ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANGMEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR KAKAO SUMATERA BARAT KE MALAYSIA

Milna, Milna (2016) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANGMEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR KAKAO SUMATERA BARAT KE MALAYSIA. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Fulltext)
2087.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (449kB)

Abstract

Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumbersumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor (tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya). Keuntungan-keuntungan perdagangan yang diterima oleh suatu negara dengan sendirinya bisa dinikmati oleh seluruh warga atau pelaku ekonomi yang ada di negara tersebut. Perdagangan luar negeri merupakan stimulasi penting bagi perekonomian ekonomi suatu negara. Membantu negara mencapai pembangunan yang memberikan kesempatan kepada sektor-sektor yang mencapai keunggulan komparatif (Todaro, 2003). Salah satu bentuk dari perdagangan luar negeri itu adalah ekspor. Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan keluar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Pada negara yang sedang berkembang, ekspor memegang peranan yang sangat penting, karena menghasilkan devisa yang digunakan untuk membeli barang-barang impor, membayar cicilan utang luar negeri, membayar jasa-jasa lainnya serta membiayai pembangunan yang sedang berjalan. Oleh sebab itu salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan penerimaan melalui peningkatan ekspor terutama ekspor non migas (Amir, 2000). Ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan agregat output yang dominan dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (Wulandari, 2006). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi mensyaratkan bahwa kesejahteraan penduduk harus meningkat, dan salah satu ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (Abdul, 2002). Di negara-negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), ekspor SDA seperti komoditas-komoditas pertanian dan pertambangan sering kali lebih penting dari pada ekspor produk-produk manufaktur. Sebagai negara yang kaya akan SDA dan tenaga kerja dalam jumlah banyak, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan karena itu sebaiknya mengkhususkan diri terhadap produk barangbarang ekspor yang sumber daya produksi utamanya adalah tenaga kerja dan Sumber Daya Alam (SDA). Pola perdagangan luar negeri Indonesia dengan negara-negara berkembang lebih didominasi oleh komoditi-komoditi pertanian dan pertambangan (Tambunan, 2000). Demikian juga halnya dengan Sumatera Barat, perekonomiannya masih didominasi pertanian, sektor luar pertanian belum mampu menggantikan perannya sebagai sumber penghidupan utama penduduk. Hal ini dapat dilihat dalam periode Januari – Desember 2009, urutan komoditi utama Sumatera Barat berdasarkan nilai ekspornya adalah CPO, karet, produk kelapa sawit, batu bara, semen, kakao, cassia Indonesia, minyak pala, santan kelapa, gambir, minyak kelapa, tepung kelapa, kayu olahan, cardamom, minyak nilam dan kayu lapis. Perkembangan ekspor Sumatera Barat dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan (Lampiran 1), (Disperindag, 2010). Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor Sumatera Barat, yang menghasilkan devisa yang sangat diperlukan bagi pembangunan nasional. Kakao sebagai tanaman perkebunan menarik diusahakan bagi banyak negara berkembang, karena kakao memiliki peranan penting dalam pembangunan, dilihat dari peran ekonomi ke depan dan ke belakangnya cukup besar. Ke belakang sebagai lapangan kerja bagi rumah tangga petani, buruh tani, dan penggunaan input pertanian. Ke depan memberikan kesempatan kerja dan berusaha di sektor : transportasi, industri makanan, rumah makan/restoran, dan industri minuman, oleh karena itu pengusahaan perkebunan kakao tidak saja mampu menampung kesempatan kerja juga menjadi sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat perdesaan dan perkotaan yang terikat dalam masyarakat kakao. Kakao yang diproduksi di Sumatera Barat sebagian besar digunakan untuk kebutuhan ekspor dan juga untuk kebutuhan dalam negeri, sekitar 80 % kakao Sumatera Barat diekspor ke luar negeri (Dinas Perkebunan Sumbar, 2010). Kakao memiliki daya saing yang cukup baik di pasar dunia, kakao sangat dimanfaatkan dan memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kakao memiliki pasar produk tersendiri, kakao merupakan produk yang digemari dan bercita rasa tinggi. Dengan keadaan seperti ini, maka permintaan ekspor kakao meningkat dari tahun ketahun, sehingga penawaran ekspor kakao juga meningkat. Peningkatan permintaan ekspor kakao disebabkan peningkatan konsumsi kakao