PROFIL PASIEN PSORIASIS VULGARIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP DR. M.DJAMIL PADANG PERIODE 1 JANUARI 2011 –31 DESEMBER 2014

DICKY, ZULKARNAIN (2015) PROFIL PASIEN PSORIASIS VULGARIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP DR. M.DJAMIL PADANG PERIODE 1 JANUARI 2011 –31 DESEMBER 2014. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201503171457th_skripsi dicky zulkarnain 1110313081.compressed.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (940kB)

Abstract

Latar belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulityang termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif yang ditandai dengan proliferasi dan diferensiasi abnormal sel keratinosit yang diperantarai oleh aktivasi sel T. Psoriasis ditandai dengan lesi berupa plak eritem berbatas tegas dengan skuama tebal, kering, dan berwarna putih keperakan. Predileksinya adalah pada ekstremitas bagian ekstensor (siku dan lutut), kulit kepala pada batas rambut, lumbosakral bagian bawah, bokong, dan genital (Deny dkk., 2004; Schon et al., 2005; Simmon, 2007; Gudjonsson et al., 2012). Psoriasis vulgaris atau tipe plak merupakan tipe yang paling sering dijumpai, meliputi 80% dari total kasus (Wiryadi, 2004; Tanojo, 2013). Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas secara teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan keratin dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namun pada psoriasis, proses tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk skuama tebal, berlapis-lapis serta berwarna keperakan.Penyebab yang pasti psoriasis belum diketahui dengan pasti, namun, banyak faktor predisposisi yang memegang peran penting seperti predisposisi genetik dan kelainan imunologis (Nestle et al., 2009). Psoriasis dapat membatasi aktivitas sosial, mengurangi kesempatan kerja, dan menghambat keikutsertaan dalam olahraga serta pemakaian tempat-tempat publik misalnya kolam renang dan pantai. Psoriasis merupakan penyakit yang terlihat maka pasien psoriasis dapat timbul ketakukan akan penularan, serta penolakan, dan penghindaran dari orang yang tidak terbiasa melihatnya. Penyakit psoriasis dapat mengganggu penderitanya dari segi penampilan fisik secara psikologis.Penyakit ini tidak menular,tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan gangguan kosmetik sehingga mempengaruhi penderita secara kejiwaan akibat perubahan kulit berupa sisik yang tebal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhosle et al. (2006), pada penderita psoriasis akan menyebabkan penurunan kualitas hidup hingga menyebabkan penderita merasa depresi bahkan bunuh diri karena terdapat perubahan aktivitas sehari-hari, serta pada penelitian oleh Shanuet al. (2011) dikatakan bahwa psoriasis meningkatkan risiko depresi, kecemasan,dan bunuh diri. Diperkirakan di Inggris, banyak penderita di diagnosa menderita depresi, kecemasan, melakukan bunuh diri karena menderita penyakit psoriasis yang sangat lama(Assourence, 2002; Goodheart, 2009). Secara imunologi, psoriasis ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktifitas sel presentasi antigen (antigene presenting cell/APC), yang disertai peningkatan aktivitas sel T helper 1 (Th1) dengan mensintesis sitokin-sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1), IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, interferon-gamma (γ-IFN), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), transforming growth factor-alpha (TGF-α), amphiregulin, vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), nerve growth factor (NGF), dan endothelin-1 (ET-1), yang pada akhirnya akan terjadi proliferasi keratinosit disertai proses peradangan (Kere, 2004; Joshi, 2004; Chanet et al., 2006; Ghoreschi et al., 2007; Brezinski et al., 2013). Penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor predisposisi yang memegang peran penting seperti predisposisi genetik dan kelainan imunologis (Nestle et al., 2009).Secara genetik, kemungkinan penderita psoriasis diwariskan secara poligenik. Banyak faktor pemicu seperti yang diduga sebagai pemicu timbulnya psoriasis seperti: infeksi bakterial, trauma fisik, stres psikologis, dan gangguan metabolisme, yang mana semuanya bergabung menjadi salah satu keadaan yang mempengaruhi dalam jalur efektor.Bahkan banyak penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara psoriasis dengan sindrom metabolik, sehinggapsoriasis dan sindrom metabolik diduga saling berkaitan(Gottlieb et al., 2008; Kourosh et al., 2008). Gen tertentu mungkin yang menyebabkan epidermis proliferatif, sedangkan yang lainnya menyebabkan gangguan imunitas atau inflamasi.Grumet pada tahun 1977 mendapatkan bahwa individu yang mempunyai faktor genetik psoriasis memiliki enam kali lebih mudah menderita psoriasis.Penelitian yang dilakukan.Huerta dan Rivero (2007) melaporkan bahwa terkena psoriasis mencapai 60 –70% jika kedua orang tua