ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN PENDUDUK DI KABUPATEN SOLOK

Hariswadi, Hariswadi (2015) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN PENDUDUK DI KABUPATEN SOLOK. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201508191128th_haris wadi 1110511018.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (590kB)

Abstract

Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Nasir, dkk, 2008). Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Penyebab kemiskinan sangat bervariasi antar daerah bahkan antar negara. Di negara maju persoalan kemiskinan biasanya lebih ditekankan pada masalah kualitas hidup dan pertumbuhan sektor industri, sedangkan di negara berkembang permasalahan distribusi pendapatan lebih banyak menjadi sorotan (Todaro dan Smith, 2004). 2 Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara sedang berkembang. Terkait dengan persoalan ini, Todaro (2004) juga menjelaskan bahwa hampir semua negara berkembang standar hidup sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah. Standar hidup yang rendah tersebut dimanifestasikan secara kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk pendapatan yang sangat rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat, peluang mendapatkan pekerjaan yang sangat kecil dan dalam banyak kasus terdapat ketidakpuasan dan ketidakberdayaan secara umum. Menurut Dinar (2008) istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers 2003 (dalam Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (poverty), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Pada awalnya kemiskinan selalu dikaitkan dengan faktor ekonomis, yang dinyatakan dalam ukuran tingkat pendapatan (income) atau tingkat konsumsi individu 3 atau komunitas. Lembaga donor internasional seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia (ADB), menggunakan tingkat pendapatan $1 per hari sebagai batas proverty line . Sementara di negara-negara berkembang kemiskinan diukur dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, yang dinyatakan dalam ukuran kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan kalori. (Kemensos, 2009). Untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan ini tidaklah gampang. Pendekatan pertumbuhan ekonomi semata, tentunya tidak dapat diandalkan untuk menurunkan kemiskinan karena tidak semua lapisan penduduk miskin dapat disentuh oleh pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Oleh sebab itu dalam penyusunan dan pelaksanaan agenda pengentasan kemiskinan perlu melibatkan semua pihak dan stakeholder. Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah pusat serta pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya dalam rangka meningkatkan efektifitas upaya penanggulangan kemiskinan, pemerintah menyusun program berupa Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI). MP3KI merupakan affirmative action sehingga pembangunan ekonomi yang terwujud tidak hanya pro-growth, melainkan juga pro-poor, pro-job dan proenvironment, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin. 4 MP3KI memiliki target penurunan angka kemiskinan hingga tinggal 3-4 persen pada tahun 2025 dengan pilar utamanya adalah klaster 1 hingga 4, konektivitas, aksebilitas, kemudian pemerintah daerah yang pilar terdepannya adalah kecamatan. Bentuk pendekatan yang digunakan dalam MP3KI adalah pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan pendapatan melalui integrasi/sinergi program kemiskinan sesuai wilayah melibatkan pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat. Sedangkan wujud strateginya adalah dengan perbaikan sistem jaminan sosial dan peningkatan taraf hidup masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Klaster 1 berupa bantuan dan perlindungan sosial berbasis keluarga yang terdiri dari : 1) program