HARRYS, HARRYS (2012) IMPLIKASI PUTUSA NMAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PERKARA NOMOR 013-022/PUU-IV/2006MENGENAI PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (PASAL 134, 136 bis, dan 137) TENTANG PENGHINAAN PRESIDEN TERHADAP KEBEBASAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text (Skripsi Fulltext)
1540.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (568kB) |
Abstract
Terhadap kasus yang menimpa Eggi Sudjana, beliau mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi terkait dengan eksistensi pasal 134, 136bis, dan 137 KUHP yang di anggap bertentangan dengan UUD 1945 Menurut Eggi Sudjana, Pasal 134, 136Bis dan 137 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 karena :10 1. Bahwa pasal – pasal tentang Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden tersebut bersifat karet tidak secara pasti menyebutkan perbuatan apa yang diklarifikasi sebagai penghinaan, juga telah mengakibatkan diskriminasi terhadap para tersangkanya oleh aparat penegak hukum. Perbuatan diskriminasi itu sendiri juga pelanggaran terhadap hak – hak asasi manusia. 2. Bahwa KUHP yang berasal Wetboek van Strafrecht tersebut dimana antara lain pasal 134 (dan juga pasal 135 telah dihapus, pasal 136Bis, dan pasal 137) tersebut, kata ”Presiden dan Wakil Presiden” dibuat untuk menggantikan pengusa Belanda, yaitu ”Ratu” dan ”Gubernur Jendral”. Oleh sebab itu pasal – pasal tersebut pada hakekatnya adalah produk penjajah dan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, bertentangan dengan UUD 1945. 3. Bahwa pasal 134 KUHP konon tidak merupakan delik aduan pada masa penjajahan Belanda pun sudah pernah diperbaiki, dimana meskipun perkara sudah diberkas tetapi tuntutan secara resmi belum dilayangkan jaksa penuntut umum diwajibkan menayakan terlebih dahulu kepada pengusa Belanda yang pada saat itu dijadikan sasaran ”hinaan”. Selama ini, upaya menghadirkan Presiden atau Wakil Presiden RI di Pengadilan untuk ditanya apakah yang bersangkutan merasa terhina oleh perbuatan tersangka, tidak pernah berhasil. Setelah melalui persidangan, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa mengabulkan permohonan Eggi Sudjana untuk mencabut pasal 134, 136bis dan 137 KUHP dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat lagi karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan ketiga pasal tersebut, maka terjadilah kekosongan hukum dalam hal perlindungan terhadap persiden dari penghinaan. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya demonstrasi yang terjadi dengan menggunakan simbol-simbol negara seperti foto presiden dan wakil presiden yang terkadang foto-foto tersebut di coret-coret atau di bakar. Tindakan seperti itu secara tidak lansung telah melakukan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden sebagai pemimpin atau kepala negara.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | ms Meiriza Paramita |
Date Deposited: | 04 May 2016 08:43 |
Last Modified: | 29 May 2016 06:44 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/7788 |
Actions (login required)
View Item |