ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 16/PUU-XVI/2018 TERKAIT PENGUJIAN PASAL 73 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Utari, Amilisa Putri (2020) ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 16/PUU-XVI/2018 TERKAIT PENGUJIAN PASAL 73 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img]
Preview
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak Utari Amilisa Putri.pdf - Published Version

Download (157kB) | Preview
[img]
Preview
Text (BAB I PENDAHULUAN)
BAB I.pdf - Published Version

Download (379kB) | Preview
[img]
Preview
Text (BAB IV PENUTUP)
BAB IV.pdf - Published Version

Download (291kB) | Preview
[img]
Preview
Text (DAFTAR PUSTAKA)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (213kB) | Preview
[img] Text (Skripsi Full Text)
Skripsi Full Utari Amilisa Putri.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (772kB)

Abstract

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 16/PUU-XVI/2018 TERKAIT PENGUJIAN PASAL 73 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (Utari Amilisa Putri, 1610112052, Program Kekhususan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Andalas, 89 Halaman, 2020) ABSTRAK Pada tanggal 23 Februari 2018, dilakukanlah sebuah pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, Husdi Herman, dan Yudhistira Rifky Darmawan. Undang-Undang yang dilakukan pengujian oleh para pihak tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang selanjutnya disebut dengan UU MD3. Dalam perjalanannya pasca disahkannya Undang-Undang MD3 ini memunculkan sorotan dan kritik dari publik, khususnya terkait dengan Pasal 73. Inti permasalahan dari Pasal 73 UU MD3 adalah Dewan Perwakilan Rakyat berhak melakukan pemanggilan paksa kepada setiap orang, jika orang tersebut telah dipanggil sebanyak tiga kali secara berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah dengan menggunakan lembaga kepolisian. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah dilakukan pengujian oleh para pemohon, maka keluarlah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018. Dimana dalam putusan tersebut majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon, yaitu menyatakan bahwa Pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan diteliti adalah pertama apa pertimbangan Mahkamah Kostitusi dalam menjatuhkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018, kedua bagaimana implikasi hukum yang ditimbulkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018 terhadap Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka. Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pemanggilan paksa yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3 tidak merupakan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan kewenangan lembaga penegak hukum seperti kepolisian, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018 menimbulkan implikasi bahwa Dewan Perwakilan Rakyat bukanlah lembaga superioritas yang merangkap menjadi lembaga penegak hukum, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat tidak memiliki kewenangan melakukan pemanggilan paksa kepada setiap warga negara. Implikasi lain yang timbul adalah fungsi pengawasan tetap dijalankan dalam konteks proses dari pelaksanaan hak angket yang bertujuan untuk mengawasi eksekutif dalam melaksanakan undang-undang. Kata kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi; Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat; Pemanggilan Paksa.

Item Type: Thesis (Diploma)
Primary Supervisor: Yunita Syofyan, S.H., M.H
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: S1 Ilmu Hukum
Date Deposited: 25 Nov 2020 03:12
Last Modified: 25 Nov 2020 03:12
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/65212

Actions (login required)

View Item View Item