keluarga harapan, 2) bantuan siswa miskin, 3) jamkesmas, 4) beras raskin, dan 5) bantuan sosial lainnya. Klaster 2 adalah program terkait pemberdayaan masyarakat. Melalui program ini pemerintah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mandiri. Klaster 3 berfokus kepada pemberdayaan usaha mikro dan kecil serta KUR. Sedangkan klaster 4 adalah program pro rakyat yang berupa : 1) rumah murah dan murah sekali, 2) air bersih untuk rakyat, 3) listrik murah dan hemat, 4) angkutan murah, 5) peningkatan kehidupan nelayan, dan 6) peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan. (Bappenas, 2013). Berbagai upaya dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah dilakukan dinilai belum mampu menyentuh akar permasalahannya. Setiap program/ kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak sepenuhnya dapat mencapai sasaran mengingat sampai saat ini tidak jarang terjadi suatu kebijakan yang diterapkan berhasil pada suatu tempat tetapi kurang berhasil bahkan gagal di tempat 5 lain. Melihat kondisi tersebut maka masalah kemiskinan tidak dapat ditanggulangi secara umum melainkan harus secara khusus serta sangat diperlukan pengkajian lebih spesifik secara berkelanjutan. Pada dasarnya studi kemiskinan yang telah dilakukan BPS sangatlah bermanfaat dalam membantu perumusan kebijakan untuk penanggulangan kemiskinan. Dengan laporan tersebut BPS mengharapkan pengambil kebijakan dapat lebih memfokuskan program-program penanggulangan kemiskinan sehingga dapat lebih sesuai dengan kebutuhan penduduk miskin dan agar berbagai kebijakan pemerintah dalam program penanggulangan kemiskinan dapat lebih efisien, efektif dan tepat sasaran.Namun analisis tersebut baru dilihat secara keseluruhan. Sementara kita tahu bahwa karakteristik kemiskinan di masing-masing daerah berbeda dan tidak bisa disamaratakan untuk setiap daerah maka kebijakan itu bisa jadi tidak tepat sasaran dan tidak efisien. Selain itu, tidak dijelaskan dan dirumuskan karakteristik dan faktor mana yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi kemiskinan di suatu daerah. Menyikapi masalah ini, seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah dan pelaksanaan pembangunan selama ini yang cenderung berkonotasi kurang mempertimbangkan kondisi masyarakat lokal, maka untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan pengalaman empiris masyarakat lokal, perlu dicermati dan dijadikan suatu kajian dalam melihat kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan yang ada dewasa ini (Afkar,1999). 6 Dalam memahami masalah kemiskinan, perlu diperhatikan lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih objektif dan tepat sasaran (Rustardi dan Karolina,2013). Banyak penelitian yang sudah dilakukan terkait masalah kemiskinan dan faktor penyebabnya. Faktor penyebab kemiskinan itu diidentifikasi sehingga ditemukan akar permasalahan kemiskinan sebenarnya. Asnawi (1994) mengidentifikasi faktor penyebab kemiskinan pada level terendah yaitu rumah tangga untuk daerah pedesaan di Sumatera Barat. Menurutnya faktor penyebab kemiskinan rumah tangga itu saling terkait satu sama lain, namun faktor sumber daya manusia merupakan kunci. Menurut Prayitno (1987), pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya dengan memperbanyak kegiatan industrial saja, walaupun aktivitas ini dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat Sumatera Barat yang enggan menjadi buruh dan memilih membuka kegiatan usaha meski berskala kecil. Untuk itu kajian kemiskinan ini tidak bisa dikaji secara garis besar provinsi saja, sehingga harus dilihat per kabupaten kotanya agar bisa diketahui daerah mana yang masih butuh perhatian khusus untuk penanggulangan kemiskinan ini. 7 Tabel 1.1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/kota di Sumatera Barat