“HAKEKAT PEMAKNAAN KATA “DEMOKRATIS” DALAM PEMILIHAN KEPALA PEMERINTAHAN DAERAH PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945”. (STUDY KONSTITUSIONAL TERHADAP PASAL 18 AYAT 4 UNDANG-UNDANG DASAR 1945)

Yollanda, Khairina (2020) “HAKEKAT PEMAKNAAN KATA “DEMOKRATIS” DALAM PEMILIHAN KEPALA PEMERINTAHAN DAERAH PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945”. (STUDY KONSTITUSIONAL TERHADAP PASAL 18 AYAT 4 UNDANG-UNDANG DASAR 1945). Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img]
Preview
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version

Download (349kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Bab I)
Bab I.pdf - Published Version

Download (309kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Bab IV)
Bab IV.pdf - Published Version

Download (204kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf - Published Version

Download (304kB) | Preview
[img] Text (Skripsi Full Text)
Skripsi Full.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (985kB)

Abstract

Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat dua pendapat dalam frasa “dipilih secara demokratis”, yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yaitu pendapat pertama bahwa pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung dan pendapat kedua pemilihan kepala daerah dapat dilakukan oleh DPRD. Apabila melihat penafsiran pasal-pasal lain dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan pemilihan umum, maka pemilihan kepala daerah tidak sama dengan pemilihan umum, seperti pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan kepala daerah melalui sistem perwakilan yang dilakukan oleh DPRD adalah juga dapat dianggap demokratis yang juga mencerminkan kedaulatan rakyat yang bercirikan Pancasila, sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung dan tidak langsung telah menjadi perdebatan panjang di tengah kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia. Dari kajian ini menyatakan bahwa terdapat beberapa hal positif di satu sisi, dan beberapa hal negatif di sisi yang lain pada setiap sistem pilkada langsung dan pilkada tidak langsung. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan dari kedua sistem pemilihan kepala daerah, penelitian ini berkesimpulan bahwa pilkada langsung memiliki maslahat yang lebih besar daripada pilkada tidak langsung. Beberapa maslahat tersebut antara lain: menguatnya kedaulatan rakyat dan menghindari ketidakadilan di tengah masyarakat luas sebagai bagian dari aspek pembelajaran politik dan pemerintahan. Kedua, membangun masyarakat sadar hukum dan penegak hukum yang bertindak tegas dan bersifat nonpartisan yang pada akhirnya menciptakan sikap hormat rakyat pada pemimpin. Dalam bidang sosial ekonomi, kepercayaan publik dan investor swasta pada sistem dan hasil pilkada akan meningkat karena adanya stabilitas politik yang penting bagi perekonomian. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan untuk seluruhnya dengan melihat pertimbangan hukum MK(Mahkamah Konstitusi) antara lain: a. Bahwa substansi pengaturan yang membatasi dua kali dalam rentang waktu sepuluh tahun adalah pengaturan yang cocok dengan kebutuhan dan paham konstitusionalisme yang menuntut pembatasan lingkup dan masa kekuasaan. b. Bahwa walaupun Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menegaskan pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis, namun Mahkamah tidak begitu saja percaya pada kenyataannya pemilihan kepala daerah benar-benar berlangsung secara demokratis. Kata kunci: Demokrasi, Pemilihan secara langsung, Pemilihan secara perwakilan.

Item Type: Thesis (Diploma)
Primary Supervisor: Benni Kharisma Arasulli, S.H.I., LL.M
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: S1 Ilmu Hukum
Date Deposited: 19 Aug 2020 08:20
Last Modified: 19 Aug 2020 08:20
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/60231

Actions (login required)

View Item View Item