KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERKAIT DENGAN KEBERADAAN TINDAK PIDANA ASAL

azmi, novendri (2020) KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERKAIT DENGAN KEBERADAAN TINDAK PIDANA ASAL. Masters thesis, UNIVERSITAS ANDALAS.

[img]
Preview
Text (Cover dan abstrak)
COVER DAN ABSTRAK.pdf - Published Version

Download (216kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Bab I)
BAB I.pdf - Published Version

Download (455kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Bab Akhir/Kesimpulan)
BAB IV, KESIMPULAN DAN SARAN.pdf - Published Version

Download (181kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (267kB) | Preview
[img] Text (Tesis Full)
TESIS FULL.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERKAIT DENGAN KEBERADAAN TINDAK PIDANA ASAL (Azmi Novendri, S.H.,1820112006, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas, 131 halaman, 2020) ABSTRAK Salah satu latar belakang kelahiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010) adalah karena tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sekalipun terdapat sejumlah pembaharuan dari undang-undang sebelumnya, namun masih terdapat sejumlah norma yang menimbulkan permasalahan di dalam UU No. 8 Tahun 2010, yang justru dapat dikatakan berlawanan dengan tujuan penguatan rezim anti pencucian uang. Salah satu permasalahan tersebut adalah terkait dengan kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Pasal 74 UU No. 8 Tahun 2010 secara tegas menyebutkan bahwa penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal, namun Penjelasan Pasal 74 tersebut mengatur secara limitatif penyidik tindak pidana asal mana saja yang dapat atau diberikan kewenangan menyidik tindak pidana pencucian uang yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Permasalahan dalam tesis ini adalah 1) Bagaimanakah latar belakang pemberian kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang berdasarkan penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang?; 2) Bagaimanakah kepastian hukum kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terkait dengan keberadaan tindak pidana asal ? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.Sifat penelitian adalah deskriptif analitis dengan pendekatan perundang-undangan, konsep dan historis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 1) Latar belakang pemberian kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang kepada penyidik tindak pidana asal adalah karena meningkatnya intensitas pelaporan PJK ke PPATK dan penyampaian laporan hasil analisis transaksi keuangan mencurigakan oleh PPATK ke Penyidik Polri, memberi beban tambahan kepada Penyidik Polri. Sementara itu, Polri memiliki keterbatasan jumlah Penyidik tindak pidana pencucian uang dan anggaran operasional. Secara teknis Penyidikan tindak pidana pencucian uang oleh Penyidik tindak pidana asalnya akan mempercepat penanganan dugaan tindak pidana pencucian uang sekaligus tindak pidana asalnya; 2) Penjelasan Pasal 74 UU No. 8 Tahun 2010 telah menyalahi pedoman Teknik Penyusunan PeraturanPerundang-undangan berdasarkan Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan yang sifatnya wajib diikuti oleh setiap perancang peraturan di manapun ia berada, karena menyatakan Penyidik tindak pidana asal yang berwenang melakukan Penyidikan tindak pidana pencucian uang hanya 6 (enam) instansi saja, sedangkan batang tubuh Pasal 74 tidak terlihat memberikan pembatasan. Dapat dikatakan Penjelasan Pasal 74 telah memuat norma yang baru bahkan bertentangan dengan batang tubuh Pasal 74 itu sendiri. Dengan demikian keberadaan Penjelasan Pasal 74 UU No. 8 Tahun 2010 telah menimbulkan diskriminasi dalam penegakan hukum dan diskriminasi terhadap pelaku tindak pidana tertentu, lebih jauh lagi berakibat menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum dalam penerapannya. Kata kunci : Kepastian Hukum, Penyidikan, Pencucian Uang. LEGAL CERTAINTY THE AUTHORITY OF THE INVESTIGATION MONEY LAUNDERING ASSOCIATED WITH THE PRESENCE OF PREDICATE CRIME (Azmi Novendri, S.H., 1820112006, Postgraduate Faculty of Law, Andalas University, 131 pages, 2020) ABSTRACT One of the background of the birth of Law Number 8 Year 2010 on Prevention and Eradication of Money Laundering (LAW No. 8 2010) is because of money laundering not only threatens the stability of the economy and the integrity of the financial system, but also can harm the joints of the life of society, nation and state based on Pancasila and the 1945 constitution. Though there are a number of the renewal of the act before, however there are still a number of norms that pose problems in the LAW No. 8 2010, which is precisely can be said to be contrary to the purpose of strengthening anti-money laundering regime. One of these problems is related to the authority of the investigation of money laundering. Article 74 of LAW No. 8 2010 explicitly state that the investigation of money laundering carried out by the investigator of predicate crime, but the Explanation of Article 74 of the set be limitedly investigator of the predicate crime of which can be or is given the authority to investigate money laundering, namely the Police of the Republic of Indonesia, the Prosecutor's office, the Corruption Eradication Commission (KPK), the National Narcotics Agency (BNN), as well as the Directorate General of Tax and Directorate General of Customs and Excise Ministry of Finance of the Republic of Indonesia. The problems in this thesis are 1) How the background of the granting of authority the investigation of money laundering based on the explanation of Article 74 of Law No. 8 Year 2010 on Prevention And Eradication of Money Laundering ?; 2) How the certainty of the legal authority the investigation of money laundering based on Article 74 of Law No. 8 Year 2010 on Prevention And Eradication of Money Laundering related to the existence of predicate crime ? The method used in this research is juridical normative. The nature of the research is analytical descriptive with approach of legislation, the concept of and historical. From the results of the study revealed that 1) The background of granting the authority to investigate the crime of money laundering to investigators of predicate crimes is due to the increased intensity of PJK reporting to the PPATK and the submission of reports on the results of analysis of suspicious financial transactions by PPATK to Police Investigators, giving additional burden to Police Investigators. Meanwhile, the National Police has a limited number of investigators for money laundering and operational budgets. Technically, the investigation of money laundering by an investigator of the predicate crime will accelerate the handling of the alleged money laundering crime as well as the predicate crime.; 2) the Explanation of Article 74 of LAW No. 8 2010 have violated the guidelines of the Technique of the Preparation of Legislation based on Annex II which is an integral part of the Law Number 12 Year 2011 on Establishment of Laws and Regulations that are compulsory for every designer rule wherever it is located, as stated predicate crimeInvestigators of which is authorized to conduct criminal Investigations of money laundering within 6 (six) agencies only, while the torso Section 74 is not visible give restrictions. It can be said the Explanation of Article 74 has to load the new norms even against the torso Section 74 itself. Thus the existence of the Explanation of Article 74 of LAW No. 8 2010 has lead to discrimination in law enforcement and discrimination against perpetrators of specific criminal acts, furthermore be causing disorder and legal uncertainty in its application. Keywords: Legal Certainty, Investigation, Money Laundering.

Item Type: Thesis (Masters)
Primary Supervisor: Prof. Elwi Danil,SH.,MH
Uncontrolled Keywords: Kata kunci : Kepastian Hukum, Penyidikan, Pencucian Uang.
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana (Tesis)
Depositing User: s2 ilmu hukum
Date Deposited: 12 Apr 2021 06:33
Last Modified: 12 Apr 2021 06:33
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/74163

Actions (login required)

View Item View Item