Tahun 2011-2013 No Daerah Kab/Kota Persentase Kemiskinan (%) Rata-rata 2011 2012 2013 (%) 1 Kab. Mentawai 18,85 16,71 16,12 17,23 2 Kab. Pesisir Selatan 9,75 8,69 8,64 9,03 3 Kab. Solok 11,19 10,04 10,26 10,50 4 Kab. Sijunjung 9,94 8,80 8,53 9,09 5 Kab. Tanah Datar 6,57 5,96 5,77 6,10 6 Kab. Padang Pariaman 11,26 10,13 9,17 10,19 7 Kab. Agam 9,39 8,44 7,68 8,50 8 Kab. Lima Puluh Kota 9,96 8,90 8,26 9,04 9 Kab. Pasaman 10,42 9,31 8,37 9,37 10 Kab. Solok Selatan 10,61 9,38 8,12 9,37 11 Kab. Dharmasraya 10,09 8,83 7,74 8,89 12 Kab. Pasaman Barat 9,14 8,05 7,86 8,35 13 Kota Padang 6,02 5,30 5,02 5,45 14 Kota Solok 6,72 5,88 4,60 5,73 15 Kota Sawahlunto 2,34 2,17 2,28 2,26 16 Kota Padang Panjang 7,25 6,50 6,66 6,80 17 Kota Bukittingi 6,49 5,74 5,36 5,86 18 Kota Payakumbuh 10,09 9,00 7,81 8,97 19 Kota Pariaman 5,66 5,02 5,35 5,34 Sumber BPS, Sumatera Barat Dalam Angka 2014 Tabel 1.1 memperlihatkan persentase penduduk miskin di kabupaten/kota Sumatera Barat. Dilihat dari rata-ratanya, dari tahun 2011-2013 kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki rata-rata persentase penduduk miskin tertinggi diantara 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan persentase rata-rata penduduk miskin 17,23%. Kemudian Kabupaten Solok menempati urutan kedua dengan persentase rata-rata penduduk miskin 10,50%. Sedangkan rata-rata persentase jumlah penduduk miskin terendah terdapat di kota Sawahlunto dengan jumlah penduduk miskin sebesar 2,26%. 8 Persentase kemiskinan di Kabupaten Solok cukup tinggi dimana pada tahun 2013 sebanyak 39,90 ribu jiwa atau 10,26 persen penduduk mengalami kemiskinan. Kabupaten Solok menduduki nomor urut ke-2 dari 19 Kabupaten/kota di Sumatera Barat.Selanjutnya dapat diperhatikan pada grafik 1.1. Sumber BPS, Sumatera Barat Dalam Angka 2014 Jika dilihat dari sisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan regional PDRB per kapita, pergeseran/perubahan struktur perekonomian, tingkat inflasi dan kemakmuran suatu daerah, PDRB Kabupaten Solok atas dasar harga berlaku tahun tahun 2012 adalah sebesar 6.823.603,74 juta rupiah dan tahun 2013 adalah sebesar 7.820.562,87 juta rupiah. PDRB per kapita berdasarkan atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kab.Mentawai Kab.Pessel Kab.Solok Kab.Sijunjung Kab.Tanah Datar Kab.Pdg Pariaman Kab.Agam Kab.Lima Puluh Kota Kab.Pasaman Kab.Solsel Kab.Dharmasraya Kab.Pasbar Kota Padang Kota Solok Kota Sawahlunto Kota Pdg Panjang Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh Kota Pariaman Grafik 1.1 Persentase Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2011 - 2013 2011 2012 2013 9 PDRB per satu orang penduduk. PDRB per kapita Kabupaten Solok tahun 2013 adalah 21.232.356,72 rupiah. BPS (2014). Tabel 1.2 PDRB Kabupaten Solok Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011 – 2013 Lapangan Usaha 2011 2012 2013 Total Rata – rata (%) Kontribusi Kontribusi Kontribusi Rp (Milyar) % Rp (Milyar) % Rp (Milyar) % Pertanian 2.759,03 45,32 3.060,87 44,86 3.542,63 45,30 45,16 Pertambangan dan Penggalian 223,83 3,68 252,48 3,70 287,80 3,69 3,69 Industri Pengolahan 378,52 6,22 423,08 6,20 472,89 6,05 6,16 Listrik, Gas, dan Air Bersih 30,51 0,50 33,82 0,50 37,59 0,48 0,49 Bangunan 419,96 6,90 475,39 6,97 544,44 6,96 6,94 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 833,78 13,69 956,26 14,01 1.091,94 13,96 13,89 Pengangkutan dan Komunikasi 706,95 11,61 808,51 11,85 933,93 11,94 11,8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 102,25 1,68 115,41 1,69 131,29 1,69 1,69 Jasa-jasa 633,33 10,40 697,72 10,22 778,00 9,95 10,19 PDRB 6.088,21 6.823,60 7.820,56 Sumber: Kabupaten Solok Dalam Angka 2014 Tabel 1.2 memperlihatkan seluruh sektor yang memberikan sumbangan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Solok atas dasar harga