PELAKSANAAN MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI POLRESTA BUKITTINGGI

RIKI, ZULFIKO (2014) PELAKSANAAN MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI POLRESTA BUKITTINGGI. Masters thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Tesis Full Text)
201412031049rd_tesis rikizulfiko.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Lahirnya UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah merubah cara pandang masyarakat dalam melihat persoalan KDRT. Persoalan KDRT yang pada mulanya dianggap sebagai persoalan privat bergeser menjadi persoalan publik dimana KDRT merupakan suatu tindak pidana dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman pidana. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan dari tahun ke tahun, akan tetapi jumlah kasus yang dilaporkan tersebut belum menunjukkan angka yang sebenarnya, masih terdapat banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tidak dilaporkan (hidden crime). UU Nomor 23 tahun 2004 menganut prinsip pidana keseimbangan, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan menindak pelaku KDRT akan tetapi juga bertujuan untuk melindungi korban KDRT serta menjaga keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, penegak hukum khususnya di lingkungan Kepolisian menggunakan mekanisme mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana yang didasari oleh semangat restorative justice. Model mediasi penal yang digunakan adalah model Victim Offender Mediation. Hasil penelitian ini adalah pertama, penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan ke Polresta Bukittinggi telah diselesaikan melalui mekanisme mediasi penal. walaupun secara normatif belum ditemukan dasar hukum yang secara jelas mengatur tentang pelaksanaan mediasi penal sebagai mekanisme penyelesaian tindak pidana, akan tetapi pelaksanaannya di tingkat Kepolisian merupakan diskresi kepolisian. Faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana di Polresta Bukittinggi adalah faktor undang-undang yaitu belum adanya peraturan yang setara dengan undang-undang yang mengatur mediasi penal, dan mediasi selama ini baru dikenal dalam lingkup hukum perdata. Faktor penegak hukum, terkait dengan paradigma legalistik aparat penegak hukum dan masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan penyidik dalam memfasilitasi proses mediasi. Faktor Sarana dan Prasarana, keberhasilan proses mediasi penal juga dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana, dibandingkan dengan Peraturan Kapolri tentang Ruang Pelayanan Khusus, sarana yang dimiliki oleh UPPA Polresta Bukittinggi masih belum memadai. Faktor masyarakat, tingkat stratifikasi korban yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga membuat proses pelaksanaan mediasi penal sangat terbatas karena alasan ekonomi para korban. Faktor budaya, masih hidup dan berkembangnya budaya adat minang kabau yang matrilinial dan eksistensi keluarga luas, memberikan pengaruh khususnya pengaruh orang tua dan keluarga dekat yang mengintervensi korban untuk tetap melanjutkan perkara dan menolak upaya mediasi penal.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana (Tesis)
Depositing User: Mr Beni Adriyassin
Date Deposited: 16 May 2016 10:06
Last Modified: 16 May 2016 10:06
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/8749

Actions (login required)

View Item View Item