PENDAFTARAN TANAH ULAYAT KAUM UNTUK KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH DI KOTA BUKITTINGGI

DESI, SANDRA (2015) PENDAFTARAN TANAH ULAYAT KAUM UNTUK KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH DI KOTA BUKITTINGGI. Masters thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201508281354th_tesis lengkap.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (507kB)

Abstract

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 telah menetapkan bahwa tanah-tanah yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus didaftarkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria dimana tujuannya adalah kepastian hukum atas tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali menurut Pasal 1 ayat 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini, berbunyi bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ulayat kaum didahului dengan pembuatan alas hak. Pembuatan alas hak ini berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik). Berdasarkan Surat Edaran Kakanwil BPN Propinsi Sumatera Barat No.500/88/BPN-2007 tanggal 8 Februari 2007 Formulir yang digunakan untuk pembuatan Sporadik terhadap tanah ulayat kaum adalah Formulir A untuk Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah Milik Kaum atau Formulir B untuk Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah Milik Perorangan Anggota Kaum, Formulir B.1. (Surat Pernyataan Kesepakatan/Persetujuan Kaum) dan Formulir F (Surat Keterangan Lurah). Sebelum pembuatan alas hak ini didahului dengan pembuatan Ranji. Tanah Ulayat Kaum adalah keseluruhan wilayah yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu kaum secara turun temurun dibawah penguasaan penghulu atau datuk dalam kaumnya. Tanah ulayat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan semua anggota kaum, dibawah penguasaan dan pemeliharaan tungganai. Untuk Tanah Ulayat kaum ini lebih tepat dinamakan Pusako Tinggi. Tanah Ulayat kaum tersebut merupakan Hak Kolektif (bersama) anggota kaum persekutuan Hukum Adat yang bersangkutan dan bukan merupakan hak individu yang dimiliki seorang atau keluarga, tetapi menjadi Hak beschikkingsrecht masyarakat (hukum) adat yang bersangkutan, untuk memenuhi segala kebutuhan hidup warganya. Pasal 4 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang tujuan pengaturan tanah ulayat dan pemanfaatannya adalah untuk tetap melindungi keberadaaan tanah ulayat menurut hukum adat Minangkabau serta mengambil manfaat dari tanah termasuk sumber daya alam, untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya secara turunmenurun dan tidak terputus antar masyarakat hukum adat dengan wilayah yang bersangkutan. Dengan didaftarkannya Tanah Ulayat kaum diharapkan dapat menjamin kepastian hukum bagi anggota kaum persekutuan Hukum Adat yang bersangkutan. Tanah Ulayat di Minangkabau menganut Asas terpisah Horizontal yaitu terpisahnya tanah ulayat dengan apa yang ada diatasnya. Adat menfatwakan tanah ulayat “airnya boleh diminum, buahnya boleh dimakan, tanahnya tetap tinggal” air dan buah adalah ulayat. Konsekwensi dari asas ini adalah Tanah Ulayat tidak boleh dilepaskan kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan Filosofi adat Minangkabau”dijua indak dimakan bali, digadai indak dimakan sando” . Kata kunci : pendaftaran tanah, ulayat kaum dan kepastian hukum.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana Tesis
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 05 Feb 2016 06:57
Last Modified: 05 Feb 2016 06:57
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/694

Actions (login required)

View Item View Item