PENGARUH TAKARAN GAMBUT TERHADAP TOLERANSI KERACUNAN BESI BEBERAPA GENOTIPE PADI LOKAL (Oryza sativa L.) YANG DITANAM DI ULTISOL

AZWARDI, IDRIS (2016) PENGARUH TAKARAN GAMBUT TERHADAP TOLERANSI KERACUNAN BESI BEBERAPA GENOTIPE PADI LOKAL (Oryza sativa L.) YANG DITANAM DI ULTISOL. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Fulltext)
2053.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (404kB)

Abstract

Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk. Sementara produksi pangan sendiri tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk. Dengan keadaan seperti itu maka produksi pangan yang ada terutama beras belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang semakin meningkat. Kondisi ini terjadi disebabkan salah satu faktor klasik di negara yang pertumbuhan penduduknya tinggi, yaitu keterbatasan lahan produksi yang produktif. Beberapa tahun kedepan dikhawatirkan akan terjadi kekurangan pangan jika produksi padi tidak segera ditingkatkan secara nyata. Hal ini, dapat terjadi mengingat masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan subur sementara kurva peningkatan produksi sudah melandai sejak dua dekade lalu (Herviyanti, Prasetyo dan Ahmad, 2007). Data Badan Pusat Statistik (2006) tentang hasil produksi, luas panen dan produktifitas padi sawah menurut propinsi, di Sumatera Barat dari tahun 2004 sampai 2006 adalah sebagai berikut. Pada tahun 2004 produksi padi di Sumatera Barat berjumlah 1.851.231 ton ha -1 pada luas panen 413.745 ha dengan produktifitas 44,74 ku ha -1 . Tahun 2005 terjadi peningkatan produksi padi di Sumatera Barat menjadi 1.882.967 ton ha-1 pada luas panen 418.982 ha dengan produktifitas 44,94 ku ha -1 . Namun, pada tahun 2006 terjadi penurunan produksi menjadi 1.839.661 ton ha -1 pada luas panen 401.621 ha dengan produktifitas 45,81 ku ha-1 . Dapat dilihat, pertambahan atau pengurangan produksi padi terjadi karena bertambah atau berkurangnya luas lahan pertanaman padi, dimana luas panen terkecil pada tahun 2006, sehingga memberikan hasil dan produktifitas yang juga rendah, sedangkan jumlah penduduk di Sumatera Barat, terhitung dari tahun 2004 sebanyak 4.528.242 jiwa ,tahun 2005 sebanyak 4.555.810 jiwa, tahun 2006 sebanyak 4.632.152 dengan jumlah penduduk yang bertambah tiap tahunnya, sehingga tidak mengimbangi kebutuhan pangan. Meningkatkan produksi padi sawah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah, dibutuhkan pembukaan areal pertanaman di lahan marginal. Hal itu sebagai salah satu langkah kongkrit terhadap kebijakan perberasan yang diatur dalam Inpres Nomor 13 Tahun 2005 bagian pertama, menyebutkan untuk memberikan dukungan peningkatan produktifitas padi, kualitas padi, dan produksi padi nasional termasuk pemanfaatan sumberdaya lahan dan air dalam rangka peningkatan pendapatan petani, yang mulai diberlakukan sejak tahun 2006, dalam upaya peningkatan produksi dan pasca panen untuk perbaikan pendapatan petani (Cahyono, 2006). Pembukaan pertanaman di tanah marginal memiliki banyak kendala, diantaranya keracunan besi untuk tanaman padi sawah. Penelitian lain juga menunjukkan, hasil padi yang menurun hingga 90% pada lahan sawah berkadar Fe tinggi jenis ultisol (Suhartini et al. 1992 cit Suhartin, 2004). Virmani (1977) dalam Suhartin, (2004) melaporkan penurunan hasil padi pada lahan keracunan besi mencapai 70% untuk varietas peka dan 30% untuk varietas toleran. Nama podsolik merah-kuning diperkenalkan untuk pertama kali dalam pustaka ilmu tanah Indonesia oleh Dudal dan Soepraptohardjo pada tahun 