Muhamad, Iqbal (2021) Kewenangan Penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Perbandingan Antara Hukum Pidana Korupsi Indonesia dan Singapura). Diploma thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version Download (137kB) | Preview |
|
|
Text (Bab I Pendahuluan)
BAB I.pdf - Published Version Download (248kB) | Preview |
|
|
Text (Bab IV Penutup)
BAB IV Penutup.pdf - Published Version Download (113kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (225kB) | Preview |
|
Text (Skripsi Full Text)
Skripsi Full.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Di Indonesia, masalah korupsi telah menjadi suatu persoalan nasional yang amat sukar ditanggulangi. Masalah tersebut terus berlanjut sampai saat ini, hal ini dapat dilihat dari indeks persepsi korupsi di Indonesia berdasarkan Transparency International pada tahun 2020, Indonesia mendapatkan score 37. Kemudian jika bandingkan dengan Singapura, Singapura memiliki indeks persepsi korupsi dengan score 85. Sementera itu, di Indonesia penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh tiga institusi, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya tarik-ulur kewenangan antar institusi. Selanjutnya, penyidik KPK dalam melaksanakan kewenangannya berpedoman kepada KUHAP dan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun penyidik Kepolisian dan Kejaksaan dalam menjalankan kewenangannya hanya berpedoman pada KUHAP. Artinya, terdapat dualisme ketentuan untuk melakukan penyidikan. Adanya dualisme hukum acara yang berlaku tersebut akan menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum. Oleh karena Singapura memiliki indeks persepsi korupsi yang lebih baik dari Indonesia, sehingga Singapura dapat dijadikan role model dalam perbaikan kewenangan penyidik dalam tindak pidana korupsi di masa yang akan datang. Permasalahan dalam skripsi ini adalah 1) Bagaimana perbedaan kewenangan penyidik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dan Singapura? 2) Bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia yang lebih efektif? Penelitian ini merupakan penlitian yuridis normatif dengan metode pendekatan masalah melalui pendekatan undang-undang, pendekatan perbandingan, pendekatan historis dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 1) Di Indonesia, penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh tiga institusi, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Sedangkan di Singapura, hanya dilakukan oleh CPIB. Selanjutnya, penyidik Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan harus mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Sedangkan penyidik KPK, dalam menjalankan kewenangan penyadapan, penggeledahan dan/atau penyitaan harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas terlebih dahulu. Di Singapura, penyidik khusus CPIB dapat menjalankan kewenangannya hanya dengan izin dari direktur CPIB, tetapi Jaksa Penuntut Umum juga dapat memerintahkan kepada penyidik khusus CPIB untuk membuka dan memblokir rekening bank tersangka atau terdakwa. 2) Kewenangan penyidik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia yang lebih efektif adalah jika kewenangan tersebut hanya dilakukan oleh satu institusi, yakni hanya dilakukan oleh KPK dan penyidik KPK harus independen dalam menjalankan kewenangannya.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Primary Supervisor: | Prof. Dr. Ismansyah, S.H., M.H. |
Uncontrolled Keywords: | kewenangan penyidik, tindak pidana korupsi, perbandingan hukum |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | S1 Ilmu Hukum |
Date Deposited: | 26 Apr 2021 06:22 |
Last Modified: | 26 Apr 2021 06:22 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/74570 |
Actions (login required)
View Item |