Bustari, Aridona (2020) KEPASTIAN HUKUM KOORDINASI FUNGSIONAL ANTARA PENYIDIK KEPOLISIAN DAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PRAPENUNTUTAN (Kajian Terhadap Pasal 138 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana). Masters thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Abstrak)
abstrak cover.pdf - Published Version Download (56kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I Pendahuluan)
Bab I - Pendahuluan.pdf - Published Version Download (369kB) | Preview |
|
|
Text (BAB Akhir)
Bab V - Penutup.pdf - Published Version Download (28kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
daftar pustaka.pdf - Published Version Download (135kB) | Preview |
|
Text (Full Tesis)
Thesis Koordinasi final watermark.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
ABSTRAK Prapenuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan hasil penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari Penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh Penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut lengkap atau tidak. Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya bolak balik berkas perkara sehingga asas peradilan cepat dan kepastian hukum dapat tercapai. Dalam hal ini dibutuhkan koordinasi fungsional antara kedua instansi sehingga proses penegakan hukum dapat berjalan lancar karena Penuntut Umum sebagai pengendali penuntutan (dominus litis) dapat mengarahkan jalannya Penyidikan sesuai dengan kebutuhan pembuktian nantinya. Koordinasi fungsional ini berkaitan erat dengan Pasal 138 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa terhadap berkas perkara yang dikirimkan ke Kejaksaan dari Penyidik Kepolisian jika terdapat kekurangan mengenai kelengkapan formil dan materil, maka kekurangan tersebut harus disampaikan kembali dalam bentuk berkas perkara ke Penuntut Umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima oleh Penyidik. Persoalan yang diangkat dalam tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan dan bentuk koordinasi fungsional antara Penyidik Kepolisian dan Jaksa Penuntut Umum dalam Prapenuntutan dan bagaimanakah kepastian hukum koordinasi fungsional tersebut ditinjau dari Pasal 138 Ayat (2) KUHAP. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji bahan-bahan hukum peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang relevan, dengan pembahasan sebagai berikut 1) pengaturan koordinasi fungsional di institusi Kejaksaan berpedoman Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur Penangangan Perkara Tindak Pidana Umum yang bentuk koordinasi tersebut berupa konsultasi yang dituangkan ke dalam Berita Acara sesuai format surat yang telah diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-004/A/JA/02/2009. Hal ini bertolak belakang dengan Kepolisian yang tidak mengatur lebih terperinci ke dalam peraturan internalnya. 2) Pasal 138 Ayat (2) KUHAP terdapat kekosongan hukum yang mengakibatkan kepastian hukum tidak tercapai karena batas waktu penyidikan tambahan dalam Pasal ini tidak memiliki kekuatan hukum apabila dilanggar oleh Penyidik sehingga tidak tercapai kepastian hukum bagi korban ataupun tersangka. Kata kunci : prapenuntutan, koordinasi fungsional, kepastian hukum.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Primary Supervisor: | Prof. Dr. Ismansyah, S.H., M.H |
Subjects: | K Law > K Law (General) K Law > KZ Law of Nations |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | s2 ilmu hukum |
Date Deposited: | 13 Jan 2020 15:26 |
Last Modified: | 13 Jan 2020 15:26 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/54558 |
Actions (login required)
View Item |