ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI SEPANJANG JALAN MENUJU KAMPUS UNAND LIMAU MANIS PADANG

YODI, BUDI SAPUTRA (2015) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI SEPANJANG JALAN MENUJU KAMPUS UNAND LIMAU MANIS PADANG. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand.

[img] Text
201508061547th_merged-20150806-152755.compressed.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (945kB)

Abstract

Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara didalam mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Salah satu permasalahan besar pembangunan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kependudukan. Masalah kependudukan yang harus mendapat perhatian serius antara lain adalah tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, jumlah penduduk yang besar, kemiskinan, struktur umur yang muda, dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Pada tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia mencapai 179 jutajiwa. Sepuluh tahun berikutnya jumlah tersebut telah meningkat menjadi 205 juta jiwa. Dengan demikian pertambahan jumlah penduduk selama dasawarsa ini mencapai sekitar 15% atau tumbuh dengan rata-rata 3% per tahun. Di satu sisi, jumlah penduduk yang besar diyakini merupakan modal dasar dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, namun di sisi lain, dengan pengelolaan yang tidak tepat, jumlah penduduk yang besar akan menimbulkan masalah kependudukan yang sangat krusial terutama di bidang ketenagakerjaan. Pertambahan penduduk yang tinggi di perkotaan telah berdampak pada jumlah penawaran tenaga kerja, jika 2 tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja akan menambah terjadinya pengangguran (Wahyuni, 2005). Laju pertumbuhan penduduk yang cepat akan meningkatkan jumlah pertumbuhan tenaga kerja dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk yang tinggi pada saat ini menyebabkan ketidakseimbangan antara pencari kerja dengan ketersedian lapangan kerja yang memadai baik di desa ataupun di kota. Kurangnya kesempatan-kesempatan kerja yang dapat disediakan dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yang semakin lama semakin meningkat akan menyebabkan jumlah pengangguran bertambah besar dan akibatnya akan menjadi beban pembangunan yang lebih besar. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang masuk dalam angkatan kerja tidak diimbangi oleh penciptaan lapangan pekerjaan yang mencukupi. Ketidakseimbangan tersebut akan menimbulkan permasalahan pengangguran. Tingkat pengaguran yang tinggi menandakan bahwa adanya ketidakmampuan pertumbuhan ekonomi dalam menyerap seluruh angkatan kerja yang ada. Pertambahan penduduk yang tinggi telah berdampak pada jumlah penawaran tenaga kerja, jika tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja akan menambah terjadinya pengangguran. Untuk mempertahankan hidup, mereka akhirnya masuk ke sektor informal (Hidayati, 2007). Sektor informal merupakan salah satu alternatif kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama 3 yang memudahkan tenaga kerja memasuki sektor ini dan semakin mengukuhkan kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja. Keadaan ini dalam jangka pendek akan dapat membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Kegiatan ekonomi di sektor informal semakin berkembang seiring dengan bertambahnya angka pengangguran khususnya di perkotaan. Kegiatan sektor informal yang menonjol biasanya terjadi di kawasan yang sangat padat penduduknya, di mana pengangguran maupun pengangguran terselubung (disquised unemployment) merupakan masalah yang utama. Tebatasnya lapangan kerja dan proses industrialisasi yang terpusat di daerah perkotaan yang padat modal membawa konsekuensi bahwa hanya tenaga kerja terampil saja yang dapat memasuki sektor modern yang formal, sementara sektor informal