berlaku, sektor pertanian memberikan andil terbesar yaitu 3.060.879,71 (2012) mengalami kenaikan menjadi 10 3.542.637,76 juta rupiah (2013). Dibawah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan peran yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB yaitu sebesar 1.091.942,99 pada tahun 2013. Sedangkan sektor yang berkontribusi paling rendah terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Solok atas dasar harga berlaku adalah Listrik, Gas dan Air Bersih. Jika dilihat secara rata-rata seluruh sektor mengalami peningkatan setiap tahunnya (2011-2013) sehingga hal ini memberikan dampak terhadap peningkatan PDRB kabupaten Solok. Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB Menurut Penggunaan Kabupaten Solok tahun 2013 atas dasar harga berlaku sebesar 7,82 triliun rupiah atau meningkat sebesar 996,95 milyar rupiah dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan atas dasar harga konstan 2000 PDRB Kabupaten Solok meningkat sebesar 154,05 milyar rupiah, dari 2,44 triliun rupiah pada tahun 2012 menjadi 2,60 triliun rupiah di tahun 2013, atau tumbuh sebesar 6,29 persen. Dari sisi penawaran, peningkatan juga terjadi pada umumnya di seluruh sektor ekonomi. Sehingga, hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dibandingkan tahun sebelumnya. . 11 Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Solok Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Tahun Sebelumnya = 100) Tahun 2009 – 2013 (Persen) No Jenis penggunaan 2009 2010 2011 2012 2013 Ratarata 1 Pengeluaran konsumsi rumah tangga A. Makanan B. Non Makanan 6,47 7,40 5,12 6,39 15,92 -7,76 6,35 5,40 8,14 6,53 5,59 8,24 5,73 6,03 5,20 6,29 8,07 3,79 2 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 8,63 3,72 10,90 10,98 10,60 8,97 3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21,09 6,74 7,45 6,29 6,71 9,67 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,52 3,59 6,87 6,52 5,99 5,90 5 Perubahan Stock -2,80 -6,28 25,68 17,06 19,78 10,69 6 Ekspor Barang dan Jasa 7,31 7,46 7,26 6,28 8,02 7,27 7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 8,71 7,40 9,34 8,39 7,91 8,35 Jumlah 6,24 6,05 6,13 6,26 6,29 6,19 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok, 2013 Pertumbuhan PDRB Penggunaan tahun 2013 tersebut diakibatkan adanya pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,73 persen, pengeluaran pemerintah mengalami penurunan menjadi 6,71 persen, konsumsi lembaga swasta nirlaba sebesar 10,60 persen, pembentukan modal tetap bruto juga mengalami penurunan menjadi 5,99 persen dan perubahan inventori mengalami pertumbuhan 9,78 persen. Pada nilai ekspor juga mencatat kenaikan sebesar 8,02 persen. Sedangkan permintaan komoditi impor juga mengalami penurunan sebesar 7,91 persen pada tahun 2013. 12 Seiring dengan terjadinya peningkatan ini seharusnya tingkat kesejahteraan masyarakatpun diharapkan akan meningkat dan tingkat kemiskinanpun dapat ditekan. Namun, disisi lain masih terdapat masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah dan masih banyak terjadinya kesenjangan pendapatan antara penduduk kaya dan miskin. Banyak faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Solok, diantaranya pendapatan masyarakat yang masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, jumlah anggota rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga, dan berbagai faktor lainnya. Walaupun terjadi penurunan tingkat kemiskinan, tetapi indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ternyata masih cukup tinggi di Kabupaten Solok. Untuk kondisi tahun 2013, indeks P1 berada pada angka 1,37. Artinya rata-rata pengeluaran penduduk miskin masih jauh dari garis kemiskinan, yakni <1$ per hari. Sementara ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin sendiri (P2) juga masih cukup tinggi, yaitu pada angka 0,29. Angka-angka ini setidaknya menguatkan dugaan bahwa walaupun angka kemiskinan menurun, kemungkinannya adalah masih ada diantara mereka yang berada pada kondisi sangat miskin dan sangat membutuhkan pertolongan. 