses gugatan ganti kerugian oleh korban tindak pidana penggelapan melalui gugatan perdata ketika tuntutan ganti kerugian melalui penggabungan perkara ditolak hakim. Adapaun metode penelitian yang penulis lakukan adalah metode empiris (yuridis sosiologis) dan kemudian dianalisa secara kualitatif dengan metode deskriptif. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa proses penuntutan ganti kerugian dalam perkara pidana penggelapan dengan penggabungan perkara di Kota Padang sangat jarang terjadi. Prosesnya dimulai dari pengajuan gugatan ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri kemudian apabila gugatan diterima mekanismenya menggunakan mekanisme dalam hukum acara perdata dan putusannya dieksekusi oleh Panitera dibantu oleh juru sita sedangkan untuk perkara pidananya dieksekusi oleh Jaksa, Kendala yang dihadapi oleh korban dalam tuntutan ganti kerugian melalui penggabungan perkara di Kota Padang dapat dibagi dalam kendala yuridis dan kendala non yuridis. Kendala yuridis salah satunya adanya perbedaan kewenangan mengadili antara hukum acara perdata dan hukum acara pidana dan dalam penggabungan perkara ini tidak dapat dilakukan sita conservatoir dan korban tidak dapat menggunakan upaya hukum seperti banding dan kasasi serta kendala non yuridis yaitu eksekusi tuntutan ganti kerugian akan terhalang apabila terdakwa adalah orang yang tidak mampu dan proses gugatan ganti kerugian oleh korban tindak pidana penggelapan dengan cara mengajukan secara perdatapun sangat jarang terjadi karena dianggap memerlukan waktu yang lama ditambah lagi gugatannya harus menunggu perkara pidananya mempunyai kekuatan hukum tetap. Prosesnya dimulai dari perdamaian, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan dan pembacaan putusan Hakim.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Tesis |
Depositing User: | Ms Meldiany Ramadhona |
Date Deposited: | 09 Feb 2016 05:18 |
Last Modified: | 09 Feb 2016 05:18 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/909 |
Actions (login required)
View Item |