pada saaat yang bersamaan mengalami peningkatan dalam kapasitas intensitas dan jumlah kegiatannya (Mulyadi S, 2002). Keragaman peluang kerja di kota dengan tingkat upah relatif tinggi dari tingkat upah di desa, penduduk pedesaan cenderung untuk pindah ke kota, di pihak lain, tekanan kemiskinan di pedesaan mendorong mereka pergi ke kota. Gelombang pendatang ini tidak mungkin bisa ditampung di sektor formal yang biasanya kikir dalam menyerap tenaga kerja. Sektor informal menjadi penyelamat para migran karena sektor formal memberi tempat yang amat sedikit dibandingkan dengan arus deras pencari kerja. Sebab lain lahirnya kegiatan ekonomi informal bisa juga ditelusuri dari sisi teknologi yang digunakan di dalam sistem ekonomi. Penggunaan teknologi moderen yang tidak selektif yang berarti 4 tidak memperhitungkan manfaat sosialnya akan menciptakann sektor informal. Kesenjangan teknologi yang mengarah pada ketergantungan teknologi sesungguhnya menimbulkan kesulitan organisasi teknis dan ekonomi (Rachbini, 2007). Proses informalisasi kegiatan ekonomi bisa dipandang sebagai sebuah upaya untuk bertahan (survive) dari sebuah kondisi sistem yang kurang kondusif. Itulah sebabnya kegiatan ekonomi informal bersifat lebih resisten terhadap setiap gejolak ekonomi yang terjadi diluar sana, selain juga dianggap sebagai penyalamat bagi masalah ketenagakerjaan krusial bagi pembangunan sampai saat ini. Di pihak lain sektor informal dipandang cukup efisien dalam berbagai kegiatannya karena mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan murah bagi masyarakat miskin, bahkan untuk golongan bawah yang bekerja di sektor fromal. Sektor informal memiliki kemampuan yang besar untuk menyerap potensi ketenagakerjaan Indonesia yang tidak dapat ditampung oleh sektor formal. Keluwesan sektor ekonomi informal dalam menyerap tenaga kerja ini bisa dikatakan sebagai salah satu keunggulan yang dimilikinya (Rachbini, 2007). Para pekerja di sektor informal biasanya kurang pendidikan formal, umumnya tidak terlatih dan kurangnya akses modal, akibatnya produktifitas pekerja dan pendapatan cenderung lebih rendah pada sektor ini daripada sektor formal. Selain itu para pekerja tidak menikmati perlindungan yang diberikan oleh sektor formal moderen dalam hal keamanan pekerjaan, limgkungan kerja yang layak dan juga dana pensiun. Para tenaga kerja yang memasuki sektor ini kebanyakan adalah migran dari area pinggiran ataupun luar daerah yang tidak 5 mampu mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Motivasi mereka biasanya untuk memperoleh pendapatan yang cukup untuk bertahan hidup, mengandalkan sumber daya setempat yang ada untuk menciptakan lapangan kerja yang ada (Todaro P. dan C. Smith, 2011). Sebagai salah satu negara berkembang, keberadaan sektor informal di Indonesia bukanlah fenomena yang sulit ditemukan, begitu juga dengan negara berkembang lainnya. Namun, bukan berarti di negara-negar maju fenomena ini tidak ada, hanya saja jumlah sektor informal negara maju jauh lebih sedikit dibandingkan sektor informal di negara berkembang. Peran penting yang dimainkan oleh sektor informal dalam menyediakan kesempatan kerja sangat jelas. Sektor informal telah membuktikan kemampuannya menghasilkan kesempatan kerja, sektor ini telah menyerap 50% dari angkatan kerja perkotaan, beberapa penilitian telah menunjukan sektor informal telah menghasilkan hampir satu pertiga dari penghasilan yang ada di kota (P. Todaro dan C. Smith, 2011). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki jumlah pekerja informal terbesar dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya seperti Thailand (55%), Cina (51%), dan Malaysia (31%) yakni sebanyak 63% dari total pekerja. Organisasi Buruh Internasinal (ILO) juga menyatakan bahwa hampir 50% pertumbuhan perekonomian negara berkembang bergantung pada sektor informal (Editorial Bisnis Maret 2013, dalam Rihim Siregar). 