PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANADARA GRANOSA) DALAM PEMBUATAN APATIT KARBONAT DAN KARAKTERISASINYA

RATNA, JUITA (2013) PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANADARA GRANOSA) DALAM PEMBUATAN APATIT KARBONAT DAN KARAKTERISASINYA. Masters thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Tesis Fulltex)
2653.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (7MB)

Abstract

Kerang atau kelas balvavia merupakan sekumpulan moluska dwicangkerang dari family cardidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Nama lain untuk kelas hewan ini adalah pelecypoda dan lamellibranchia. Kerang termasuk semua jenis spesies moluska yang pipih dibagian dorsal-ventral (dorsoventrally compressed): memiliki 2 cangkang dorsal yang dihubungkan oleh otot-otot kuat dan ligamen-ligamennya. Kulit kerang belum banyak dimanfaatkan dan terbuang begitu saja setiap harinya. Kegiatan pengolahan kulit kerang menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Besarnya jumlah limbah padat kulit kerang yang dihasilkan, maka diperlukan upaya serius untuk menanganinya agar bermanfaat dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Pemanfaatan kulit kerang untuk penyediaan apatit karbonat ini bisa membantu mengurangi masalah pencemaran lingkungan dan juga akan meningkatkan nilai mutu serta jualnya pun tinggi. Hidroksiapatit telah banyak digunakan sebagai pengganti tulang selama beberapa dekade karena osteokonduktifiti yang sangat baik. Akan tetapi hidroksiapatit hampir tidak diserap dan tetap ada dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama sehingga penggantian dengan jaringan tulang baru sangat minim. Hidroksiapatit (HAp : Ca10(PO4)6(OH)2) sebenarnya bukanlah komponen anorganik dari tulang tapi sebenarnya adalah apatit karbonat (CO3Ap). Apatit karbonat ini mengandung 4- 8% berat karbonat dalam struktur apatit. Apatit karbonat juga komponen anorganik penyusun dari enamel dan dentin gigi. Penggabungan karbonat ke dalam struktur apatit dapat mempengaruhi struktur serta morfologi dari apatit itu sendiri dan diperkirakan dapat mengubah reaktifitas biologis dan mineral tulang. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengumpulkan kulit kerang secara manual yang tersebar dipantai kuala tungkal propinsi jambi dengan batasan daratan dengan pantai sejauh 100 meter dan pengumpulan ini dilakukan sepanjang pantai dengan jarak 500 meter. Setelah kulit kerang terkumpul, kemudian dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kulit kerang tersebut, kemudian dikeringkan. Setelah kering dihaluskan dengan menggunakan crasher. Pada penelitian ini akan dibentuk apatit karbonat dengan perkursor kulit kerang dan PCC yang mengandung kalsium dan karbonat serta gypsum yang bermanfaat sebagai pelekat, mengandung kalsium, dan kelarutan yang sesuai untuk reaksi dissolution-percipitation. Kurangnya kandungan karbonat dalam gypsum dicukupkan oleh kandungan karbonat melimpah pada kulit kerang dan PCC. Kalsium karbonat memiliki kandungan karbonat dari 60% berat yang jauh lebih tinggi dari nilai yang dibutuhkan dari 8% berat karbonat untuk pembuatanCO3Ap sehingga diharapkan dari PCC yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan karbonat dalam penelitian ini. Pembentukan PCC dalam penelitian ini menggunakan metode karbonasi dengan menggunakan kondisi optimum dari penelitian sebelumnya. Reaksi yang mendasari pembentukan apatit karbonat ini yaitu reaksi dissolution-percipitation karena prosesnya tidak membutuhkan suhu yang tinggi. Pembuatan Apatit dengan sumber kalsium dari kulit kerang, dimana kulit kerang yang telah dihaluskan dicampurkan dengan gypsum sehingga total campuran adalah 3 gram. Campuran tersebut mengandung 25,30,40,50,60,75% berat kulit kerang. Kedalam campuran ditambahkan air distilasi dengan rasio 0,5 dan didapatkan pasta kemudian masukan ke dalam cetakan. Untuk menentukan komposisi oksida dari kulit kerang yang digunakan, sampel terlebih dahulu dikarakterisasi menggunakan XRF. Dari hasil analisis XRF didapatkan bahwa CaO lebih besar dari 50% (54,96%). CaO dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan PCC yang berguna dalam pembentukan senyawa apatit karbonat. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa sampel dengan kandungan CaO yang lebih besar dari 50% berpotensi menghasilkan PCC dengan kualitas yang bagus. Pembuatan PCC dilakukan dengan menggunakan metoda karbonasi. Metoda karbonasi merupakan metoda pembuatan PCC yang paling efisien karena dapat menghemat penggunaan bahan kimia. Selain itu, metoda karbonasi banyak dikembangkan karena dapat mengontrol bentuk dan ukuran partikel PCC yang dihasilkan. Dari pola XRD untuk sampel PCC diketahui memiliki kecocokan dengan data standar JCPDS No.05-0586 yang mengindikasikan kalsium karbonat. Berdasarkan data standar, diketahui bahwa PCC yang dihasilkan memiliki ukuran kristal 15,87 nm. Dari pola XRD untuk sampel PCC 30% diketahui memiliki kecocokan dengan data standar JCPDS No.35-0180 yang mengindikasikan apatit karbonat dengan ukuran kristal 3.990 nm. Pola XRD untuk sampel PCC 40% diketahui juga memiliki kecocokan dengan data standar JCPDS No.35-0180 yang mengindikasikan apatit karbonat dan didapat ukuran kristal 1.333 nm. Untuk sampel CaCO3 40% juga memiliki kecocokan dengan data standar JCPDS No.35- 0180 yang mengindikasikan apatit karbonat. Hal ini dibuktikan dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ = 29,69o . Dari hasil XRD juga didapatkan ukuran kristal 3.182 nm. Untuk sampel kulit kerang 40% juga memiliki kecocokan dengan data standar JCPDS No.35-0180 dan standar JCPDS No.19-0207 yang mengindikasikan apatit karbonat dengan ukuran kristal 1.457 nm. Ketika membandingkan antara pola XRD PCC dengan berbagai macam variasi penambahan persen komposisi kedalam Apatit karbonat, sangat jelas terlihat bahwa kristalinitas material yang dihasilkan berkurang seiring meningkatnya kandungan karbonat. Analisis FT-IR dilakukan untuk mengamati ikatan yang terdapat di dalam sampel. penambahan persen komposisi PCC untuk pembentukan apatit karbonat, terlihat dengan jelas bahwa terjadinya pergeseran pita serapan C-O stretching ke bilangan gelombang yang lebih besar, serta pita serapan semakin tajam seiring kenaikan penambahan PCC. Selain itu, analisis FT-IR mengindikasikan bahwa spektra serapan pada bilangan gelombang ini meningkat seiring dengan penambahan kandungan karbonat dari hidroksi apatit. Penambahan 40% CaCO3 sangat jelas terlihat adanya vibrasi S-O stretching yang berasal dari ion SO4 2- pada bilangan gelombang 660-670 cm-1, hal ini karena kandungan gipsum merupakan komposisi yang paling dominan dalam senyawa ini. Selanjutnya makin berkurang kandungan gipsum pada komposit puncak vibrasi strething S-O akan semakin berkurang / hilang. Berdasarkan hasil analisis SEM menunjukan perbedaan sintesis senyawa kalsium karbonat sebagai salah satu prekursor akan menghasilkan distribusi dan bentuk partikel yang berbeda. Permukaan yang berbentuk balok-balok batangan merupakan hasil foto SEM terhadap sampel PCC. Perbedaan penambahan persen komposisi PCC yang diberikan, akan memberikan bentuk morfologi yang berbeda ketika dilacak menggunakan SEM. Sangat jelas terlihat bahwa, ketika penambahan PCC 30% menghasilkan morfologi berupa batangan-batangan yang bersatu membentuk bulatan. Penambahan PCC 40% akan mengubah tekstur permukaan menjadi batangan-batangan heksagonal dengan ukuran dan distribusi yang seragam dan merata. Untuk CaCO3 40% terlihat bahwa permukaan berupa batangan heksagonal dengan ukuran dan distribusi yang kurang seragam. Sehingga, diketahui bahwa penambahan jumlah karbonat berpengaruh terhadap tekstur permukaan dari material yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa berbagai jenis kalsium karbonat dapat dijadikan apatit karbonat. Pembuatan PCC dari kulit kerang mempunyai rendemen 83.30%.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: Q Science > QD Chemistry
Divisions: Pascasarjana (Tesis)
Depositing User: mrs Rahmadeli rahmadeli
Date Deposited: 03 May 2016 04:34
Last Modified: 03 May 2016 04:34
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/6810

Actions (login required)

View Item View Item