dunia (Komalasari, 2009). Kakao merupakan komoditi pertanian yang permintaannya bersifat inelastis. Permintaan barang pertanian yang inelastis menyebabkan berapapun perubahan harga tidak mempengaruhi jumlah yang dikonsumsi masyarakat terhadap barang tersebut. Seharusnya hal ini menjadi positif bagi produsen kakao di Sumatera Barat, ini disebabkan karena perubahan jumlah yang ditawarkan tidak berpengaruh terhadap harga barang tersebut. Sehingga mampu memberikan nilai yang lebih bagi penerimaan berupa keuntungan (Komalasari, 2009) Selain Indonesia kakao juga dihasilkan oleh negara pemasok utama kakao dunia, Pantai Gading (38,3%), Ghana (20,2%) dan Indonesia (13,6%). Pemasok lainnya adalah Kamerun (5,1%), Brasil (4,4%), Nigeria (4,9%) dan Ekuador (3,1%). Walaupun sebagai pemasok utama kakao dunia, selama tahun 2002-2006 rata-rata pertumbuhan produksi Pantai Gading relatif rendah yakni hanya 1% per tahun, sebaliknya Ghana tumbuh sangat tinggi 10,5% per tahun. Sementara Indonesia dan Kamerun tumbuh moderat dengan masing-masing meningkat ratarata 5,1% dan 4% per tahun (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007). Keseimbangan produksi dan konsumsi kakao dunia diperkirakan terus berlanjut, bahkan lebih cenderung mengalami defisit karena beberapa negara produsen utama menghadapi berbagai kendala dalam upaya meningkatkan produksinya untuk mengimbangi kenaikan konsumsi. Pantai Gading menghadapi masalah karena ada keharusan untuk mengurangi subsidi dan kestabilan politik dalam negeri. Ghana dan Kamerun juga menghadapi masalah subsidi dan insentif harga dari pemerintah. Sedangkan Malaysia menghadapi masalah ganasnya serangan hama PBK dan adanya kebijakan untuk berkonsentrasi ke kelapa sawit. Kondisi tersebut sangat menguntungkan Indonesia, karena animo masyarakat untuk mengembangkan perkebunan kakao beberapa tahun terakhir sangat besar, sumber daya lahan masih tersedia dan keinginan masyarakat tersebut dapat terwujud dengan mengandalkan pendanaan sendiri. Areal perkebunan kakao berkembang rata-rata hampir 10% per tahun selama lima tahun terakhir dan hal tersebut merupakan suatu tingkat pertumbunhan yang sangat besar pada posisi areal perkebunan kakao mendekati sejuta hektar (Susanto, 2009). Perkembangan ekspor kakao tahun 2005 – 2009 menunjukkan nilai ekspor kakao Sumatera Barat mengalami peningkatan dan volume ekspornya juga meningkat. Hal ini dapat terlihat pada tahun 2005 nilai ekspornya mencapai 3.384.583 US$ dengan volume 3.202 ton sedangkan pada tahun 2009 nilainya mencapai 89.670.000 US$ dengan volume 38.000 ton (Lampiran 2). Dengan melihat kondisi saat ini, Sumatera Barat berpeluang untuk mengekspor kakao karena harga di luar negeri yang lebih tinggi daripada harga di dalam negeri sehingga para eksportir kakao Sumatera Barat (Lampiran 3) meningkatkan jumlah ekspor. Kebutuhan kakao bukan hanya untuk pasar lokal, tetapi juga untuk pasar manca negara, maka dari itu peluang untuk meningkatkan usaha sebenarnya terbuka lebar bagi Sumatera Barat dalam memproduksi kakao (Disperindag, 2011). Menurut Nurhidayani (2006), faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia adalah produksi kakao domestik, harga kakao domestik, dan nilai tukar. Menurut Komalasari (2009) Penawaran ekspor biji kakao Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi dan ekspor yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Produksi dan jumlah ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi penawaran ekspor secara positif. Menurut Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) cabang provinsi Sumatera Barat ekspor kakao berasal dari seluruh Kabupaten di Sumatera Barat. Kakao Sumatera Barat yang di ekspor berupa biji kakao yang sudah difermentasi dan yang tidak difermentasi, tergantung permintaan dari buyer. Negara tujuan ekspor kakao Sumatera Barat yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand. Malaysia merupakan negara tujuan utama dan paling banyak mengimpor kakao dari Sumatera Barat (Lampiran 5). Melihat betapa pentingnya kedudukan ekspor kakao bagi perekonomian Sumatera Barat pada saat ini dan masa yang akan datang, maka penting untuk mengadakan analisa faktor-faktor dari ekspor kakao. Analisa ini tujuannya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap volume ekspor kakao. Analisa ini juga dimaksudkan agar nilai ekspor yang dihasilkan oleh perdagangan ekspor kakao terus meningkatkan penerimaan daerah dan negara.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: S Agriculture > S Agriculture (General)
Divisions: Fakultas Pertanian
Depositing User: mrs Rahmadeli rahmadeli
Date Deposited: 29 Apr 2016 08:48
Last Modified: 29 Apr 2016 08:48
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/5491

Actions (login required)

View Item View Item