13 Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2012 – 2013 Kabupaten/Kota Persentase Penduduk Miskin P1 P2 Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bulan) 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 Kab. Kepulauan Mentawai 16,70 16,12 3,20 2,04 1,10 0,46 208,045 217,773 Kab. Pesisir Selatan 8,68 8,64 1,11 0,88 0,23 0,14 286,621 308,472 Kab. Solok 10,03 10,26 1,09 1,37 0,22 0,29 296,812 316,756 Kab. Sijunjung 8,79 8,53 1,09 1,58 0,25 0,41 274,664 290,564 Kab. Tanah Datar 5,95 5,77 0,80 0,35 0,18 0,04 275,282 291,848 Kab. Padang Pariaman 10,12 9,17 1,45 1,19 0,36 0,23 293,457 309,999 Kab. Agam 8,43 7,68 0,78 0,98 0,12 0,18 254,124 267,436 Kab. Lima Puluh Kota 8,89 8,26 1,13 1,08 0,22 0,25 282,028 300,037 Kab. Pasaman 9,31 8,37 1,01 1,16 0,20 0,22 252,392 262,825 Kab. Solok selatan 9,37 8,12 1,24 1,21 0,23 0,26 252,010 268,902 Kab. Dharmasraya 8,82 7,74 1,40 1,15 0,33 0,25 292,195 309,661 Kab. Pasaman Barat 8,04 7,86 0,94 0,74 0,16 0,13 292,080 311,657 Kota Padang 5,30 5,02 0,91 0,54 0,24 0,11 350,088 377.943 Kota Solok 5,87 4,60 0,68 0,49 0,15 0,10 319,814 342,001 Kota Sawahlunto 2,17 2,28 0,26 0,32 0,05 0,08 242,043 267,079 Kota Padang Panjang 6,50 6,66 1,17 0,81 0,30 0,15 318,783 354,955 Kota Bukittinggi 5,73 5,36 0,96 0,93 0,28 0,23 331,762 356,752 Kota Payakumbuh 9,00 7,81 1,27 0,45 0,32 0,04 337,237 366,691 Kota Pariaman 5,02 5,35 0,73 0,48 0,23 0,10 307,157 331,511 Sumatera Barat 8,00 7,56 1,24 1,27 0,31 0,30 292,052 336,606 Sumber BPS, Sumatera Barat Dalam Angka 2014 14 Menurut hasil pengumpulan data oleh BPS, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Solok pada tahun 2009-2013 cukup berfluktuasi. Pada awalnya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Solok pada tahun 2009 adalah 40,81 ribu jiwa artinya terdapat penduduk sebanyak 40.810 orang yang tidak mampu melewati batas garis kemiskinan atau hidup di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Solok terjadi peningkatan dan tercatat sebanyak 40.950 jiwa. Pada tahun 2011 dan 2012 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dan tercatat pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin sebanyak 39.000 jiwa, tahun 2012 turun menjadi 35.650 jiwa, dan terakhir pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin kembali meningkat menjadi 36.770 jiwa. Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Solok Tahun 2009 – 2013 No Deskripsi 2009 2010 2011 2012 2013 1 Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 40,81 40,95 39,00 35,65 36,77 2 Persentase Penduduk Miskin 12,15 11,74 11,19 10,04 10,26 3 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) 233,097 262,010 271,165 296,812 316,756 Sumber, BPS Data dan Informasi Kemiskinan (Berbagai Edisi) Seperti halnya di daerah lain, keadaan kependudukan di Kabupaten Solok juga berada dalam beberapa permasalahan. Dimana Kabupaten Solok merupakan daerah yang berada dalam tahap pembangunan dengan masalah kependudukan diantaranya adalah tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, persebaran penduduk yang tidak 15 merata, dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal suatu negara, tetapi juga merupakan beban pembangunan. Berdasarkan Latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Penduduk di Kabupaten Solok”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HB Economic Theory
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 05 Feb 2016 04:19
Last Modified: 05 Feb 2016 04:19
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/593

Actions (login required)

View Item View Item