ANALISIS PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (BLM-PUAP) (Studi Kasus Kelompok Tani Koto Luar Desa Kumun Hilir Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh)

ELSA, NAVITALIAN (2016) ANALISIS PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (BLM-PUAP) (Studi Kasus Kelompok Tani Koto Luar Desa Kumun Hilir Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh). Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Fulltext)
2064.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (572kB)

Abstract

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting dalam menopang pembangunan nasional, Menurut Subejo (2007) secara garis besar pertanian memberikan kontribusi yang penting bagi negara antara lain melalui perannya dalam hal ; (1) penyedia bahan pangan, (2) penyedia lapangan kerja, (3) penyedia bahan baku bagi industri, (4) sumber devisa, dan (5) penjaga kelestarian lingkungan (konservasi lahan, mencegah banjir). Kajian tentang pertanian di Indonesia tidak pernah bisa dipisahkan dari pembahasan tentang pedesaan, sebab kegiatan pertanian di negara ini mayoritas berada di pedesaan, terbukti dengan kenyataan bahwa mayoritas masyarakat pedesaan bermata pencaharian sebagai petani, karenanya pembangunan pertanian seringkali dikaitkan dengan pembangunan pedesaan. Pembangunan pertanian pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi pertanian. Dalam proses pencapaian tersebut, pembangunan pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, mendorong pemerataan pendapatan dan berusaha serta mendukung pembangunan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya yang ada (Departemen Pertanian, 2005). Beberapa konsep pembangunan pedesaan merupakan proses penyadaran sosial guna meningkatkan kemampuan dan kemandirian untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang berharkat dan bermartabat, yang dikatakan mencapai tujuannya jika akhirnya masyarakat memiliki kemampuan secara mandiri untuk menentukan pilihan bagi kehidupannya. Pelaksanaan pembangunan pertanian dan pedesaan yang ideal, terbentuk karena partisipasi dari masyarakat desa (subjek) sebagai sasaran utama dengan strategi penguatan dan pemberdayaan kelembagaan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan dan memperkuat kemandirian masyarakat pedesaan tersebut. Pembangunan pedesaan utamanya bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakatnya. Pemberdayaan yang disokong melalui peningkatan kapasitas, kapabilitas masyarakat pedesaan (memanfaatkan dan mengembangkan segala potensi yang ada) merupakan salah satu strategi pembangunan pedesaan (Elizabeth, 2004). Pembangunan yang selama ini diterapkan di Indonesia walaupun telah mengadopsi kebijaksanaan pembangunan lokal, dalam pelaksanaannya masih hanya sebatas konsep saja karena yang terjadi adalah pengeksploitasian sumber daya lokal secara besar-besaran oleh korporasi (perusahaan besar) yang menginduk ke pusat sehingga kadar keterlibatan dan pemanfaatan hasil pembangunan di tingkat masyarakat lokal sangat rendah. Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembangunan pedesaan dimana pembangunan pedesaan baru akan mencapai keberhasilan bila melibatkan dan memberdayakan segala bentuk kelembagaan (sosial, adat-budaya) desa dan masyarakat. Selanjutnya penguatan kelembagaan menjadikan petani lebih kuat, mandiri dan memiliki daya saing (Zakaria, 2009). Strategi ini dirasa tepat mengingat pada dasarnya masalah marjinalisasi pertanian bukan hanya disebabkan oleh keterbatasan sumber daya alam, tetapi lebih tepatnya pada kualitas SDM yang lemah dan rapuhnya dukungan tatanan kelembagaan pertanian di pedesaan (Elizabeth, 2004). Upaya pembangunan pertanian dan kelembagaan pedesaan seharusnya berbasis sumber daya pertanian dan pedesaan setempat, artinya mengembangkan budaya non material untuk meningkatkan daya saing modal sosial (social capital) di pedesaan yang mencerminkan adanya penghargaan azas keadilan dan keberlanjutan. Dari sisi penguatannya, harus bermana peningkatan daya saing ekonomi pertanian di pedesaan. Persoalan mendasar yang dihadapi oleh mayoritas petani Indonesia adalah kurangnya akses terhadap permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi petani yang masih lemah (Pokja PNPM-Mandiri, 2008). Sesbany (2008) lebih menekankan faktor dasar yang menyebabkan kemarjinalan petani pada faktor ketidakberdayaan petani dalam negosiasi harga hasil produksinya. Posisi tawar (bargaining position) petani yang lemah ini merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan pendapatan petani. Branson dan Douglas (1983) cit Sesbany (2008) menyatakan bahwa lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang mendapatkan atau memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai. Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses petani dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga kesenjangan dan kerugian yang dialami oleh petani dapat dihindari. Peningkatan posisi tawar petani dapat dilakukan dengan menghimpun petani dalam satu lembaga yang betul-betul dapat menyalurkan aspirasi mereka. Pengembangan masyarakat petani melalui kelembagaan pertanian menurut Sesbany (2008) merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama petani untuk memperbaiki keragaman sistem perekonomian masyarakat pedesaan, selanjutnya penguatan kelembagaan (kelompok tani) mampu memberikan kekuatan bagi petani karena dengan berkelompok petani menjadi lebih kuat dan dapat bersaing dalam melaksanakan usaha taninya serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Upaya terarah untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut salah satunya ditempuh oleh pemerintah melalui pendekatan mengembangkan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan yang direalisasikan melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) (Pokja PNPM-Mandiri,2008). Program PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha bagi petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani mapun rumah tangga tani. Bantuan modal usaha ini adalah dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Soemodiningrat (1997) menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan pertanian ditentukan oleh kemampuan masyarakat untuk menciptakan surplus atau tabungan yang ditentukan oleh potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal. Ketiga sumber daya tersebut dalam kuantitas tertentu harus cukup tersedia untuk menunjang kelangsungan pertanian. Keberadaan program BLM-PUAP merupakan salah satu bentuk program yang mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan pertanian yang difokuskan dalam bentuk penguatan modal usaha yang disertai dengan penguatan kelembagaan petani. Pada dasarnya program BLM-PUAP yang diberikan oleh pemerintah melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dapat membentuk petani mandiri yang mampu mengatasi persoalan yang dihadapinya dalam kegiatan usaha tani. Dana BLM yang diberikan pada petani dapat dimanfaatkan oleh petani untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kegiatan usaha tani mereka. Namun, dalam pelaksanaannya, tetap dibutuhkan suatu lembaga yang berfungsi untuk mengarahkan agar tidak terjadi kesalahan dalam penyaluran bantuan tersebut dalam hal ini lembaga yang dimaksud adalah Gapoktan dan Kelompok Tani. Pentingnya kelembagaan dalam membentuk petani yang mandiri adalah salah satu faktor penentu terwujudnya kesejahteraan masyarakat sehingga lembaga petani yang ada haruslah efektif sehingga peran dan fungsinya dapat berjalan dengan baik. Selain itu, lembaga pertanian hadir sebagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan petani, yang nantinya akan menjadi wadah bagi setiap kebutuhan petani dan sekaligus sebagai kontrol sosial, sehingga setiap anggota dapat bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Handayani (2007) menyatakan bahwa pemberdayaan kelembagaan petani tidak hanya menyangkut bagaimana meningkatkan kemampuan ekonomi petani untuk berproduksi melalui penyaluran modal, tetapi juga harus mengarah kepada terbentuknya pola-pola interaksi sosial yang kuat ditingkat mikro (petani atau keompok tani) yang didukung oleh kebijakan makro yang relevan, berkaitan dengan pasar produk dan akses pemanfaatan sumberdaya lokal. Dalam pengembangan kelembagaan ada satu faktor yang harus dipertimbangkan bahwa kelembagaan dibentuk dalam proses yang berlangsung secara terus-menerus (on going) yang melibatkan semua pelaku organisasi. Begitu juga dalam pengembangan kelembagaan pertanian harus mengikutsertakan faktor perubahan perilaku individu didalamnya (Handayani, 2007). Syahyuti (2003) cit Sesbany (2008) menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi dalam pengembangan kelembagaan petani (kelompok tani ) adalah pada umumnya kelompok tani itu dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk mempermudah pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program dan kurang menjamin kemandirian dan keberlanjutan kelompok. Kelompok yang seperti ini lambat laun akan menghilang seiring dengan ketiadaan program pemerintah. Sementara itu, kelompok yang terbentuk karena adanya motivasi dari petani itu sendiri pada kenyataannya dapat bertahan terus walaupun tidak ada bantuan dana atau program pemerintah. Febriamansyah (2005) cit Handayani (2007) menyatakan kelompok seperti ini dapat bertahan karena masing-masing anggota memiliki rasa tanggung jawab dan saling memiliki serta merasa dengan adanya organisasi dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi secara bersama atau berkelompok. Selanjutnya Dimyati (2007) mengemukakan bahwa peran dan fungsi kelembagaan petani sebagai wadah organisasi petani belum berjalan secara optimal. Persoalan ini dapat diatasi melalui penguatan kelembagaan petani yang tidak lain adalah merupakan tindakan perlindungan dan keberpihakan pada petani. Penguatan kelembagaan petani menurut Sesbany (2008) mutlak diperlukan oleh petani sehingga mereka menjadi lebih mampu bersaing dalam melaksanakan usaha taninya dan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Bantuan langsung Masyarakat (BLM-PUAP) merupakan bantuan dana kepada petani atau kelompok tani yang disalurkan melalui Gapoktan dalam bentuk modal usaha bagi petani anggota, petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Bantuan ini diperuntukkan bagi usaha produktif penerima program dapat berupa usaha yang bersifat budidaya (sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan) maupun usaha non budidaya meliputi usaha industri rumah tangga pertanian, pemasaran skala kecil/bakulan, dan usaha lain berbasis pertanian. BLM-PUAP merupakan suatu upaya terarah yang dilakukan pemerintah dalam hal penguatan kelembagaan pertanian di perdesaan ( Pokja PNPM-Mandiri, 2008). Gapoktan Agro Madani Desa Kumun Hilir merupakan salah satu Gapoktan penerima program BLM dari 8 Gapoktan di kota Sungai Penuh untuk periode tahun 2010. Gapoktan ini terdiri dari 6 Kelompok Tani yakni Kelompok Tani Koto Luar, Kelompok Tani Mekar Sari, Kelompok Tani Anggrek, Kelompok Tani Melati Jaya, Kelompok Tani Suka Maju II, dan Kelompok Tani Jaya Mandiri. Sebagai salah satu penerima program BLM-PUAP yang pada dasarnya ditujukan untuk mengembangkan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di pedesaan, untuk itu perlu dilakukan kajian tentang "ANALISIS PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (BLM-PUAP) (Studi Kasus Kelompok Tani Koto Luar Desa Kumun Hilir Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh)"

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: S Agriculture > S Agriculture (General)
S Agriculture > SB Plant culture
Divisions: Fakultas Pertanian
Depositing User: mrs Rahmadeli rahmadeli
Date Deposited: 29 Apr 2016 03:28
Last Modified: 29 Apr 2016 03:28
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/5474

Actions (login required)

View Item View Item