1957. Sebelum nama podsolik merah-kuning masuk ke Indonesia, tanah itu tergolong ke dalam tanah laterik, yang juga mencerminkan suatu pendapat bahwa tanah tersebut telah menjalani proses pemunduran kesuburan dicirikan pH yang rendah, Fe dan Mn aktif tinggi, daya simpan air terbatas, bahan organik rendah dan rentan terhadap erosi. Tanah podsolik merah-kuning merupakan ordo ultisol berdasarkan klasifikasi tanah USDA. (Notohadiprawiro,1986) Penggenangan ultisol mengakibatkan peningkatan konsentrasi besi. Ion besi (fero) merupakan hasil reduksi anorganik paling banyak (Sanchez,1993). Serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Kawaguchi, Kita dan Kyuma. (1956), dan Kawaguchi dan Kita (1957) di Jepang, juga oleh Ahmad (1963) di Trinidad dalam Sanchez (1993) menegaskan bahwa penggenangan secara berangsur-angsur menurunkan kemantapan agregat tanah karena adanya pereputan (decompotition) bahan organik dan reduksi lapisan oksida besi dan oksida mangan menjadi bentuk dapat larut. Sedangkan, pada tanah sawah, padi memiliki perakaran yang pendek, yaitu pada lapisan olah tanah dimana unsur feri direduksi sangat tinggi pada lahan bukaan baru, sehingga ketersediaan fero yang meracun sangat mempengaruhi penyerapan unsur besi dan rusaknya perakaran tanaman padi oleh mantel fero yang menempel pada akar. Keracunan Fe, ditunjukkan oleh warna ungu kecokelatan (purplish-brown) atau kekuningan (orange bronzing) pada daun, dengan konsentrasi 300-500 ppm dari Fe terlarut (dissolved Fe) (Moorman dan Van Breemen, 1978 cit Catling, 1992). Kondisi status hara rendah (low nutrient) ambang lebih rendah (Catling, 1992). Tanaman yang mengalami defisiensi P dan K, konsentrasi besi 30 ppm sudah bersifat meracun (Ismunadji dan Roechan, 1988). Berbagai teknologi telah tersedia untuk meningkatkan produksi padi pada lahan keracunan Fe, diantaranya melalui perbaikan drainase, pemupukan berimbang, penambahan bahan organik dan pengapuran (Ismunadji 1990 cit Suhartin, 2004). Sebagai contoh, untuk meningkatkan hasil gabah varietas peka IR64 membutuhkan pupuk kalium 2-3 kali lebih banyak dari varietas tahan Kapuas dan Batang Ombilin (Ismunadji 1990; Arjasa dan Ismunadji 1989; Sarwani 1992 cit Suhartin, 2004). Juga, Gunatilake dan Bandra (1989) dalam Suhartini (2004) melaporkan bahwa pemberian P dan K dengan takaran dua kali lipat dari takaran normal dapat menekan pengaruh keracunan Fe terhadap pertumbuhan dan hasil padi. Tentu saja, butuh biaya besar dalam penanggulangan dengan cara demikian. Penggunaan varietas toleran tidak diasumsikan sebagai pengganti pupuk, tetapi sebagai alternatif dalam mengurangi penggunaan pupuk. Oleh sebab itu, penggunaan varietas toleran adalah cara yang lebih efisien sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Metode pengujian genotipe/varietas yang tepat dan cepat terhadap keracunan Fe masih sulit didapat. Seperti yang dilansir Suhartini (2004), hal ini disebabkan karena toleransi tanaman padi terhadap keracunan Fe dipengaruhi oleh kondisi hara tanaman, iklim, dan fase pertumbuhan. Metode tersebut hendaknya dapat mencerminkan kondisi keracunan Fe secara luas di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kontrol varietas IR-64. Varietas IR-64 telah diketahui sebagai varietas peka. Batas kritis keracunan Fe jaringan tanaman padi IR-64 adalah sebesar 200 ppm (Noor, Sabran dan Ningsih, 2006). Genotipe yang digunakan adalah genotipe lokal, dimana genotipe ini termasuk genotipe lokal yang banyak digunakan di Sumatera Barat. Genotipe padi lokal yang ditanami