HENDRI, DEVITA (2015) EFEK ROKOK TERHADAP KADAR FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH), LUTEINIZING HORMONE (LH) DAN TESTOSTERON PADA PRIA. Masters thesis, UPT. Perpustakaan Unand.
Text
201508260837th_tesis.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (636kB) |
Abstract
Latar Belakang Merokok dan komplikasi akibat merokok adalah masalah sosial dan masalah kesehatan yang penting di semua negara (Ahmadnia et al, 2007). Menurut WHO 2008 Indonesia mempunyai jumlah perokok terbanyak ketiga didunia setelah China dan India (Fahrial, 2012). Dilihat dari sudut jumlah rokok yang dikonsumsi, Indonesia konsumen rokok terbesar didunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang di tahun 2007. WHO memperkirakan pada tahun 2020 penyakit berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan utama dibanyak negara (Jamal, 2006). Hasil riset kesehatan dasar, rerata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3 persen. Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok setiap hari 27,2 persen diikuti dengan Jawa Barat dan Bengkulu 27,1 persen, Gorontalo dan Nusa Tenggara Barat 26,8 persen, Bangka Belitung 26,7 persen , Lampung 26,5 persen dan Sumatera Barat 26,5 persen ( Riskesdas, 2013). Merokok memberikan dampak negatif pada kesehatan reproduksi pria dan wanita. Rokok mengandung banyak bahan kimia (Jamal, 2006). Pada saat rokok dibakar terjadi reaksi pembakaran dan reaksi pirolisa (Bindar, 2010). Hasil pembakaran masuk ke paru-paru kemudian melalui peredaran darah ke otak dan ke jaringan lainnya (Marteen, 2013). Asap rokok mengadung gas diantaranya adalah karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida dan nitrogen oksida, bahan kimia dalam bentuk partikel diantaranya adalah tar, benzo (a) piren, nikotin, dan kadmium (Fowles et al, 2006). Gas yang dihirup dari sebatang rokok mengandung sekitar 1-5 % karbon monoksida yang terbentuk sebagai hasil pembakaran. Karbon monoksida mempunyai afinitas ( daya ikat ) tinggi terhadap hemoglobin, yang berperan dalam pengangkutan oksigen dalam darah. Afinitas ini bisa mencapai 200 kali lipat dibandingkan dengan afinitas oksigen itu sendiri. Akibatnya seorang perokok berat hingga 15 % dari hemoglobin dalam darahnya tidak dipakai mengangkut oksigen ke jaringan karena berada dalam bentuk inaktif (Hutapea, 2013). Konsentrasi karbon dioksida dalam asap rokok adalah sekitar 200 kali lebih tinggi daripada di atmosfer. Menghirup konsentrasi karbon dioksida di atas 5% merusak pada paru-paru (Schwartz, 2010). Hidrogen sianida adalah racun yang digunakan membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida. Nitrogen oksida dihasilkan dari polutan pabrik dan mobil, zat ini juga terkandung dalam asap rokok. Gas beracun ini bisa mengakibatkan radang paru-paru (Hutapea, 2013). Tar adalah senyawa Polinuklir Aromatika Hidrokarbon (PAH) yang bersifat karsinogenik. Tar dan beberapa komponen kimia lainnya mempunyai efek biologik yang dapat menimbulkan kanker (karsinogenik). Tar dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol atau minyak cengkeh juga diklasifikasikan sebagai tar (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19, 2003). PAH senyawa yang terbentuk melalui pembakaran setiap bahan organik. Benzo ( a) pyrene ( BAP ) adalah yang paling umum dipelajari dan salah satu senyawa toksikologi yang paling ampuh. BAP dalam asap rokok memiliki efek negatif pada reproduksi laki-laki. BAP menyebabkan kerusakan sperma dan peningkatan apoptosis sel germinal di testis (Revel et al, 2001). Nikotin merupakan salah satu komponen utama dari fase partikulat dari pembakaran tembakau. Telah ditemukan sangat berbahaya bagi tubuh manusia penyerapannya melalui saluran pernapasan, mukosa mulut dan kulit, sedangkan 80-90% dimetabolisme oleh hati, ginjal dan paru-paru (Benowitz et al, 2006). Nikotin dan metabolitnya (cotinine) telah ditemukan dalam serum, urin, saliva dan susu, dan baru-baru ini telah ditemukan dalam plasma air mani pada subyek perokok yang terpapar asap tembakau ( Pacifici dalam Oyeyipo P, 2013). Berbagai hormon termasuk hormon steroid seks dapat berubah, karena efek dari nikotin diantaranya poros Hipotalamus - Hipofisis – Gonad, dan metabolisme hormon seks steroid. Prostat dan fungsi Vesikula Seminalis juga dapat dipengaruhi oleh nikotin dalam rokok ( Heidary et al, 2012). Nikotin dapat mempengaruhi kerja sistem saraf pusat (Stangierski, 2012). Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang ada di Hipotalamus merangsang Hipofise Anterior untuk menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH). FSH merangsang sel sertoli menghasilkan Androgen Biding Protein (ABP), LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan testosteron (Guyton, 2007). Kandungan rokok lainnya seperti kadmium mempengaruhi sistem reproduksi pria. Tingkat kadmium ditemukan lebih tinggi dalam plasma mani dan darah pria infertil. Kadmium menghambat konsentrasi dan motilitas spermatozoa, karena sifatnya yang antisteroidogenik terkait dengan paparan kadmium pada sel leydig. Efek kadmium terhadap sel leydig diantaranya: penurunan kelangsungan hidup sel, sekresi testosteron menurun dan terjadi peningkatan kadar malondialdehid (Maartens, 2013). Gas dan partikulat pada asap rokok bersifat radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) dalam tubuh (Ghosh, 2007). Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (upaired electron). Peningkatan ROS akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif adalah hasil dari ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam tubuh, ROS yang meningkat salah satu mediator terjadinya infertilitas pada pria (Makker et al, 2008). ROS secara fisiologis berperan penting dalam fungsi sperma, namun pada tingkat tinggi effeknya merugikan pada sperma. Tingginya kadar ROS melebihi antioksidan menyebabkan kerusakan membran sperma (Ragheb et al, 2008), juga mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi sel leydig (Yamamoto, 1998). Pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan pada hewan percobaan diketahui bahwa rokok mempengaruhi spermatogenesis dan menurunkan kadar hormon testosteron (Anita N, 2004). Penelitian lainnya dilakukan untuk mengetahui efek dari merokok pada tingkat testosteron plasma dan fungsi ereksi pada tikus yang diberi paparan asap rokok, menunjukkan hasil bahwa tingkat testosteron dari kelompok eksperimen secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan juga terjadi penurunan fungsi ereksi pada tikus (Park MG et al, 2011). Hasil penelitian lainnya, menunjukkan bahwa kadar testosteron menurun pada rokok atau merokok dengan pipa pada tikus dibandingkan dengan tikus kontrol. Sesuai dengan temuan ini, menunjukkan bahwa terjadi efek penghambatan merokok pada sistem reproduksi laki-laki ( Heidary et al, 2012). Penelitian yang dilakukan pada perokok ditemukan kadar LH dan kadar testosteron lebih tinggi pada perokok ( Trummer et al, 2002). Kadar FSH lebih tinggi pada laki-laki yang tidak merokok. Perbedaan negatif antara perokok tampaknya tergantung dosis dari merokok ( Ragheb et al, 2008). Trummer et al, 2002 mengkategorikan perokok menjadi 3: perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang perhari, perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 10-20 batang perhari, perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih 20 batang perhari. Penduduk yang merokok 21-30 batang per hari, termasuk klasifikasi perokok berat menurut hasil Riskesdas 2010, relatif banyak pada kelompok umur produktif yaitu 35-64 tahun, tetapi paling rendah pada kelompok umur paling muda (15-24 tahun) dan paling tua (75 tahun ke atas). Laki-laki lebih banyak sebagai perokok 21-30 batang per hari daripada perempuan. Berdasarkan hal diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan pengukuran kadar FSH, kadar LH dan kadar testosteron pada perokok berat dan tidak perokok terhadap karyawan yang bekerja di Universitas Baiturrahmah (Unbrah). Unbrah adalah salah satu universitas di kota Padang. Dari studi pendahuluan yang dilakukan masih terlihat warga kampus yang merokok baik di ruangan maupun dibangku-bangku yang ada, walaupun sudah ada tulisan kawasan bebas rokok, karena yang akan tercemar bukan saja perokok tapi juga orang-orang yang ada disekitar kampus. Dari wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang, 3 orang diantaranya menyatakan dalam 1 hari menghabiskan dua bungkus rokok, satu bungkus rokok berisi 16 batang jadi sekitar 32 batang sehari. 3 orang menyatakan merokok lebih dari 20 batang sehari. 2 orang menyatakan merokok sekitar 1 bungkus dan 2 orang lagi menyatakan tidak merokok.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) |
Divisions: | Pascasarjana Tesis |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 05 Feb 2016 06:36 |
Last Modified: | 05 Feb 2016 06:36 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/655 |
Actions (login required)
View Item |