menderita psoriasis, 34 –39% jika salah satu saudara kandung menderita psoriasis, dan 12% jika kedua orang tua dan saudara kandung tidak menderita psoriasis (Christopers, 2001; Wiryadi, 2003; Huerta dan Rivero, 2007). Untuk menilai keparahan psoriasis, metode yang paling sering digunakan adalah Psoriasis Area and Severity Index (PASI).PASI adalah penilaian luasnya area yang terkena dengan derajat keparahan eritema, deskuamasi dan indurasi.Untuk perhitungan PASI, empat area utama yang di nilai: kepala, badan, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah(Smith et al., 2009). Berbagai faktor pencetus pada psoriasis antara lain stres psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena koebner), gangguan metabolik, obat – obatan, alkohol, dan merokok. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama.Infeksi lokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis yaitu gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas.Gangguan metabolisme contohnya hipokalsemi (Siregar, 2000). Walaupun psoriasis terjadi secara universal, namun prevalensinya pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia. Penderita psoriasis diperkirakan sekitar 2% - 3% dari populasi dunia. Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Prevalensi tertinggi pada orang berkulit putih dan prevalensi terendah pada beberapa etnik tertentu seperti Afrika, Alaska, Amerika, Australia, dan Norwegia. Sementara itu, psoriasis tidak ditemukan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan tetapi lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin(Raychaudhuri et al., 2001; Christopers et al., 2001; Gelfand et al., 2005). Psoriasis dapat terjadi pada semua umur, walaupun pada bayi dan anakanak jarang.Menurut Basko et al.(2012) di Amerika Serikat, tidak ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan, sedangkan menurut Mirawati dkk. (2012)di RSCM Jakarta menemukan prevalensi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, tetapi Shbeeb et al. (2000) di Inggris melaporkan insiden lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sebuah penelitian kohor yang dilakukan oleh Bolognia et al. (2003) di Kanadamenunjukkan bahwa 75% puncak onset pertama terjadi di bawah umur 40 tahun, terbanyak pada masa remaja dan dewasa muda yaitu umur 15 - 20 tahun. Data ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian yang lainnya seperti studi prevalensi psoriasis dilakukan oleh Langley et al. (2013) di Spanyol, Inggris, dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia (Basko et al., 2012; Langley et al., 2013; Mirawati dkk., 2010) Selain itu terdapat juga perbedaan riwayat keluarga.Penelitian yang dilakukan oleh Anca et al. (2014) di Romania, didapatkan bahwa pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki riwayat keluarga yaitu sebanyak 70,47%, sedangkan yang memiliki riwayat keluarga sebanyak 29,53% (Anca et al., 2014). Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahcetepe et al.(2013) di Rusia mendapat riwayat keluarga sebanyak 56%. Selain itu, juga penelitian Clabaut et al. (2010) di Perancis mendapatkan riwayat keluarga sebanyak 64% (Clabaut et al., 2010; Bahcetepe et al., 2013). Perbedaan hasil penelitian juga terdapat pada lama menderita sakit. Penelitian Papp et al. (2003) di Amerika Serikat melaporkan dari 498 penderita, rata-rata lama menderita adalah 19,01 tahun dengan rentang 1-58 tahun, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wiryadi (2004) di RSCM Jakarta mendapatkan rerata lama sakit pasien psoriasis adalah 6,8 tahun(Papp et al., 2004; Wiryadi, 2004). Terdapat juga perbedaan pada skor PASI. Penelitian yang dilakukan oleh Jiamton et al.(2008) di Thailand pada tahun 2002-2008 menyimpulkan bahwa kelompok terbanyak (dua pertiga dari 1.082 orang pasien psoriasis) adalah pasien psoriasis derajat ringan, sedangkan Arican et al.(2005) di Turki mendapatkan kelompok yang terbanyak adalah derajat sedang (Jiamton et al., 2012; Arican et al., 2005).Perbedan-perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh ras, letak geografi, kondisi iklim, dan lingkungan (Basko et al., 2012; Langley et al., 2013). Terdapatnya variasi hasil penelitian tersebut membuat peneliti tertarik melakukan penelitian di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk mengetahui bagaimana kejadian psoriasis vulgaris yang terjadi selama empat tahun terakhir dan ditinjau dari segi usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, skor PASI, awitan penyakit, lama menderita penyakit, faktor pencetus, pekerjaan pasien, dan daerah tempat tinggal pasien.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: R Medicine > RL Dermatology
Divisions: Fakultas Kedokteran
Depositing User: Admin Pustaka
Date Deposited: 25 Jan 2016 07:36
Last Modified: 25 Jan 2016 07:36
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/7

Actions (login required)

View Item View Item