Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Studi Kasus: Kabupaten Solok Selatan)

Alex, Sander (2015) Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Studi Kasus: Kabupaten Solok Selatan). Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201508181343th_skripsi alex sander.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (794kB)

Abstract

Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Peting bagi kita untuk dapat memilki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestik Produk (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada PDRB suatu provinsi, kabupaten dan kota. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dalam definisi ini ditekankan pada aspek (1) Perekonomian berkembang dari waktu ke waktu (2) Kenaikan output per kapita karena kenaikan pendapatan akan mengakibatkan peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat, agar pendapatan per kapita naik maka pertumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari pada kenaikan jumlah penduduk (3). Aspek lainnya adalah pertumbuhan ekonomi harus berlangsung dalam jangka panjang yang akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan (Boediono, 1982). Pembangunan ekonomi pada umumnya dimaksudkan agar kesejahteraan rakyat di suatu negara meningkat. Pembagian hasil-hasil pembangunan yang semakin merata, terciptanya kesempatan kerja yang memadai dan tentu saja pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebagai upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat luas, tujuan dasar pembangunan ekonomi tidaklah hanya mengejar pertumbuhan PDB atau PDRB, tetapi untuk menciptakan pemerataan pendapatan masyarakat. Karena ketidakmerataan distribusi pendapatan masyarakat juga merupakan masalah pembangunan. (Arsyad:1997). Masalah ketimpangan pendapatan telah lama menjadi persoalan pelik dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan berkembang. Oleh karena itu ketimpangan tidak dapat dihilangkan, akan tetapi bisa dikurangi. Masalah distribusi pendapatan mengandung dua aspek. Aspek pertama adalah bagaimana menaikkan tingkat kesejahteraan mereka yang masih berada dibawah garis kemiskinan, sedangkan aspek kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh dalam arti mempersempit perbedaan tingkat pendapatan antar penduduk atau rumah tangga. Keberhasilan mengatasi aspek yang pertama dapat dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sementara keberhasilan memperbaiki distribuasi pendapatan secara menyeluruh jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya. Ketimpangan antar daerah dapat memberikan dampak yang buruk bagi daerahdaerah pada suatu wilayah. Menurut Sumodiningrat (Nugroho, 2004:1-2) masalah kesenjangan pada akhirnya bermuara pada bertambahnya jumlah penduduk miskin. Masalah ini melatarbelakangi perlunya penerapan pembangunan yang bersifat kewilayahan, yaitu pembangunan berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki suatu wilayah. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengelola sumber daya yang ada serta membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan meransang perkembangan ekonomi dalam wilayah tersebut (Mudarajad Kuncoro: 2004). Oleh karena itu agar pembangunan ekonomi yang dijalankan dapat mengurangi persoalan-persoalan yang dihadapi daerah dengan efektif dan efisien maka strategi pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada karakteristik yang dimiliki daerah, terutama bagaimana menggunakan potensi sumberdaya manusia, sumber-sumber fisik daerah serta kelembagaan lokal baik yang formal maupun non formal. Dengan demikian, maka upaya mengharmonisasikan tujuan pembangunan ekonomi sangat bergantung pada strategi pembangunan ekonomi yang dipilih atau yang dijalankan. Pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Solok Selatan, sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan provinsi, juga memikul tanggung jawab yang besar. Tantangan yang sedang dihadapi adalah bagaimana mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang didalamnya juga terdapat keberhasilan untuk mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Kabupaten Solok Selatan sebelum dimekarkan. Pada awalnya kabupaten ini hanya merupakan daerah kecamatan saja, yakni Kecamatan Sungai Pagu dan Kecamatan Sangir. Kedua kecamatan ini kemudian menjadi Kabupaten Solok Selatan. Selanjutnya setelah dimekarkan, secara administratif 2 kecamatan ini dimekarkan menjadi 5 kecamatan. Sejak dimekarkan dari Kabupaten Solok pada 2004, laju pertumbuhan ekonomi daerah itu terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Laju pertumbuhan pada 2007 adalah 6,08%, kemudian terus meningkat hingga menjadi 6,12 persen tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2012 yaitu sebesar 6,28%. Rata-rata laju pertumbuhan selama periode tersebut adalah 6,15% dan lebih tinggi dari laju pertumbuhan provinsi Sumatera Barat yang hanya 5,51% pertahun. Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan relatif tinggi, seperti pertambangan, perdagangan, hotel dan restoran, industri pengolahan serta jasa-jasa. Sementara sektor pertambangan dan penggalian, laju pertumbuhannya relatif tinggi yaitu 8,35% pada 2011. Sedangkan sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan. Sebagian besar industri di Solok Selatan adalah agro industri, maka peningkatan ini juga berarti peningkatan nilai tambah dan memperluas pasar sektor pertanian yang selanjutnya akan mendorong pembangunan sektor tersebut lebih lanjut. Jika dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Solok Selatan baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan dapat dilihat bahwa kemampuan perekonomian daerah terus meningkat. PDRB Solok Selatan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 1,220 miliar dan mengalami peningkatan pada 2010 menjadi Rp 1,407 miliar. Sedangkan untuk PDRB atas harga konstan, juga mengalami peningkatan yaitu dari Rp 614,81 miliar tahun 2009 menjadi Rp 653,44 miliar pada tahun 2010 atau mengalami kenaikan sebesar Rp 38,63 miliar. Perekonomian Solok Selatan selama tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata diatas 6% pertahun dengan rincian 2010 tumbuh sebesar 6,28%, 2011: 6,35%, 2012: 6,44% dan menurun sedikit menjadi 6,31% pada tahun 2013. Kabupaten Solok Selatan perekonomiannya masih didominasi sektor pertanian. Meskipun dari data PDRB terjadi pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun, namun perkembangan wilayah Kabupaten Solok Selatan memperlihatkan kondisi yang stagnan. Ibu kota Kabupaten Solok Selatan yaitu Padang Aro juga masih didominasi sektor pertanian (agriculture). Ini bertentangan dengan definisi kota yaitu secara sektoral sebagai kawasan yang didominasi oleh kegiatan non pertanian. Akibat adanya disparitas antar kecamatan, perkembangan Kabupaten Solok Selatan secara keseluruhan otomatis menjadi terhambat, tidak mampu tumbuh dan berkembang secara optimal. Dibanding hinterlandnya yaitu Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan dari segi perkembangan wilayah jauh tertinggal. Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan pembangunan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan atau antar wilayah. Ketimpangan timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan ekonomi. Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena adanya perbedaan antara wilayah satu dengan lainnya. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju. Berkembangnya propinsipropinsi baru sejak tahun 2000an di Sumatera dan desentralisasi diduga akan mendorong ketimpangan antar daerah yang lebih lebar. Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro,2003). Berangkat dari keinginan untuk mengkaji lebih mendalam terhadap persoalan tersebut maka penulis mengajukan judul penelitian “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan setelah pemekaran (SK: Kab. Solok Selatan)”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HB Economic Theory
Divisions: Fakultas Ekonomi
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 05 Feb 2016 04:07
Last Modified: 05 Feb 2016 04:07
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/558

Actions (login required)

View Item View Item