PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENYALURAN DANA BERGULIR TERHADAP PELAKU USAHA KECIL OLEH PIHAK DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA PADANG

PUTRA, PRATAMA (2015) PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENYALURAN DANA BERGULIR TERHADAP PELAKU USAHA KECIL OLEH PIHAK DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA PADANG. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201508271141th_putra pratama pdf.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Latar Belakang Masalah Usaha kecil merupakan salah satu kegiatan bisnis yang selama ini dilakukan oleh rakyat pada umumnya. Pada pasal 4 jo Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil menegaskan kewajiban semua pihak untuk memberdayakan jenis usaha ini dalam kegiatan ekonomi menjadi usaha menengah. Pemberdayaan dan perlindungan hukum usaha kecil diperlukan saat menghadapi “pasar bebas” yakni era globalisasi ekonomi dunia yang menimbulkan tantangan dan peluang besar dari pengusaha nasional dalam pengembangan ekonomi masa depan.1 Terciptanya iklim usaha yang dapat mendukung perkembangan usaha kecil itu tidaklah terlepas dari peranan pemerintah sebagai pengambil keputusan atau kebijakan. Ini sejalan dengan pengertian iklim usaha yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang menyatakan bahwa: Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan pemerintah berupa penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar usaha kecil memperoleh 1 Teguh Sulistia, 2006, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi Kerakyatan, Andalas University Press, Padang, hlm 1. 2 kepastian, kesempatan yang sama, dan dukungan berusaha seluas-luasnya, sehingga berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.2 Selama ini usaha kecil cenderung disalah pahami berbagai pihak. Usaha kecil seperti keterbatasan modal, rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kelemahan penguasaan teknologi seharusnya diperlakukan sebagai akibat ketiadaan pemberdayaan yang dilakukan terhadap jenis usaha ini, justru dilihat sebagai penyebab kelemahan usaha kecil. Akibatnya, upaya penguatan usaha kecil dalam kebijaksanaan ekonomi-politik pemerintah sering salah arah. Kendala yang menjadi penyebab faktor usaha kecil cenderung dibiarkan tanpa adanya perubahan kebijakan ekonomi yang cukup berarti atau signifikan dalam pengembangan ekonomi nasional. Keberadaan usaha-usaha kecil sebagai ekonomi kerakyatan dinyatakan dengan tegas di dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia 1995 Nomor 74 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611). Undang-Undang ini mengatur keberadaan dan perlindungan usaha kecil sehingga dapat berfungsi sebagai kerangka hukum bagi upaya pemberdayaan ekonomi rakyat menghadapi perilaku praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh usaha besar dalam kegiatan bisnis.3 2 Ibrahim Jhonny, 2006, Hukum Persaingan Usaha, Bayumedia Publishing, Malang, hlm 43. 3 Teguh Sulistia,Op.Cit,hlm 158. 3 Kelemahan posisi usaha kecil dalam pengembangan ekonomi nasional selama ini, maka dirasakan perlu dilakukan upaya pemberdayaannya sehingga kehadiran Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil diharapkan dapat tercipta keadilan sosial dalam kerangka demokrasi ekonomi yang diamanatkan dengan tegas pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Kehadiran kedua Undang-Undang tersebut tidak akan menghilangkan obsesi para pendiri negara (the founding fathers) yang mengemasnya dalam konstitusi negara, yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mencapai tujuan nasional, “masyarakat adil dan makmur”.4 Tidak dapat disangkal, bahwa setiap pelaku usaha memiliki peranan dan fungsinya masing-masing dan ikut menentukan jalannya perekonomian nasional. Terlebih lagi dalam sistem ekonomi yang dikembangkan di Indonesia, hubungan antara pelaku usaha yang satu dengan lainnya harus bersifat tidak semata-mata didasari oleh pertimbangan ekonomi semata, tetapi perlu membangun hubungan yang saling menunjang berdasarkan atas semangat kebersamaan, asas kekeluargaan, dan asas keadilan. Misalnya, pelaku usaha yang besar tidak dihalangi dalam upayanya memperoleh kemajuan dan perkembangan, tetapi ia berkewajiban membantu perkembangan pelaku usaha yang lebih kecil. Pelaku usaha yang lemah 4 Teguh Sulistia,Ibid,hlm 158. 4 perlu dibantu dan diberi dorongan agar dapat maju lebih cepat. Dengan demikian, tentu semua pelaku usaha dapat tumbuh dan berkembang bersama.5 Perlindungan hukum terhadap pelaku usaha kecil dikecualikannya dari larangan-larangan praktik monopoli, apakah tujuan diadakannya undang-undang ini dirancang untuk melindungi usaha kecil. Untuk beberapa waktu lamanya tujuan semacam ini dianut oleh pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat. Akan tetapi, kemudian disadari bahwa untuk memproduksi barang-barang dengan biaya produksi per unit yang lebih rendah, diperlukan adanya perusahaan besar yang memungkinkan terbentuknya keuntungan dalam produksi.6 Usaha kecil menengah merupakan salah satu kegiatan bisnis yang selama ini dilakukan oleh rakyat yang pada umumnya terdapat di pelosok tanah air. Pemberdayaan dan perlindungan hukum usaha kecil diperlukan saat menghadapi pasar bebas yakni era globalisasi ekonomi dunia yang menimbulkan tantangan dan peluang besar dari pengusaha nasional dalam pengembangan ekonomi pada masa yang akan datang.7 Pihak dinas koperasi dan usaha kecil menengah kota Padang bekerja sama dengan bank pelaksana dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah (Bank Nagari) cabang pasar raya Padang beserta kantor kas di kecamatan yang menyalurkan pinjaman dana bergulir bagi pelaku usaha kecil yang ingin membuka usaha tetapi kekurangan modal. Pihak Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah membentuk 5 Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Fajar Interpratama offset, Kencana, Jakarta, hlm 67. 6 Mustafa Kamal Rokan, 2012, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 259. 7 Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 27. 5 Kelompok Kerja (Pokja) sesuai Peraturan Walikota Padang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyaluran Pinjaman Modal Kerja Bergulir Bagi Koperasi Usaha Mikro dan Kecil. Berdasarkan Laporan Rekapitulasi Penerimaan Perkuatan Permodalan Dana Bergulir Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sumber dana APBD Kota Padang pada tahun 2002 dan tahun 2007 telah menyalurkan Dana Bergulir sebesar Rp.3.513.650.000. yang telah disalurkan kepada pelaku usaha kecil menengah yang ada di kota Padang. Pada pokok permasalahan ini pihak dinas koperasi dan usaha kecil menengah kota Padang turut membantu pelaku usaha kecil yang kekurangan modal usaha. Pihak dinas koperasi dan usaha kecil menegah membentuk kelompok kerja bagi kemudahan para pelaku usaha kecil meminjam modal usaha, yang mana para pelaku usaha kecil harus mematuhi peraturan dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak dinas koperasi dan usaha kecil menengah. Apabila terjadi wanprestasi di dalam penggunaan dana bergulir oleh pelaku usaha kecil maka pihak kelompok kerja atau pejabat yang berwenang akan memberikan sanksi administrasi bagi pelaku usaha kecil tersebut. 6 Dari beberapa masalah perlindungan hukum yang minim terhadap pelaku usaha kecil maka dari itu penulis melakukan penelitian yuridis normatif dengan judul : “ Perlindungan Hukum Dalam Penyaluran Dana Bergulir Terhadap Pelaku Usaha Kecil Oleh Pihak Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Kota Padang”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 05 Feb 2016 06:59
Last Modified: 05 Feb 2016 06:59
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/697

Actions (login required)

View Item View Item