PENGAWASAN TERHADAP HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

YOSE, ARIZONDRA (2014) PENGAWASAN TERHADAP HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Full Text)
201409261556th_skripsi palkrisman 0910441011.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (982kB)

Abstract

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang baru dibentuk dengan ketentuan Pasal 24 Angka (2) Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah konstitusi memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang besar sebagai pengawal konstitusi. Atas dasar tersebut maka Mahkamah Konstitusi di berikan fasilitas seperti jaminan keamanan, jaminan terhadap kriminalisasi dan perlakuan khusus, namun di balik itu semua dapat kita lihat bahwa dengan tugas dan tanggung jawab yang besar tersebut Mahkamah Konstitusi tidak di iringi dengan pengawasan yang memadai. Wacana ini memanas ketika terungkapnya kasus yang menimpa Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu yaitu Akil Mochtar. Berawal dari kasus tersebut maka unsur pengawasan Hakim Mahkamah Konstitusi kembali di bicarakan. Oleh sebab itu menarik untuk dibahas mengenai Pengawasan Terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Dalam penulisan ini permasalahan yang akan di bahas adalah bagaimana pengawasan terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia? dan bagaimana pula seharusnya sistem yang ideal dalam mengawasi Mahkamah Konstitusi? Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan data sekunder. Pengumpulan data adalah dengan studi dokumen. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil studi dokumen menjelaskan bahwa Pengawasan Terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dilaksanakan oleh badan internal yang mengawasi hakim Mahkamah Konstitusi yaitu Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya mengenai pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi tersebut kembali di atur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial, namun pengawasan hakim MK oleh Undang-Undang tersebut di cabut dengan putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 yang merupakan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial pada Tahun 2006. Pada Tahun 2011 lahirlah Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 yang merupakan Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Namun dalam berubahan tersebut mengenai pengawasan hanya dilakukan penegasan terhadap posisi majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi. tidak ada yang berbeda dari sisi pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi tersebut. Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua terhadap Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Kemudian Perpu tersebdut di sahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Terhadap Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Atas permohonan uji materi Undang-Undang No 4 Tahun 2014 tersebut maka Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan NO. 1-2/PUU-XII/2014 yang pada intinya adalah Mahkamah Konstitusi kembali kepada Undang-Undang No. 24 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 2011.Sedangkan sistem yang ideal dalam mengawasi Hakim Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga baru yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar ataupun berdasarkan Undang- Undang.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: Q Science > QC Physics
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Mr Beni Adriyassin
Date Deposited: 03 May 2016 02:54
Last Modified: 03 May 2016 03:52
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/6900

Actions (login required)

View Item View Item