6 Sektor informal masih mendominasi penyediaan lapangan kerja masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, persentase tenaga kerja Indonesia yang bekerja dalam sektor informal mencapai 59,64 persen pada periode Agustus 2013. Sedangkan sisanya 40,36 persen bekerja dalam sektor formal dan pada tahun 2014 persentase tenaga kerja Indonesia yang bekerja dalam sektor informal sebesar 59,38% sedangkan pada sektor formal sebesar 40,62%. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja di Sektor Formal dan Informal Tahun Jumlah Tenaga Kerja Sektor Formal (%) Sektor Informal (%) 2004 28.425.447 30,33 65.296.589 69,67 2005 28.649.815 30,17 66.298.303 69,83 2006 29.672.337 31,08 65.784.598 68,92 2007 30.926.222 30,95 69.003.995 69,05 2008 31.199.099 30,42 71.353.651 69,58 2009 32.147.261 30,65 72.723.402 69,35 2010 33.740.315 31,41 73.665.257 68,59 2011 41.489.759 37,83 68.180.640 62,17 2012 44.164.624 39,86 66.643.530 60,14 2013 46.246.169 40,36 68.339.015 59,64 2014 46.558.877 40,62 68.069.149 59,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2004-2014 Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dapat dilihat pada tabel 1.1 perbandingan jumlah pekerja sektor informal dan formal dari rentang tahun 2002-2012, sektor informal nampaknya masih mendominasi penyediaan lapangan kerja masyarakat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi informal memiliki kemampuan yang besar untuk menyerap potensi ketenagakerjaan Indonesia yang tidak bisa tertampung pada sektor formal. 7 Kota Padang merupakan salah satu kota terbesar di Pulau Sumatera yag saat ini mulai berkembang pesat yang ditandai dengan mulai banyaknya pembangunan pusat bisnis dan ekonomi serta berbagai macam infrastrukstur dalam menunjang aktivitas kehidupan di Kota Padang. Sebagai kota yang tergolong besar dan dengan jumlah penduduk yang bertambah tiap tahunnya, Kota Padang tidak luput dari masalah perkotaan yang juga dialami oleh kota-kota besar lainnya yakni masalah ketenagakerjaan. Tingkat partisipasi tenaga kerja baik wanita maupun pria di sektor informal di Kota Padang mengalami fluktuasi dari tahun 2007 sampai tahun 2013. Berfluktuasinya jumlah tenaga kerja sektor informal di Kota Padang mengindikasikan bahwa adanya faktor-faktor yang menyebabkan tingkat pastisipasi tenaga kerja sektor informal di Kota Padang, Sumatera Barat. Tabel 1.2 Jumlah Tenaga kerja Sektor Informal di Kota Padang Tahun Tenaga kerja Sektor Informal di Kota Padang Jumlah Wanita Pria 2007 46.859 84.096 130.955 2008 51.731 85.791 137.522 2009 56.360 98..641 155.001 2010 44.340 88.126 132.466 2011 54.076 80.479 134.555 2012 49.312 66.845 116.157 2013 49.117 74.873 123.990 2014 61.177 76.804 137.804 Sumber: Badan Pusat Statistik, Keadaan Angkatan Kerja Sumatera Barat 2007-2013 8 Mengingat bahwa banyaknya tenaga kerja yang diserap dan bergantung pada sektor informal, maka sangat penting untuk mengetahui hal-hal apa yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja sektor informal tersebut. Pendapatan sangat peting untuk para pekerja di sektor informal, apalagi kegiatan di sektor informal jarang bahkan tidak tersentuh sama sekali oleh pemerintah, sehingga boleh dikatakan bahwa para pekerja di sektor ini akan bertanggung jawab sendiri atas keberlangsungan kerja mereka sendiri. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakuan penelitian melalui penulisan skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI SEPANJANG JALAN MENUJU KAMPUS UNAND LIMAU MANIS PADANG”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HB Economic Theory
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 05 Feb 2016 04:04
Last Modified: 05 Feb 2016 04:04
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/535

Actions (login required)

View Item View Item