petani merupakan genotipe yang telah puluhan tahun ditanam dan diseleksi oleh alam. Penanaman padi lokal disenangi petani karena rasa berasnya yang enak, dan aromanya yang harum, walau produksinya tidak setinggi kultivar padi unggul (Widodo, 2005 ). Alasan lain penggunaan genotipe lokal ini adalah karena penggunaan varietas unggul yang telah dilakukan oleh Nugraha (2006) dalam melakukan uji toleransi terhadap Fe 2+ memberikan hasil yang tidak memuaskan, karena sebagian besar kultivar padi baru tersebut tidak tahan terhadap keracunan Fe yang tinggi. Kultivar baru juga kurang disukai petani karena memerlukan pemeliharaan intensif, input produksi dan tenaga kerja yang lebih tinggi dan rasa nasi kurang enak (Munandar, 1996 cit Widodo, 2005). Pengujian kultivar padi selama ini baru pada tahap tahan terhadap hama dan penyakit (Rozen, Kasim, Rahman, Suliansyah, 2006). Kultivar lokal secara alami telah teruji ketahanannya terhadap hama dan penyakit sehingga merupakan kumpulan sumber daya genetik yang tak ternilai harganya (Ifansyah dan Priatmadi, 2003 cit Widodo, 2005). Pemberian bahan organik dalam mengatasi keracunan Fe ternyata memberikan hasil yang memuaskan karena dekomposisi bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik dapat berikatan dengan kation logam seperti Fe 3+ . Salah satu bahan organik yang efektif dalam mengatasi keracunan Fe ini adalah gambut. Digunakannya gambut juga dinilai efektif, karena selain gambut mudah didapatkan, biaya yang dikeluarkan juga relatif kecil jika dibandingkan dengan penggunaan bahan organik lain. Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Proses pembentukan gambut terjadi baik pada daerah pantai maupun di daerah pedalaman dengan fisiografi yang memungkinkan terbentuknya gambut, oleh sebab itu kesuburan gambut sangat bervariasi, gambut pantai yang tipis umumnya cukup subur, sedang gambut pedalaman kurang subur. (Sagiman, 2007) Penggunaan gambut pada percobaan ini bertujuan untuk mengikat unsur besi membentuk organo-komplek. Besi dapat membentuk senyawa komplek dengan asam-asam organik yang terkandung dalam gambut. Asam organik yang tadinya monomer berubah bentuk menjadi polimer yang merupakan senyawa komplek dengan Fe 3+ , sehingga dapat mengurangi konsentrasi Fe 2+ dalam tanah. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan pengadaan varietasvarietas padi yang tahan terhadap keracunan besi akibat penggenangan ini. Maka dari itu penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengaruh Pengaruh Pengaruh Takaran Takaran Takaran Takaran Gambut terhadap terhadap terhadap terhadap Toleransi Toleransi Toleransi Toleransi Keracunan Keracunan Keracunan Keracunan Besi Beberapa Beberapa Beberapa Beberapa Genotipe Genotipe Genotipe Genotipe Padi Lokal (Oryza sativa L.) yang Ditanam Ditanam Ditanam Ditanam di Ultisol Ultisol Ultisol Ultisol”. Hipotesis dari penelitian ini adalah setiap genotipe tanaman padi yang di uji memiliki toleransi yang berbeda terhadap keracunan besi pada ultisol yang diberi beberapa takaran gambut. Tujuan dari penelitian pengaruh pemberian beberapa takaran gambut pada tingkat toleransi genotipe tanaman padi terhadap keracunan besi.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: S Agriculture > S Agriculture (General)
S Agriculture > SB Plant culture
Divisions: Fakultas Pertanian
Depositing User: mrs Rahmadeli rahmadeli
Date Deposited: 29 Apr 2016 02:01
Last Modified: 29 Apr 2016 02:01
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/5465

Actions (login required)

View Item View Item